Pendiri Kalbe Farma Sentil Kecilnya Dana Penelitian di Indonesia
Pendiri PT Kalbe Farma Tbk, Boenjamin Setiawan, mengatakan dana penelitian di Indonesia masih sangat rendah yakni 0,15 persen dari GDP. Dia meminta agar pemerintah menaikkan dana penelitian dalam 5 tahun ke depan bisa menjadi 1 persen dari GDP Indonesia.
Pendiri PT Kalbe Farma Tbk, Boenjamin Setiawan, mengatakan dana penelitian di Indonesia masih sangat rendah yakni 0,15 persen dari GDP. Dia meminta agar pemerintah menaikkan dana penelitian dalam 5 tahun ke depan bisa menjadi 1 persen dari GDP Indonesia.
"Saya tekankan penelitian itu penting sekali. Tanpa penelitian suatu negara tidak akan maju, dalam hal ini penelitian itu tergantung dana, tetapi sayang dana penelitian di Indonesia relatif masih kecil sekali kira-kira 0,15 persen dari GDP," kata Boenjamin dalam Peluncuran RKSA 2021 dan Penutupan RKSA 2018-2020, Selasa (10/11).
-
Apa saja manfaat kale bagi kesehatan? Daun kale adalah jenis sayuran berdaun hijau gelap yang kaya akan nutrisi penting seperti vitamin A, K, dan C, serta mengandung senyawa antioksidan yang kuat.
-
Kapan Jalak Kebo dianggap sebagai penyembuh penyakit? Beberapa orang percaya bahwa jika seseorang yang sakit melihat burung Jalak Kebo terbang di sekitarnya, penyakitnya akan sembuh atau setidaknya mengalami perbaikan.
-
Apa yang ditemukan di Kalimantan? Sisa-sisa kuno bagian bumi yang telah lama hilang ditemukan di Kalimantan. Penemuan lempeng Bumi yang diyakini berusia 120 juta tahun.
-
Apa itu Serabi Kalibeluk? Sebagai salah satu daerah di pesisir pantura, Jawa Tengah, Kabupaten Batang merupakan wilayah yang strategis dan banyak disinggahi wisatawan. Kabupaten Batang punya kuliner legendaris bernama Serabi Kalibeluk.
-
Kapan Kirab Tebu Temanten dilakukan? Acara ini digelar pada Selasa Selasa (23/4).
-
Kapan Kapolda Kepri mencium istrinya? Kapolda Kepulauan Riau, Irjen Yan Fitri Halimansyah tertangkap kamera sedang mencium istrinya saat melantik ratusan calon anggota Polri di Polda Kepri.
Saat ini dana penelitian yang paling besar diberikan oleh Korea Selatan. Korea Selatan dana penelitiannya lebih dari 4 persen dari GDP. Tetapi secara absolut dana penelitian terbesar masih dipegang Amerika Serikat dan sekarang disusul oleh China.
"China akan besar dana penelitiannya dan dalam waktu singkat GDP China juga melebihi dari AS. Saya mengharapkan pemerintah Indonesia akan membantu memperlancar penelitian ini," ujarnya.
Selain itu, jumlah peneliti di Indonesia hanya berjumlah 46.000. Sedangkan, China memiliki 1,4 juta peneliti, disusul Amerika Serikat 900.000 peneliti.
"Semoga jumlah peneliti Indonesia semakin banyak dan dana penelitiannya ditingkatkan, harap saya dana penelitiannya dalam 5 tahun ke depan menjadi 1 persen dari GDP Indonesia. Semoga bisa terlaksana," pungkasnya.
Dia mengatakan paling penting harus ada kerjasama antara akademisi, pengusaha, dan pemerintah dalam mengembangkan dan hilirisasi hasil penelitian agar bermanfaat untuk masyarakat Indonesia. Kata Boenjamin, para pengusaha memiliki peran dalam hilirisasi dan komersialisasi hasil penelitian, serta peran pemerintah juga besar sekali untuk mengembangkan penelitian.
Alasan Dana Penelitian Indonesia Selalu Kecil
Pemerintah mengatakan Indonesia masih tertinggal dalam hal produksi ilmu pengetahuan maupun teknologi dengan negara tetangga. Hal ini terlihat selama tahun 1996-2014 Indonesia hanya menempati peringkat ke-57 dalam hal jumlah artikel ilmiah yang diterbitkan menjadi jurnal internasional.
Posisi tersebut masih kalah jauh dari Thailand di peringkat 43, Malaysia di peringkat 36, dan Singapura di peringkat 32. Alasannya, investasi Indonesia dalam penelitian dan pengembangan masih rendah, yakni hanya 0,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Para peneliti masih mengalami hambatan dalam pelaksanaan penelitian. Yakni jumlah riset yang relatif kecil dan mekanisme penelitian yang rumit karena masih mengikuti siklus tahunan anggaran negara," kata Menteri Bambang di Kantornya, Jakarta, Rabu (30/3).
Dia menambahkan, pemerintah menyadari ada keterbatasan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menyediakan dana riset yang memadai. Maka perlu bantuan pendanaan dari dunia usaha, industri, maupun sumber pendanaan lain.
Selain itu, pendanaan riset di Indonesia juga masih jauh dari ideal, sebab sebagian besar masih berasal dari pemerintah, yakni sebesar 80 persen. Padahal, di negara maju kontribusi sektor swasta dan perguruan tinggi sendiri jauh lebih besar.
"Oleh karena itu pemerintah mengimbau agar sektor swasta dan perguruan tinggi bisa meningkatkan kontribusinya terhadap pendanaan riset," pungkasnya.
Dengan diresmikannya Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) sebagai lembaga pendanaan bagi penelitian sains di Indonesia, diharapkan jumlah riset bisa meningkat dan mekanismenya lebih fleksibel. Sehingga pendanaan penelitian bisa mencapai batas normal sebesar 1 persen dari PDB.
"Pemerintah tetap memberikan dukungan pendanaan yang nanti akan mendorong kemandirian DIPI untuk menarik sumber pendanaan lainnya di luar APBN baik di dalam maupun di luar negeri," imbuhnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)