Nasib Cukai Rokok di Pemerintahan Prabowo-Gibran
Kemenkeu telah memberikan sejumlah masukan kepada Kemenkes terkait dampak kebijakan ini.
Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan tengah memantau dua rencana kebijakan terkait rokok di era pemerintahan Prabowo Subianto. Yakni soal besaran tarif Harga Jual Eceran (HJE) rokok pada 2025, serta rencana kemasan rokok polos tanpa merek.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani memastikan, cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tidak akan naik di tahun depan. Sementara untuk harga eceran rokok, pihaknya belum bisa memastikan, sembari menunggu ulasan dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
- Bea Cukai Ungkap Dampak Buruk Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek: Kami Kesulitan
- Isi Tuntutan Buruh Rokok Jatim kepada Pemerintah
- Kaesang Nilai Baik Dukungan NasDem dan PKB ke Prabowo-Gibran: Dapat Sumbangkan Ide Buat Bangsa
- Pemerintah Berencana akan Tarik Pajak Rokok Elektrik, Pengusaha Beri Tanggapan Begini
"Belum, lagi di-review sama BKF. Nanti tergantung sama BKF," ujar Askolani saat ditemui di Grand Sheraton Jakarta, Selasa (8/10).
Tak hanya soal harga eceran rokok, Bea Cukai juga menanti hasil final wacana kebijakan rokok kemasan polos tanpa merek dalam Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
"Kita sudah kasih masukan ke Kemenkes. Tentunya nanti kita ikutin hasil dari pembahasan," imbuh Askolani.
Dalam konteks ini, Askolani turut mengingatkan potensi risiko yang muncul dari kebijakan tersebut terhadap efektivitas pengawasan. "Supaya kemudian tidak disalahgunakan dalam packaging-nya. Itu intinya," sambungnya.
Kekurangan Kemasan Rokok Polos
Pernyataan ini jadi penegasan, di mana Askolani sebelumnya menilai penerapan kemasan rokok polos tanpa merek dapat menimbulkan masalah dalam hal pengawasan. Terutama terkait upaya membedakan jenis rokok yang beragam.
"Jika semua rokok dikemas secara polos, akan sulit bagi kami untuk membedakan golongan dan jenis rokok hanya dari kemasan luarnya," kata Askolani beberapa waktu lalu.
Menurut dia, eksekusi aturan itu dapat menghambat pengawasan yang selama ini dilakukan berdasarkan perbedaan kasat mata pada kemasan. Akibatnya, ancaman rokok ilegal di masyarakat akan meningkat, dimana selama ini Bea Cukai telah berupaya keras dalam menekan peredaran rokok ilegal.
Lebih lanjut, Askolani menjelaskan bahwa pembeda visual pada kemasan menjadi langkah proteksi awal bagi Ditjen Bea Cukai dalam memantau industri hasil tembakau. Jika kemasan rokok dibuat seragam tanpa ciri khas yang jelas, risiko pengawasan dapat meningkat.
"Kita tidak bisa lagi membedakan kemasan secara kasat mata, padahal itu adalah bagian penting dari perlindungan dan pengawasan kami," sambungnya.
Meskipun demikian, ia memastikan bahwa Kemenkeu telah memberikan sejumlah masukan kepada Kemenkes terkait dampak kebijakan ini. Termasuk risiko yang dihadapi dalam pengawasan produk rokok di pasaran.
"Kami sudah memberikan pandangan kepada Kemenkes mengenai risiko yang mungkin timbul dari penerapan kebijakan ini," ujar dia.
Askolani tak memungkiri bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek merupakan bagian dari upaya pengendalian konsumsi rokok di Indonesia.
"Namun aspek pengawasan dan perlindungan hukum menjadi perhatian utama bagi Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan. Sehingga produk kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek perlu ditinjau kembali demi mengukur seberapa efektif aturan ini," tuturnya.