OJK prihatin pasar modal Indonesia keok dari Malaysia
Salah satu indikator ialah jumlah emiten di mana Indonesia memiliki 489 dan Malaysia 906 perusahaan terdaftar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut jumlah perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini masih sangat rendah. Hingga Maret 2014, tercatat sebesar 489 perusahaan telah terdaftar di BEI.
Wakil Kepala Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto mengatakan kuantitas emiten Indonesia kalah dengan negara-negara tetangga di regional. Seperti, Malaysia sebanyak 906 perusahaan telah melantai di bursa, Thailand 587 perusahaan, dan Singapura 767 perusahaan.
"Pasar modal Indonesia masih didominasi oleh sektor perbankan, komoditas, dan consumer goods. Pasar modal Indonesia masih belum mewakili ekonomi secara keseluruhan," ujarnya di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (5/5).
Belum lagi, menurutnya, Jakarta Composite Index (JCI) juga masih kalah dibandingkan negara-negara tetangga. Meski secara year to date, indeks tersebut menunjukkan performa terbaik di regional, yakni tumbuh 13,2 persen.
"Total kapitalisasi pasar di Indonesia hanya 53 persen dari PDB (produk domestik bruto), dibandingkan dengan Thailand dan Korea Selatan 105 persen, Filipina 115 persen, serta Malaysia dan Singapura 150 persen," jelas dia.
Hingga bulan Maret 2014, nilai kapitalisasi pasar Indonesia hanya mencapai USD 415 miliar. Di mana, Malaysia mencapai sekitar USD 500 miliar. Singapura hampir mencapai USD 1 triliun, dan India mendekati USD 1,5 triliun.
Oleh karena itu, OJK selaku regulator industri keuangan Indonesia akan terus melanjutkan pengawasan dan pengaturan dengan baik dan efisien. "Kami juga melakukan beberapa inisiatif dalam memperdalam pasar modal dan menciptakan pasar finansial yang mampu mengaspirasi pertumbuhan," ungkapnya.
Baca juga:
OJK sebut investor pasar modal nasional dikuasai asing
5 Alasan rencana pembubaran OJK tak masuk akal
Warisan BI, konglomerasi keuangan menjamur di Indonesia
Rugikan masyarakat, OJK didesak segera berantas investasi bodong
Laik dipertahankan, OJK diminta ciptakan 5 juta investor lokal
-
Apa yang dikatakan OJK mengenai sektor jasa keuangan Indonesia saat ini? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Kenapa OJK menyelenggarakan Pasar Keuangan Rakyat (PKR) di Sumbawa Barat? Perluasan akses keuangan merupakan salah satu strategi yang efektif untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Melalui akses pembiayaan yang mudah dan murah, penciptaan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di berbagai daerah akan dapat terwujud,” kata Ogi, Minggu (29/10).
-
Bagaimana OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Mengapa OJK menyatakan sektor jasa keuangan Indonesia stabil? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Bagaimana OJK mendorong penguatan governansi di sektor jasa keuangan? OJK telah meminta agar Industri Jasa Keuangan terus memperkuat governansi antara lain dengan penerapan manajemen risiko dan manajemen anti-fraud serta penyuapan.
-
Apa kondisi sektor jasa keuangan nasional menurut OJK? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 Oktober 2023 menilai sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil didukung permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga sehingga meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko meningkatnya ketidakpastian global baik dari higher for longer suku bunga global maupun peningkatan tensi geopolitik.