Menteri Trenggono Ingin Indonesia Punya Peran Strategis di Rantai Pasok Lobster Dunia, Begini Langkah Diambil
Setiap tahunnya lebih dari 300 juta ekor benur mengalir secara ilegal dari Indonesia.
Menteri Trenggono Ingin Indonesia Punya Peran Strategis di Rantai Pasok Lobster Dunia, Begini Langkah Diambil
Menteri Trenggono Ingin Indonesia Punya Peran Strategis di Rantai Pasok Lobster Dunia, Begini Langkah Diambil
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menginginkan agar Indonesia memiliki peran strategis pada rantai pasok (supply chain) lobster di pasar global.
- Ingin Suplai Lobster ke Pasar Global, KKP Bakal Terbitkan Sertifikasi Budi Daya Ikan yang Baik
- Diupah Rp20 Juta, Dua Pria Nekat Kirim 99.250 Benih Lobster ke Vietnam
- 2 Tahun Larang Ekspor Benih Lobster, Menteri Trenggono Akui Kewalahan dan Banyak Kecolongan
- Menteri Trenggono Jengkel Masih Ada Penyelundupan Baby Lobster yang Bikin Negara Rugi Triliunan Rupiah
Untuk mencapai keinginan tersebut, pihaknya menggandeng pemerintah Vietnam dan membuka jalan investasi bagi para pelaku usaha asal Vietnam untuk melakukan budidaya lobster di Indonesia.
Lewat skema itu, Indonesia tidak hanya mendapat nilai investasi tapi juga transfer teknologi dan pengetahuan budidaya lobster yang modern, hingga akses pasar lobster yang lebih luas.
"Sebagai negara tetangga (Indonesia-Vietnam) kita harus kolaboratif untuk bisa menjadi bagian dari tata kelola perikanan dunia. Artinya kita harus menjadi supply chain global, dan menuju ke sana tidak bisa berdiri sendiri. Kalau kita bersatu, kita bisa jadi yang terbesar di kawasan," tegas Menteri Trenggono dikutip di Jakarta, Kamis (21/12).
Kerja sama dengan Vietnam diakuinya sekaligus menjadi upaya pemerintah menekan kerugian negara imbas praktik ilegal penyelundupan benur yang masih terus terjadi hingga saat ini.
Setiap tahunnya lebih dari 300 juta ekor benur mengalir secara ilegal dari Indonesia.
Padahal, KKP bersama penegak hukum dan kementerian lainnya gencar melakukan pengawasan di berbagai titik rawan, termasuk dengan menambah kapal pengawas.
Dari hasil penelusuran pihaknya, budi daya lobster di Vietnam sudah sangat maju dan 100 persen benur yang digunakan berasal dari Indonesia meski keran ekspor ditutup.
Nilai ekspor lobster negara tersebut mencapai miliaran dolar jauh di atas nilai ekspor lobster Indonesia.
Untuk itulah, pihaknya mengambil langkah kerja sama guna menekan transaksi ilegal benur sekaligus mendorong adanya transfer teknologi dan pengetahuan bagi para pembudidaya lobster di Indonesia yang sebagian besar masih menggunakan cara tradisional.
"Sudah tiga tahun ini pengawasan kita perketat terus, jebol juga enggak tau dari mana. Gimana caranya kita nahan, kita kerja sama dengan negara yang dituju untuk kemudian tidak lagi menerima benih yang ilegal. Di sisi lain budidaya di sana sudah level tinggi, sedangkan kita masih tradisional dan membiarkan terus secara tradisional tidak baik juga. Kalau kita berdiri sendiri, kokoh dengan pendirian sendiri, menurut saya kita tidak akan pernah maju," tegasnya.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Ari Purbayanto menilai perlunya kerja sama Indonesia dengan Vietnam untuk mendorong geliat budidaya di dalam negeri.
Kerja sama ini membawa peluang peningkatan kemampuan budidaya lobster di Indonesia yang selama ini masih dominan dilakukan secara tradisional. Di samping itu, peluang hidup benur di alam sangat kecil sehingga lebih baik dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan budidaya.
"Begini, untuk budidaya lobster ini memerlukan modal yang tidak sedikit. Tentu bukan hanya modal, tapi teknologi dan mereka harus punya knowledge juga. Dan saya pikir ini moment yang bagus, pada saat Vietnam mau berinvestasi di Indonesia, transfer knowledge dan kita memberikan kuota tertentu untuk mereka manfaatkan. Tentu ada kolaborasi dalam sektor budidaya ini. Saya pikir ini hal yang perlu dicoba dan challenging bagi Indonesia," bebernya.