Moeldoko: Perluasan Lahan Perkebunan Sawit Bagai Dua Mata Pisau
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, hingga tahun 2020, perkebunan sawit telah hampir ada di semua provinsi, yang jumlahnya saat ini mencapai 22,1 juta hektar dari Aceh sampai Papua. Menurutnya, perluasan ini seperti dua mata pisau, bisa memberikan dampak positif dan negatif.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, hingga tahun 2020, perkebunan sawit telah hampir ada di semua provinsi, yang jumlahnya saat ini mencapai 22,1 juta hektar dari Aceh sampai Papua. Menurutnya, perluasan ini seperti dua mata pisau, bisa memberikan dampak positif dan negatif.
Perluasan lahan perkebunan sawit memberikan kesejahteraan bagi petani dan berdampak baik dalam perekonomian nasional. Namun sisi lain perluasan ini dianggap mengancam keanekaragaman hayati, termasuk flora dan fauna yang ada di dalam hutan.
-
Bagaimana kelapa sawit berkembang setelah ditanam di Kebun Raya Bogor? Setelah lima tahun ditanam di Kebun Raya Bogor, pohon ini akhirnya menghasilkan buah. Kemudian biji-bijinya disebar secara gratis hingga ke Pulau Sumatra pada tahun 1875 untuk menjadi tanaman di pinggir jalan.
-
Kapan Kebun Bibit Wonorejo buka? Kebun Bibit Wonorejo buka setiap hari dari pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB.
-
Apa yang mendorong munculnya perkebunan rakyat di sekitar perkebunan kelapa sawit besar di Sumatra? Sehingga kehadiran perkebunan besar ini mendorong munculnya perkebunan rakyat di sekitarnya.
-
Di mana letak Kebun Bibit Wonorejo? Bagi yang penasaran, Kebun Bibit Wonorejo terletak persis di Jalan Raya Wonorejo, Kecamatan Rungkut, yang tak jauh dari pusat kota.
-
Kenapa Kulat Pelawan mahal? Jika dijual, Kulat Pelawan amat mahal, harganya bisa mencapai jutaan rupiah per kilogram. Proses pertumbuhan jamur ini konon terbilang sulit, karena harus menunggu sambaran petir. Semakin jarang ditemukan, makin tinggi juga harganya di pasaran.
-
Apa yang ditemukan di hutan jati Mojokerto? Di kawasan hutan jati tersebut ditemukan sejumlah benda yang diduga peninggalan era kerajaan, seperti pecahan cangkir gerabah, bata merah, hingga cerupak (lampu ublik kuno).
"Yang saya katakan tidak negatif sekali tapi ada dampak negatif bagi konservasi keanekaragaman hayati, lahan, termasuk flora fauna di dalamnya," kata Moeldoko dalam Webinar Nasional Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit Secara Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat dalam Rangka Ketahanan Nasional, Jakarta, Rabu (10/2).
Dia melanjutkan, dinamika di sektor ini memang terus ada dan akan semakin menguat jika petani dan pengusaha tidak segera memperbaiki taat cara dan perolehan kebun. Sebab, hal ini sudah menjadi isu internasional yang terus digaungkan negara-negara maju.
Sehingga bukan hanya soal keberlanjutan saja, tetapi terkait asap yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan sebagainya. "Jadi faktor lingkungan bukan hanya keberlanjutan tapi juga soal asap apabila ada kebakaran dan seterusnya," kata dia.
Baca juga:
RI Gugat Uni Eropa ke WTO Soal Kampanye Hitam Kelapa Sawit
BPDPKS: Rata-Rata Industri Kelapa Sawit Alami Peningkatan per Tahun
BPDPKS Bakal Beri Dana untuk Tes DNA Bibit Kelapa Sawit
Lemhanas Dorong Pemerintah Bentuk Otoritas Baru Tangani Permasalahan Sawit
Hingga 2020, Realisasi Peremajaan Sawit Rakyat Capai 200 Ribu Hektare
Menko Airlangga: Industri Kelapa Sawit Salah Satu yang Tak Terdampak Covid-19