Penjelasan Lengkap MK soal Tak Ada Bukti Penjabat Kepala Daerah Curangi Pilpres 2024
Anies-Cak Imin dalam dalilnya menuding penjabat kepala daerah ikut cawe-cawe dukung Prabowo-Gibran
Anies-Cak Imin dalam dalilnya menuding penjabat kepala daerah ikut cawe-cawe dukung Prabowo-Gibran
Penjelasan Lengkap MK soal Tak Ada Bukti Penjabat Kepala Daerah Curangi Pilpres 2024
Hakim MK membacakan putusan gugatan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan Anies-Cak Imin.
Salah satu yang dijawab hakim MK menyangkut polemik penjabat kepala daerah.
Anies-Cak Imin menuding penjabat kepala Daerah didesain untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran. Bahkan para penjabat dianggap ikut memenangkan pasangan nomor 02 tersebut.
Salah satunya, Penjabat Gubernur Kalimantan Barat, atas nama Harisson Azroi yang menyatakan kepada warga untuk memilih presiden yang mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada acara peringatan hari ulang tahun Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tanggal 28 Januari 2024 di halaman kantor Gubernur Kalimantan Barat.
Hakim MK Daniel Yusmic menjelaskan, polemik pernyataan Harisson telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
Termasuk juga telah dibahas dalam Sentra Gakkumdu yang juga telah melibatkan unsur Kepolisian dan Kejaksaan. Bawaslu juga telah meneruskan hasil temuannya kepada KASN, kata Daniel.
Dengan demikian, menurut Mahkamah, berkenaan dengan dalil a quo, Bawaslu telah melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pemilu. Khususnya terkait dengan netralitas ASN.
“Sehingga tidak relevan lagi dengan dalil untuk memilih presiden yang mendukung pembangunan IKN,” terang Daniel.
“Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tambah Daniel.
Sementara itu, dalam gugatannya, Anies-Cak Imin juga mempersoalkan Penjabat gubernur Jawa Barat Bey Machmudin.
Bey pernah menduduki jabatan kepala biro kesekretariatan presiden di tahun 2016 dan deputi kesekretariatan presiden pada tahun 2021.
Bey dianggap terbukti tidak netral dengan mengajak untuk memilih pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran.
Pemohon mendalilkan terdapat pejabat kepala daerah yang mengintervensi pihak pemerintah daerah setempat untuk mencabut izin kampanye pasangan calon nomor urut 1 di beberapa wilayah.
Seperti Pemda bekasi, Pemda Ciamis, Pemkot Tasikmalaya, Pemda Kota Bandung, Pemprov Aceh dan Pemprov Nusa Tenggara Barat.
Tidak cuma itu, dalam dalil Anies-Cak Imin, beberapa kepala daerah mendapat instruksi langsung Mensesneg Pratikno maupun perintah petinggi Kemendagri agar mengerahkan anak buahnya untuk memilih dan memenangkan pasangan calon Prabowo-Gibran serta tegak lurus dengan Presiden Jokowi.
Kemudian, 5 pejabat di dua kabupaten kota di Sumatera Utara kerap dikumpulkan oleh penjabat kepala daerah untuk membahas pemenangan pasangan calon no urut 2.
Penjabat kepala daerah meminta penjabat kabupaten/kota untuk mengarahkan anak buahnya untuk memilih pasangan calon nomor urut 2.
Selain itu, dalam dalil Anies-Cak Imin, para kepala dinas pun diperintahkan menggalangkan dukungan dari masyarakat dan jika menolak perintah tersebut akan dimutasi.
Hakim MK Guntur Hamzah mengatakan, terhadap dalil-dalil tersebut di atas, setelah mahkamah memeriksa secara seksama dalil pemohon serta bukti-bukti surat/tulisan yang diajukan.
Guntur mengatakan, pemohon hanya mengajukan bukti berupa berita maupun video yang bersumber dari media online. Tanpa diikuti oleh dukungan saksi atau pun ahli untuk menguatkan dalil-dalil yang diajukan pemohon.
Setelah mahkamah mencermati lebih lanjut, ujar Guntur, apa yang menjadi substansi dari pemberitaannya, tidak ada hal yang menunjukkan secara spesifik atau nyata bagaimana, kapan, di mana serta kepada siapakah ketidaknetralan yang dilakukan oleh penjabat gubernur Jawa Barat dalam mendukung Prabowo-Gibran.
Kedua, Guntur menambahkan, terhadap bukti video yang diajukan oleh pemohon setelah mahkamah mencermati lebih lanjut, ternyata peristiwa tersebut telah diketahui oleh tim hukum nasional AMIN, namun pemohon maupun Bawaslu tidak mengajukan bukti berupa laporan dugaan pelanggaran kampanye pemilu terhadap peristiwa tersebut.
“Oleh karena itu, menurut mahkamah pemohon tidak menggunakan haknya untuk mengajukan laporan dugaan pelanggaran pemilu pada tahapan kampanye pemilu,” tegas Guntur.
Mahkamah juga tidak dapat menemukan siapa pelaku, kapan, dimana serta kepada siapa saja perintah atau ajakan untuk mendukung pasangan calon nomor urut 2 tersebut dilakukan.
“Dengan demikian, menurut mahkamah bukti demikian tidak dapat meyakinkan kebenaran dalil pemohon. Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum diatas dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” tegas Guntur.