Populasi orang obesitas membengkak, keuangan China terancam
China ditengarai memiliki sebanyak 300 juta orang gemuk berlebihan atau obesitas, terbesar di dunia.
China ditengarai memiliki sebanyak 300 juta orang gemuk berlebihan atau obesitas. Dua kali lipat ketimbang Amerika Serikat yang hanya 160 juta orang.
Alhasil, populasi orang obesitas di China menjadi terbesar di dunia. Implikasinya, biaya kesehatan bisa membengkak seiring membesarnya risiko penduduk China terserang berbagai penyakit disebabkan obesitas.
-
Kenapa Jakarta semakin macet? Kemacetan di Jakarta dari waktu ke waktu semakin parah. Hingga kini, macet menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah provinsi DKI.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Apa yang ditemukan di China selatan? Sebuah fosil buaya yang telah punah ditemukan dengan kondisi terpenggal di China selatan.
-
Kapan Ayam Kodok menjadi makanan khas Jakarta? Menurut kisah, menu ini sudah ratusan tahun digemari warga ibu kota, bersamaan dengan kuliner legendaris lainnya yakni ikan gabus pucung dan sup daging sapi.
-
Kenapa sebagian Tembok Besar China mengalami kerusakan? Namun, hal ini bergantung pada komposisi biocrust dan iklim di wilayah tempat sampel diambil.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
Ujungnya, keuangan Negeri Tirai Bambu itu terancam terkikis.
Pertumbuhan ekonomi ditambah kebijakan satu anak dituding menjadi biang keladi pembesaran populasi penduduk obesitas China.
"Anak-anak China yang diasuh kakek-neneknya dua kali lebih gemuk ketimbang anak yang diasuh langsung oleh orang tuanya," Demikian hasil studi Universitas Birmingham 2015, seperti diberitakan Nikkei, kemarin.
Studi itu digelar di sekolah dasar, selatan Provinsi Guangdong. Tak ada data spesifik ditampilkan untuk menguatkan temuan tersebut.
Hanya saja, data indeks massa tubuh (IBM) dikeluarkan Institute for Health Metrics and Evaluation Universitas Washington menunjukkan anak-anak China lebih cepat obesitas ketimbang Jepang.
Sebagai ilustrasi, pada 2013, sebanyak 18,5 persen anak-anak China usia 2-9 tahun mengalami obesitas. Bandingkan dengan Jepang hanya 13,9 persen.
Padahal, sepuluh tahun sebelumnya, China hanya 13,9 persen. Sementara Jepang 16,4 persen.
Ini wajar terjadi jika melihat pertumbuhan ekonomi China.
Satu dekade lalu, produk domestik bruto per kapita atau pendapatan rata-rata masyarakat China hanya sebesar USD 1.000. Ini memaksa mereka untuk berhemat, termasuk dalam urusan makan.
Perlahan, GDP perkapita China meningkat hingga menjadi sebesar USD 8 ribu pada 2015. Eksesnya, masyarakat China jadi gemar mengonsumsi makanan berkabohidrat berlebihan dan berujung obesitas.
Celakanya, orang obesitas rentan terpapar berbagai penyakit. Jika sudah begini, pemerintah China terpaksa kudu menambah anggaran program kesehatan masyarakat yang digulirkan sejak 2000.
Berdasarkan data NLI Research Institute Jepang, pada 2014, ongkos jaminan sosial harus ditanggung China mencapai 2,62 triliun yuan atau setara USD 398 miliar. Itu sekitar 17,2 persen total belanja pemerintah pusat dan daerah.
(mdk/yud)