Perjalanan Karir Tony Fernandes, dari Pelayan Hotel Hingga jadi Bos AirAsia
CEO AirAsia, Tony Fernandes, memiliki perjalanan hidup yang cukup rumit dan penuh perjuangan sebelum akhirnya menjadi pemilik maskapai AirAsia. Berbagai pekerjaan pernah dilakoni oleh Tony mulai dari pelayan hingga jadi pemilik AirAsia.
CEO AirAsia, Tony Fernandes, memiliki perjalanan hidup yang cukup rumit dan penuh perjuangan sebelum akhirnya menjadi pemilik maskapai Airasia. Berbagai pekerjaan pernah dilakoni oleh Tony mulai dari pelayan hingga jadi pemilik Airasia.
Dalam bukunya berjudul Flying High, dia mengurai satu per satu pengalamannya menjadi orang sukses dengan penghasilan fantastis. Semua tak mudah baginya, jatuh bangun membangun karir dijalani penuh optimisme.
-
Siapa Aero Aswar? Aero Aswar bukanlah individu biasa; ia merupakan seorang atlet jet ski yang telah meraih banyak prestasi.
-
Bagaimana cara Lion Air merawat pesawatnya? Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro mengungkapkan, Batam Aero Technic (BAT) menjalankan proses MRO secara transparansi dan kepatuhan terhadap standar internasional. Setiap pesawat diperlakukan (penanganan) penuh perhatian dan ketelitian, mengikuti regulasi yang ketat industri penerbangan.
-
Kapan AirAsia QZ8501 jatuh? Pada 28 Desember 2014, pesawat AirAsia QZ8501 lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Singapura.
-
Siapa pemilik Lion Air Group yang juga merupakan orang terkaya di Cirebon? Melansir dari laman Forbes.com, sosok ini memiliki kekayaan bersih senilai USD1,7 miliar di tahun 2015 lalu. Sosok Rusdi Kirana selama ini dikenal sebagai pemilik maskapai dengan biaya murah, Lion Air Group. Namun siapa sangka, miliader ini ternyata salah satu orang terkaya di di Cirebon, Jawa Barat.
-
Kenapa AirAsia QZ8501 jatuh di Selat Karimata? AirAsia QZ8501 jatuh di Selat Karimata pada 28 Desember 2014 karena penyebab utamanya adalah kesalahan dalam manajemen penerbangan.
-
Kapan Anthony Fokker lahir? Buah hati berjenis kelamin laki-laki lahir dengan kondisi sempurna pada 6 April 1890.
Tony bukan orang yang berasal dari keluarga kaya raya. Dia berkarya dengan modal kerja keras dan tidak takut gagal melalui keputusan-keputusan ekstrem yang diambilnya termasuk akuisisi AirAsia.
Salah satu hal yang menarik dari kisah hidup Tony adalah selalu memanfaatkan peluang. Menurutnya, sekecil apapun suatu peluang harus dimanfaatkan dengan baik karena bisa jadi peluang itu menjadi kesempatan mengubah hidup.
"Salah satu prinsip panduanku adalah jika kau melihat kesempatan, secuil peluang, kau harus mengambilnya. Kalau tidak ada hasilnya, kau memang tidak mengubah apapun, tapi kau mungkin bisa mengubah hidupmu jika kau mencobanya," ujar Tony dalam bukunya.
Berikut ini Merdeka.com mengurai satu per satu karir Tony jauh sebelum menjadi pemilik maskapai berwarna merah itu.
Pelayan Hotel
Saat berusia 20 tahun, Tony kembali ke London. Usia ini masih usia yang ingin menghabiskan waktu untuk berpesta begitupun dengan Tony.
Meski demikian, tuntutan hidup membuatnya harus bekerja keras bangun pukul lima pagi, mempersiapkan restoran, menyajikan makanan dan berurusan dengan pelanggan yang banyak mau.
"Industri pelayanan memang brutal, orang tak menyadari betapa panjang jam kerjanya atau betapa keras tuntutan fisiknya," ujar Tony dalam bukunya berjudul Flying High, dikutip Kamis (7/8).
Namun bekerja sebagai pelayan membuat Tony mengerti banyak hal. Pertama, menambah rasa hormat terhadap sesama. Kedua, mengubah cara berdandan dari berantakan menjadi rapih. Ketiga, merangkul semua orang tanpa perbedaan.
"Jam kerjanya begitu panjang dan membuat punggung pegal, bayarannya mengerikan dan kondisi pekerjaannya brutal. Namun, aku tak akan pernah melupakan kesetiakawanan di sana," tulisnya.
Akuntan
Lulus dari jurusan akutansi dari London School of Accountancy (LSA) di Marylebone Road tak membuat Tony mudah mendapat pekerjaan. Dia bahkan pernah luntang-lantung mencari pekerjaan.
Dari sekian perusahaan yang dilamar, satu perusahaan kecil pun mempekerjakannya. Nama perusahaan tersebut adalah Brewers. Perusahaan ini menyukai Tony, namun dia tidak menyukainya.
"Mereka menyukaiku, tapi aku tidak. Itu pekerjaan terburuk yang pernah ku dapat," kata Tony.
Alasan ia tidak menyukai pekerjaan itu karena diperlakukan sebagai tukang fotokopi. Jauh dari ilmu yang ia pelajari selama kuliah.
"Dalam beberapa minggu aku memutuskan akan mencari pekerjaan akutansi di industri musik," jelasnya.
Manajer Keuangan
Sukses menjadi akuntan di industri musik, membuat Tony Fernandes dilirik oleh perusahaan menjadi manajer keuangan. Tak main-main, dia harus mengerjakan laporan keuangan yang cukup rumit saat itu.
"Setelah enam bulan, aku mulai diamati oleh kepala 525 dam dipindahkan ke sana sebagai manajer keuangan. Atmosfernya sangat mengerikan sehingga di buku kasnya ada mariyuana sebagai entry dan neraca saldonya tidak seimbang," ujar Tony.
Perlahan tapi pasti, Tony melakukan perubahan terhadap pembukuan perusahaan. Termasuk melihat bagian-bagian yang tadinya tidak diperhatikan oleh pemilik perusahaan sebelumnya.
"Pada awalnya, aku tak bisa membuat awal atau akhir buku kas itu; aku menelepon pacarku dan menanyakan padanya angka ini itu harus masuk kemana. Kemudian pada suatu hari semuanya terhubung," jelasnya.
General Manajer Musik
Kembali ke kampung halamannya di Malaysia menjadi seorang General Manajer industri musik membuat Tony Fernandes harus banyak melakukan penyesuaian. Sebagai orang keuangan, mengatur permusikan menjadi hal baru baginya.
Langkah awal yang dilakukan Tony adalah mengubah cara bekerja para stafnya. Kemudian, memastikan setiap orang bertanggungjawab dan memberi mereka kebebasan melakukan pekerjaan sesuai penugasan.
"Itulah gaya kepemimpinanku seterusnya, sangat mempercayai orang lain untuk melakukan pekerjaan mereka," katanya.
Di industri musik tempatnya bekerja, Tony juga membereskan semua catatan perusahaan dan memastikan proses distribusi mulus sehingga membantu kenaikan laba perusahaan.
Pemilik Air Asia
Tony Fernandes bersama sahabatnya Din memiliki ambisi besar untuk memiliki maskapai. Airasia menjadi perusahaan maskapai yang berjodoh dengan mereka.
Perusahaan itu semula akan tamat dan dililit banyak utang hampir mencapai USD 1 juta per bulan. Maskapai berwarna merah itu, dulunya bahkan diprediksi tak punya masa depan yang jelas.
Sebelum ditangani oleh Tony, AirAsia dulunya hanya punya sedikit rute. Dia pun perlahan membangun perusahaan ini dimulai dengan mengandalkan pesawat yang masih bisa dimanfaatkan. Perjalanan dimulai dengan penerbangan dengan tiket murah.
"16 tahun lalu, saya tidak punya pemahaman banyak soal airlines (maskapai penerbangan)," ujar Tony dalam bukunya berjudul Flying High.
Tony menceritakan, menjadi CEO tak hanya soal kemampuan (skill) dan kecerdasan, tetapi kepekaan terhadap tantangan untuk meraih kesuksesan. Bermula dari mimpi seorang bocah, dia berhasil mendapatkan impiannya, yaitu memiliki pesawat terbang dengan tiket terjangkau.
Tony melalui perjalanan dengan penuh lika-liku dan perjuangan. Siapa sangka pria yang memulai karier sebagai akuntan sederhana, bisa mewujudkan impian banyak bocah kecil di dunia, salah satunya memiliki pesawat terbang.
Pada 16 tahun lalu, saat memulai perjalanannya, Tony pun dengan keras melawan orang-orang yang meremehkannya hingga berhasil mewujudkan mimpinya. Keberhasilan dimulai di dunia musik sebagai pelaku bisnis musik di Warner Group hingga menjadi CEO AirAsia.
Belum lagi sebagai salah satu pemilik klub sepakbola Inggris, Queens Park Rangers dan sempat terjun di F1. Tentu AirAsia akan selalu menjadi babak terpenting bagi Tony Fernandes. Dongeng yang penuh kesuksesan, namun tak begitu menyenangkan di awalnya.
Dalam bukunya setebal 241 halaman itu, pesan Tony Fernandes kepada semua pemimpi di dunia sederhana saja. "Kejarlah mimpi karena sebagian impian bisa menjadi kenyataan."
(mdk/did)