PLN absen bayar dividen agar rakyat tak hidup pakai petromak
"Ya itu (utang) untuk membangun listrik. Kalau tidak dibangun pembangkit baru, tidak ada listrik, masak pakai petromak."
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membenarkan belum bisa menyetor dividen ke kas negara untuk APBN 2014, akibat kerugian tahun lalu sebesar Rp 29,4 triliun. Akan tetapi, itu disebabkan karena upaya PLN membangun infrastruktur energi, terutama pembangkit.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji menyatakan, penyebab kerugian terbesar adalah utang berbentuk valuta asing. Dia menegaskan, rugi ini adalah konsolidasian di neraca, bukan secara riil mempengaruhi perseroan.
"Ruginya cuma ada di laporan keuangan kok. Kan utang kita bertambah, itu tidak cash, itu tiba-tiba nambah karena dalam valas melemah kan, tiba-tiba bengkak, makanya rugi," ujarnya selepas rapat di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (25/4).
Nur menegaskan utang itu buat mengembangkan pembangkit listrik utama PLN sepanjang tahun lalu. Beberapa proyek yang paling menonjol adalah pembangkit di Aceh bertenaga 2X200 mega watt (MW), yang menelan anggaran USD 200 juta. Selain itu, pembangunan PLTA di Sumedang berkapasitas 2X55 MW, dengan perkiraan anggaran USD 100 juta.
Belanja investasi PLN sebesar Rp 64,9 triliun itu meningkat 28,26 persen dari estimasi realisasi investasi 2012. Dua tahun lalu, perusahaan pelat merah itu membelanjakan Rp 50,6 triliun.
Karena utang itu jelas peruntukannya, Nur yakin pemerintah menerima sikap perseroan tak membagikan dividen. "Ya itu (utang) kan untuk membangun listrik. Kalau tidak dibangun pembangkit baru, tidak ada listrik, masak pakai petromak lagi," cetusnya.
Utang dalam bentuk valas itu, kata Nur, paling banyak didapatkan asal Jepang, terutama dari JICA dan JBIC. Selain itu, ada pula pinjaman dari ADB, Bank Dunia, bank Prancis AFD, termasuk obligasi global. Wajar saja bila posisi neraca PLN rentan saban kali Rupiah melemah.
PLN mengaku tetap mengupayakan pinjaman dari sesama bank BUMN. Tapi itu masih tidak memadai buat membangun pembangkit listrik. "Kalau untuk bangun sendiri bank BUMN belum cukup," kata Nur.
Utang jangka panjang PLN hingga akhir 2013 mencapai Rp 220 triliun (unaudited). Adapun total utang perseroan mencapai Rp 466 triliun per 31 desember 2013 (unaudited). Dengan kerugian non-cash akibat valas ini, ekuitas perusahaan pemonopoli bisnis listrik itu turut anjlok menjadi Rp 138 triliun.