Pemerintah Prabowo Harus Bayar Utang Negara Rp800 Triliun di 2025
Kemenkeu mencatat, utang jatuh tempo tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
Pemerintah Indonesia mencatat utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun pada 2025. Artinya, utang jatuh tempo tersebut menjadi tanggungan pemerintahan baru Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Kemenkeu mencatat, utang jatuh tempo tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
- Pemerintah Berencana Tarik Utang Rp642 Triliun di 2025, Uangnya untuk Apa?
- Utang Pemerintah Terus Naik, Kini Tembus Rp8.444 Triliun
- Pemerintah Tarik Utang Rp72 triliun per 15 Maret 2024, Turun Drastis Dibanding Tahun Lalu Mencapai Rp181 Triliun
- Pemerintah Tarik Utang Baru Rp600 Triliun Tahun Depan, Buat Apa?
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Riko Amir memastikan utang-utang tersebut akan dilunasi tahun depan. Ia optimistis, pemerintah masih punya kemampuan untuk membiayai defisit dan utang.
"Kita masih punya kemampuan untuk membayar defisit plus utang jatuh tempo tadi," kata Riko, dalam kegiatan Media Gathering Kemenkeu di Anyer, Banten.
Riko menuturkan, sumber pendanaan untuk pembayaran utang utamanya berasal dari refinancing. Sebagai informasi, Refinancing merupakan skema pendanaan dengan mengajukan pinjaman baru dengan bunga yang lebih kecil.
Skema itu dilakukan dengan penerbitan obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) untuk membayar utang jatuh tempo tersebut. Strategi pun cukup aman untuk dilakukan karena kondisi ekonomi Indonesia yang cukup baik.
"Yang dilihat adalah kemampuan dari negara kita, refleksinya apa? yaitu credit rating kita yang investment grade, yang menyatakan kondisi ekonomi kita cukup baik, membuat kita masih bisa melakukan refinancing terhadap utang yang jatuh tempoh tersebut," jelas Riko.
Utang Luar Negeri Indonesia
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2024 tetap terkendali. Posisi Utang Luar Negeri Indonesia pada Juli 2024 tercatat sebesar USD 414,3 miliar atau secara tahunan tumbuh sebesar 4,1 persen.
"Perkembangan Utang Luar Negeri tersebut bersumber dari sektor publik, baik Pemerintah maupun Bank Sentral," kata Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Erwin Haryono, Kamis (19/9).
Posisi Utang Luar Negeri pada Juli 2024 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah.
Di sisi lain, Utang Luar Negeri pemerintah tetap terkendali. Posisi Utang Luar Negeri pemerintah pada Juli 2024 sebesar USD 194,3 miliar, atau tumbuh sebesar 0,6 persen (yoy), setelah mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar 0,8 persen (yoy) pada Juni 2024.
Perkembangan Utang Luar Negeri tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN), seiring dengan tetap terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia.
"Sebagai salah satu instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas guna melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
BI melihat Utang Luar Negeri pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja, antara lain pada Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (20,9 persen dari total Utang Luar Negeri Pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,9 persen); Jasa Pendidikan (16,8 persen); Konstruksi (13,6 persen); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,4 persen).
Posisi Utang Luar Negeri pemerintah tetap terkendali mengingat hampir seluruh Utang Luar Negeri memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98% dari total Utang Luar Negeri pemerintah.