Pria Ini Tak Takut Gagal Merintis Usaha Selama Masih Ada Ibu, Akhirnya Sukses Jual Makanan dengan Omzet Rp20 Juta Sebulan
Dengan modal terbatas, Dicky merintis usaha martabak di pelataran rumahnya. Dia sempat ragu dan takut memulai usaha.
Dicky bercerita kalau dia sudah mulai berjualan ketika masih duduk di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Pria Ini Tak Takut Gagal Merintis Usaha Selama Masih Ada Ibu, Akhirnya Sukses Jual Makanan dengan Omzet Rp20 Juta Sebulan
Pria Ini Tak Takut Gagal Merintis Usaha Selama Masih Ada Ibu, Akhirnya Sukses Jual Makanan dengan Omzet Rp20 Juta Sebulan
Selama masih ada ibu, Dicky Putra Oktavianto tak pernah takut mengalami kegagalan dalam merintis usaha. Kini, dia dapat tersenyum lega melihat usaha kuliner 'pedesan' mulai berkembang.
Melalui akun YouTube Pecah Telur, Dicky bercerita kalau dia sudah mulai berjualan ketika masih duduk di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat itu, dia hanya mendapatkan uang saku Rp3.000.
Menurut Dicky, nilai yang saku yang diberikan sang ibu tidak cukup, akan tetapi dia tidak tega meminta tambahan. Akhirnya, dia memutuskan berjualan kripik pangsit yang dia titipkan di kantin sekolah.
Lulus dari SMP, Dicky melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga lulus. Setelahnya, dia berpikir untuk merintis usaha.
Dengan modal terbatas, Dicky merintis usaha martabak di pelataran rumahnya. Dia sempat ragu dan takut memulai usaha.
"Kalau enggak laku, enggak enak sama tetangga. Tapi Ibu nguatin saya terus semangatin saya akhirnya saya terus lanjut," kata Dicky dikutip pada Kamis (22/2).
Beberapa bulan memulai usaha martabak, Dicky mulai memiliki pelanggan. Dia pun terpikir untuk membuka cabang usaha kuliner baru. Alasannya, martabak tidak bisa dijadikan sumber pendapatan.
Beruntung, Dicky yang terbiasa memasak dengan sang Ibu memiliki kesamaan gagasan untuk membuka es dawet durian. Di tengah perjalanan merintis usaha, sang ibu menyarankan agar Dicky membuka kuliner makanan berat seperti nasi rendang pedas.
"Karena kalau minuman saja enggak ada makanan kayak ada yang kurang," ucapnya.
Dicky, bersama sang ibu kemudian membuka usaha pedesan sapi. Tiga bulan pertama, menu yang dijual tidak pernah habis. Sang ibu bahkan berpikir untuk berhenti berjualan pedesan.
"Tapi sayang kalau berhenti, ya sudah tak opening saja," kata Ibu Dicky.
Agar sang Ibu tidak parah semangat, Dicky memakai strategi pengaruh para konten kreator kuliner. Tabungan Dicky dipakai sebagai modal marketing. Cara itu dipakai beberapa kali. Ada pula masanya ketika dia tak lagi memiliki modal untuk memanggil para influencer lokal.
Meski begitu keuletan, keyakinan Dicky dan sang ibu berbuah manis. Menu pedesan sudah mulai dikenal di desa mereka, Kediri, Jawa Timur. Pesanan katering pun mereka terima baik untuk partai kecil atau besar.
Dicky dan sang ibu bisa meraih omzet Rp15-20 juta per bulan. Jika pelanggan sedang membludak, omzet dalam sehari pun menembus Rp3 juta.