Mulai 16 April 2015, semua minimarket tak boleh jual minuman alkohol
Mendag memiliki kewenangan melakukan pembatasan, pelarangan, dan pengaturan tata niaga.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah melarang peredaran minum beralkohol kadar 5 persen di minimarket. Hal itu tertuang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina menegaskan, larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket efektif berlaku pertengahan April 2015. Tidak hanya minimarket, pengecer pun diharamkan menjual minuman beralkohol.
-
Kenapa Kemang di Jakarta Selatan dikenal sebagai pusat kuliner? Kemang di Jakarta Selatan telah lama dikenal sebagai pusat kuliner yang tidak pernah berhenti berinovasi.
-
Kenapa cukai minuman berpemanis penting? "Cukai MBDK adalah bagian integral dari upaya tersebut yang diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia mengurangi konsumsi gula berlebih dan mencegah peningkatan prevalensi PTM di masa depan," tambah Indah.
-
Kenapa Herjunot Ali menolak minuman keras? Junot mengungkapkan alasannya bukan karena merasa lebih baik dibanding orang lain, melainkan karena faktor usia dan kesehatan.Semakin tua, tubuhnya semakin sulit pulih setelah mengonsumsi alkohol.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Siapa yang menemukan pendatang yang menjadi pemulung di Jakarta? "Ada juga yang beberapa waktu lalu ketemu ya kita pemulung segala macam. Kita kembalikan,"
"Jadi terhitung 16 April 2015 sudah tidak boleh lagi jual minuman beralkohol di minimarket. Dari 30.000 lebih toko swalayan, 23.000 diantaranya skala minimarket di seluruh Indonesia," ujar Srie di gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/2).
Dia mengimbau, mulai dari sekarang pemilik maupun pengelola minimarket mulai 'membersihkan' etalase dari minuman beralkohol. Pihaknya mengaku sudah mengkomunikasikan ini dengan seluruh pengusaha minimarket di seluruh Indonesia agar menarik minuman beralkohol.
"Diharapkan pelaku usaha beretika bertanggung jawab, menarik secara mandiri. Jangan sampai nanti dilihat pemerintah tanggal 16 masih ada, akan ditarik," ucapnya.
Dia menambahkan, jika sampai 16 April minuman beralkohol di minimarket belum habis, maka diberlakukan aturan sebelumnya.
"Dia harus menjual tertutup, terkunci. Yang beli beli harus melalui kasir menunjukkan KTP 21 tahun. Tidak boleh diletakkan di sembarangan dan terpisah. Tidak boleh berdekatan masjid, sekolah, gelanggang olah raga."
Srie menegaskan, aturan ini tidak tebang pilih berdasarkan daerah. Indonesia menganut hukum positif, jadi aturan ini harus dijalankan di semua daerah. Alasan Bali sebagai daerah wisata dan didominasi warga asing doyan minum alkohol, tidak bisa dijadikan pembenaran.
Dia menyadari, tidak semua pemerintah daerah setuju jika aturan pembatasan peredaran minuman beralkohol diatur pemerintah pusat. Pemerintah daerah memang diberi kewenangan penuh untuk melakukan pembatasan terhadap peredaran minuman beralkohol dengan membuat aturan sendiri. Namun pemerintah pusat tetap diperkenankan memberikan tambahan pengembangan pembatasan larangan peredaran minuman alkohol.
"Yang tidak boleh, mengurangi. Dan di Undang-Undang, mendag memiliki kewenangan melakukan pembatasan, pelarangan, dan pengaturan tata niaga," tegasnya.
Untuk pengawasan terhadap aturan ini, pihaknya mengaku tidak bisa melakukan sendirian. Kemendag memerlukan kerja sama dengan pemerintah daerah, masyarakat sebagai konsumen, dan LSM. Yang jelas, kata dia, tidak diperkenankan adanya penggerebekan jika masih menemukan minimarket menjual minuman beralkohol.
(mdk/noe)