Puluhan Triliun Lenyap, Konglomerat Ini Tidak Lagi Jadi Orang Terkaya di Indonesia
Di tahun 2021, dia memiliki kekayaan bersih sebesar USD3,2 miliar atau setara Rp49 triliun.
Mengutip Forbes, merosotnya kekayaan Ng diiringi nilai sahamnya yang anjlok 63 persen.
Puluhan Triliun Lenyap, Konglomerat Ini Tidak Lagi Jadi Orang Terkaya di Indonesia
Puluhan Triliun Lenyap, Konglomerat Ini Tidak Lagi Jadi Orang Terkaya di Indonesia
Dua tahun lalu, Bank Jago memiliki pamor gemilang sebagai pelopor bank digital terkemuka di Indonesia.
Saham Bank Jago bahkan melesat tajam dan menjadikannya sebagai bank keempat paling bernilai di Indonesia dengan kapitalisasi pasar sebesar USD14 miliar.
- Ini Sumber Kekayaan Prajogo Pangestu, Orang Terkaya di Indonesia dengan Harta Rp751 Triliun
- Jadi Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia, Rahasia Konglomerat ini Bisa Sukses Kaya Raya Terbongkar
- Kemenkeu: Utang Pemerintah Rp7.870 Triliun Tak Ditanggung per Kepala Penduduk
- Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.079 Triliun
Jerry Ng, pendiri Bank Jago, memiliki visi bahwa bank ini dapat melayani sebagian besar penduduk yang tidak mempunyai rekening bank konvensional. Visi tersebut berjalan efektif hingga menarik banyak klien, seperti superapp GoTo di Indonesia dan GIC di Singapura.
Bank Jago berasal dari Bank Artos. Saham Bank tersebut diakusisi oleh Ng pada tahun 2019.
Pada tahun 2020, setelah bank tersebut dibubarkan, dan berganti nama menjadi Bank Jago. Dari momen ini , Ng debut dalam jajaran orang terkaya Indonesia.
Namun, euforia bank digital rupanya tidak bertahan lama. Tahun 2022, kekayaan bersih Ng, berdasarkan hampir seperempat kepemilikannya di bank, turun menjadi USD1,2 miliar atau Rp18,68 triliun.
Mengutip Forbes, merosotnya kekayaan Ng diiringi nilai sahamnya yang anjlok 63 persen. Sejak saat itu, bankir tersebut tidak lagi masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia.
"Untuk bank digital seperti (Bank) Jago, ada banyak permasalahan," kata Harry Su, kepala pasar modal ekuitas di Samuel Sekuritas yang berbasis di Jakarta.
merdeka.com
Harry Su mencatat bahwa untuk menarik nasabah, bank digital menawarkan suku bunga deposito 2-3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional.
“Mereka menderita karena biaya dana yang lebih tinggi, memburuknya kualitas pinjaman yang memerlukan peningkatan pencadangan, dan pertumbuhan pinjaman yang lebih lemah karena masalah kualitas aset.”
Selain Ng, beberapa taipan Indonesia juga bertaruh pada perbankan digital selama pandemi.
Saham Allo Bank Indonesia melonjak setelah raja ritel dan media, Chairul Tanjung mengakuisisi saham mayoritas pada tahun 2021 dan mengumumkan rencana digital yang ambisius. Saham bank tersebut kemudian anjlok 40 persen sejak tahun lalu.