Prevalensi Merokok di Indonesia Terus Turun Hingga 2022, Cek Data Lengkapnya di Sini
Berdasarkan data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi perokok pada usia sama atau lebih dari 15 tahun pada 2022 sebesar 28,26 persen, atau turun 70 bps dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 28,96 persen.
Prevalensi merokok di Indonesia terus menurun hingga 2022. Pada kelompok perokok anak, penurunan bahkan telah terjadi selama lima tahun berturut-turut.
Berdasarkan data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi perokok pada usia sama atau lebih dari 15 tahun pada 2022 sebesar 28,26 persen, atau turun 70 bps dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 28,96 persen.
-
Bagaimana dampak cukai rokok terhadap industri hasil tembakau? "Kita dibatasi produksinya, tapi di lain pihak rokok ilegalnya meningkat. Kalau rokok ilegal menurut informasi dari kawan-kawan Kementerian Keuangan, itu hampir 7 persen. Kalau itu ditambahkan kepada produksi yang ada, pasti akan tidak turun," tuturnya.
-
Bagaimana Mendag memastikan pasokan tembakau dan cengkih untuk industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Bagaimana Djarum berhasil menjadi perusahaan raksasa di industri rokok? Tiga tahun berikutnya, Djarum berinovasi dengan meluncurkan Djarum Filter, merek rokok pertama yang diproduksi secara mekanis. Kesuksesan ini menjadi pijakan untuk diperkenalkannya Djarum Super pada tahun 1981. Saat ini, Djarum bukan hanya menjadi perusahaan raksasa, tetapi juga menjadi pilar industri rokok dengan lebih dari 75 ribu karyawan yang berdedikasi.
-
Apa yang ditemukan di Kawasan Industri Batang? Pada tahun 2019, seorang arkeolog asal Prancis bernama Veronique de Groot menemukan sebuah situs diduga candi di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang di Desa Sawangan, Kecamatan Gringsing, Batang.
-
Dimana industri rotan di Cirebon berlokasi? Deretan produk rotan berbentuk kursi kuda, miniatur sepeda, tudung saji sampai ayunan anak menghiasi toko-toko di sepanjang jalan Desa Tegal Wangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.
-
Bagaimana rokok merusak paru-paru? Akumulasi zat-zat berbahaya dari asap rokok dalam jangka panjang menyebabkan iritasi dan peradangan kronis pada paru-paru, mengurangi kemampuan organ ini untuk bekerja dengan optimal.
Sementara prevalensi perokok anak, atau usia sama atau di bawah 18 tahun, sebesar 3,44 persen. Angka ini menurun 25 bps dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,69 persen. Angka ini juga memperkuat tren penurunan prevalensi perokok anak yang telah terjadi sejak 2018 yaitu sebesar 9,65 persen, kemudian 2019 sebesar 3,87 persen, dan 2020 sebesar 3,81 persen.
Selain berbagai kampanye preventif dan promotif dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan implementasi regulasi pengendalian tembakau yang ketat mengatur berbagai kegiatan produk rokok serta melarang jual beli rokok untuk anak dibawah 18 tahun, capaian penurunan prevalensi merokok juga dapat diatributkan pada kenaikan rata-rata CHT (Cukai Hasil Tembakau) yang terjadi setiap tahun.
Cukai merupakan salah satu bentuk pengendalian konsumsi barang yang memiliki eksternalitas negatif, sehingga konsumsinya perlu dibatasi.
Sejak 2018 sampai 2022, pemerintah tercatat sudah mengerek rata-rata CHT hingga 57 persen. Sementara tahun depan, pemerintah telah mengumumkan kenaikan rata-rata CHT sebesar 10 persen. Angka tersebut dipasang untuk memenuhi target penerimaan CHT 2023 senilai Rp232,6 triliun, atau meningkat 10,8 persen dari proyeksi pendapatan CHT pada 2022 senilai Rp209,9 triliun.
Sampai November 2022, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau tercatat senilai Rp186,2 triliun, nilai ini baru mencapai 89 persen target penerimaan CHT tahun ini. Meski demikian, capaian tersebut telah mencatat pertumbuhan 15,54 persen (yoy) dibandingkan realisasi penerimaan CHT pada November 2021 senilai Rp161,9 triliun.
Penghimpunan Data
Penghimpunan data yang berbeda dari kementerian/lembaga pelat merah seringkali menimbulkan kebingungan di publik. Situasi yang umum disebut diskrepansi ini juga celakanya memiliki potensi menghambat implementasi kebijakan-kebijakan strategis pemerintah. Multitafsir terhadap data yang berbeda-beda disebut akan memicu perumusan kebijakan yang tidak efektif.
Diskrepansi data kesehatan, misalnya, terjadi dalam ketidakselarasan data prevalensi perokok anak antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan setiap tahun oleh BPS menunjukkan adanya tren penurunan prevalensi perokok anak selama empat tahun terakhir, atau sejak integrasi dengan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dicatat Kemenkes.
Sebaliknya, Kemenkes melulu menyebut prevalensi perokok anak meningkat dengan mengacu Riskesdas, dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.
Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS, Ahmad Avenzora menjelaskan mengapa hasil pendataan beda lembaga ini bisa memberikan hasil yang berbeda. Faktor-faktornya mulai dari metode, cakupan survei sampai waktu pengambilan data.
“Salah satu perbedaan terjadi karena cakupan jenis produk yang berbeda. Riskesdas turut mencakup produk selain rokok seperti shisa. Sementara dalam Susenas, BPS hanya menghitung rokok. Selain terkait cakupan, waktu survei juga bisa saja memengaruhi perbedaan angka tersebut,” ungkap Ahmad, seperti ditulis Rabu (30/11/2022).
Ahmad menambahkan perbedaan pendekatan ini pula yang menyebabkan hasil pendataan yang berbeda. Apalagi Susenas dilakukan setiap tahun, sementara Riskesdas dilakukan setiap lima tahun, dimana terakhir dilakukan pada 2018 dan akan dilakukan kembali pada 2023.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)