Pengusaha beberkan tantangan bagi pemerintah kembangkan mobil listrik
Ketua umum Gaikindo, Yohanes Nangoi mengatakan tantangan pengembangan mobil listrik dalam negeri masih sangat besar. Salah satu ketersediaan baterai yang bakal menjadi sumber tenaga mobil listrik.
Ketua umum Gaikindo, Yohanes Nangoi mengatakan tantangan pengembangan mobil listrik dalam negeri masih sangat besar. Salah satu ketersediaan baterai yang bakal menjadi sumber tenaga mobil listrik.
"Indonesia mau bikin mobil listrik boleh, tapi harus bikin baterai dulu. Saat ini di dunia baru ada 3 negara, China, Korea, dan Jepang. Jadi Indonesia mau bikin mobil listrik kami sangat mendukung," ungkapnya di Hotel Century Park Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).
-
Kapan sektor otomotif di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat? Pada tahun 2000-an, sektor otomotif di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat.
-
Bagaimana perubahan di industri otomotif Indonesia pada era Jokowi? Terjadi perubahan besar dalam kepemilikan usaha di industri otomotif Indonesia. Variabelnya banyak.Menariknya, merek otomotif China mulai masuk pada 2017 lewat Wuling dan DFSK. Disusul Hyundai (Korea) pada 2021.Yang terbaru, merek China kembali masuk pada 2022-2023: Chery, Neta, Great Wall Motor (GWM), dan lain-lain. Varialebel utama antara lain krisis moneter 1998, krisis industri keuangan 2008, dan sebagainya. Variabel ini cukup mengubah potret raja otomotif Indonesia di era Jokowi:Dari pengusaha ke kelompok usaha (konglomerasi).
-
Apa yang memengaruhi jarak tempuh mobil listrik? Menurut informasi resmi dari Hyundai Gowa, ada beberapa faktor yang memengaruhi jarak tempuh kendaraan listrik. Faktor-faktor tersebut mencakup kebiasaan berkendara, penggunaan daya tambahan, kondisi saat berkendara, serta status energi pada baterai.
Selain itu, tantangan bagi pemerintah adalah pengembangan baterai mobil listrik berbahan dasar lithium. Mengingat, sumber daya lithium belum tersedia di dalam negeri. "Bahan utama baterai, saat ini lithium baterai. Tapi kalau pakai lithium Indonesia enggak punya lithium. Kita harus impor dari Bolivia, China, dan sebagainya," jelas dia.
Lebih dari itu, Yohanes menambahkan, investasi untuk riset baterai lithium membutuhkan biaya sangat besar. "Cuma risetnya harus kuat sekali dan budget mesti besar sekali. Untuk informasi general motor investasi USD 4,5 miliar, sekitar Rp 50-60 triliun," katanya.
Melihat kenyataan ini dia mengharapkan pemerintah untuk sangat hati-hati menerapkan kebijakan pengembangan mobil listrik dalam negeri. Agar jangan sampai untuk membangun industri mobil listrik, Indonesia malah membuka keran impor.
"Kalau bicara mobil listrik, bicara riset baterai dulu karena itu yang paling vital. Kita bikin mobil listrik nasional tapi baterainya impor, sistem manajemen baterainya impor, motornya impor, kita hanya cangkangnya saja, sama kursi, sama setirnya," tegas dia.
"Atau anda mau minta mobil x, merek nasional tapi semua barangnya dari luar. Kita hanya jadi tukang jahit, keuntungan bagi kita kecil sekali," imbuhnya.
Dia juga mengapresiasi langkah yang diambil pemerintah melalui Kementerian Perindustrian untuk mencari alternatif bahan dasar baterai mobil listrik yakni dengan menggunakan nikel cobalt.
"Saya sudah ngecek ke Kementerian Perindustrian lagi diusahakan dibuat baterai dari nikel cobalt. Siapa yang akan riset, Pemerintah. Kita dukung. Kemarin saya cek BPPT punya sekitar Rp 4-4,5 triliun budget," tandasnya.
Baca juga:
Pemerintah diminta tak batasi produksi mobil berbahan bakar minyak di 2040
Mobil masa depan Indonesia, berbahan bakar listrik hingga minyak limbah sawit
Ini pesan pengusaha agar 20 persen mobil gunakan listrik di 2025
Dukung program pemerintah, GIIAS 2018 hadirkan sederet mobil listrik
Penjualan mobil Astra menurun di triwulan I-2018