Perpres Kenaikan Iuran BPJS Digugat di Surabaya
Dia berharap, jika uji materi ini nanti dikabulkan, maka Perpres tentang kenaikan iuran akan dibatalkan. Jika dibatalkan, maka secara otomatis akan kembali pada aturan yang mengacu pada Perpres yang lama.
Keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 100 persen yang dituangkan ke dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan digugat.
M Sholeh, pihak yang akan melakukan gugatan uji materi Perpres nomor 75 tahun 2019 ini mengatakan, gugatan akan didaftarkannya Jumat (1/11) besok ke Pengadilan Negeri Surabaya.
-
Bagaimana BPJS Kesehatan mempermudah akses bagi peserta JKN? Inovasi berbasis digital dihadirkan BPJS Kesehatan Ia menjelaskan, sejumlah inovasi berbasis digital yang dihadirkan BPJS Kesehatan demi memberikan kemudahan akses bagi peserta JKN antara lain meliputi BPJS Kesehatan Care Center 165, Aplikasi Mobile JKN, Chat Assistant JKN (CHIKA), Voice Interactive JKN (VIKA), dan Pelayanan Administrasi melalui Whatsapp (PANDAWA).
-
Bagaimana BPJS Kesehatan meningkatkan layanan kesehatan bagi pesertanya? Salah satu upaya yang dilakukan melalui pertemuan antara Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti bersama Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas'ud.
-
Apa itu Program Pesiar BPJS Kesehatan? BPJS Kesehatan resmi meluncurkan program Petakan, Sisir, Advokasi dan Registrasi (PESIAR). Program tersebut dihadirkan untuk mengakselerasi proses rekrutmen peserta dan meningkatkan keterlibatan aktif dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
-
Bagaimana BPJS Kesehatan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat? Untuk itu, mereka melakukan transformasi digital dengan menghadirkan berbagai layanan inovatif yang mengandalkan teknologi dan digitalisasi.
-
Bagaimana BPJS Kesehatan menangani pengaduan peserta di rumah sakit? Petugas rumah sakit yang ditunjuk akan bertugas memberikan informasi dan menangani pengaduan peserta JKN terkait pelayanan. Selanjutnya, petugas akan mencatat pada aplikasi Saluran Informasi dan Penanganan Pengaduan (SIPP)," jelas Ghufron saat peluncuran yang terpusat di RSUP Dr. Sardjito, Jumat (29/9).
-
Apa yang dihapus dari BPJS? Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.
"Kita ini mau ajukan uji materi terhadap Perpres no 75 tahun 2019. Uji materi menjadi kewenangannya Mahkamah Agung (MA), tetapi boleh didaftarkan melalui PN setempat, nanti PN yang akan meneruskan ke MA," ujarnya, Kamis (31/10).
Dia berharap, jika uji materi ini nanti dikabulkan, maka Perpres tentang kenaikan iuran akan dibatalkan. Jika dibatalkan, maka secara otomatis akan kembali pada aturan yang mengacu pada Perpres yang lama.
"Ya Perpres kenaikan iuran itu dibatalkan maka kembali ke perpres yang lama yaitu tidak ada kenaikan," tambahnya.
Disinggung soal alasan melakukan uji materi ini, pria yang berprofesi sebagai advokat itu mengaku hanya memiliki alasan yang sederhana, yaitu situasi ekonomi yang belum baik dapat memberatkan masyarakat.
"Alasannya sederhana, situasi ekonomi kan belum bagus, pendapatan masyarakat kan tidak tinggi, kalau kenaikan 100 persen itu kan logikanya tidak tepat, itu yang pertama," katanya.
Alasan kedua ialah manfaat apa yang didapat oleh masyarakat seiring dengan kenaikan iuran BPJS hingga 100 persen itu. Sebab menurutnya, manfaat kenaikan iuran dianggapnya tidak akan berpengaruh banyak terhadap pelayanan kesehatan yang didapat oleh masyarakat.
"Apa yang didapatkan manfaat oleh masyarakat oleh peserta BPJS, kalau itu dinaikkan 100 persen. Layanan meningkat katanya, meningkat apa, ga ada pelayanan ya tetap saja, rumah sakit ya rumah sakit ngunu iku (seperti itu). Kecuali akan dihapus rujukan berjenjang, jadi kalau sakit ga perlu ke puskesmas, itu baru peningkatan, kalau ga kan sama saja," tegasnya.
Dia menganggap salah logika yang dipakai presiden untuk menaikan iuran BPJS. Perhitungan membuat BPJS yang diharapkan akan menjadikan untung pemerintah, justru membuat tekor atau merugi. Karena merugi itu, masyarakat yang disuruh pemerintah untuk menanggungnya.
"Jadi logika yang dipakai presiden ini kan logika yang salah, dia ini kan salah perhitungan bikin BPJS. Alih-alih supaya dapat untung tapi malah bikin tekor. Karena tekor rakyat yang disuruh menanggung jadi dinaikkan, yang kita inginkan bubarkan saja BPJS itu, sebab apa BPJS itu salah perhitungannya," ujarnya.
Dia menyarankan, dalam kasus seperti ini harusnya yang ditanggung oleh negara itu hanya orang miskin. Konsepnya, orang miskin yang tidak mampu dibayari oleh pemerintah daerah.
"Balik seperti Jamkesda dulu, jadi kalau ada orang miskin tidak mampu baru dibayari sama Pemda. Sekarang ini kan salah, orang mampu semua kalau sakitnya abot (berat) baru ikut BPJS. Bubarkan saja mestinya, karena keluhan masyarakat itu tidak hanya bagi orang biasa, pekerja pun banyak mengeluh dulu perusahaan itu kerjasama dengan asuransi swasta lebih bagus, tiba2 dipaksa ikut BPJS semua tambah amburadul kayak itu," katanya.
Dia memastikan, akan mendaftarkan gugatan uji materi Perpres no 75 tahun 2019 tersebut ke Pengadilan Negeri Surabaya pada Jumat besok. "Berkas sudah kita siapkan semua. Besok kita daftarkan ke PN," tambahnya.
Baca juga:
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berbarengan dengan Cukai Rokok Bakal Gerus Daya Beli
Jangan Sampai Nunggak, Ini 4 Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan
Sri Mulyani Siapkan Dana Talangan BPJS Kesehatan Rp14 Triliun
Kenaikan UMP dan Iuran BPJS Kesehatan Tambah Beban Pengusaha
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dikhawatirkan Bikin Tunggakan Membengkak
Kemenkeu Sebut Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan Sudah Sesuai Perhitungan