Riset: Penerapan sistem GPN perlu dibenahi agar tak hambat industri pembayaran
Ada beberapa hal yang menurut kajian LPEM FEB UI masih perlu diperbaiki dalam penyelenggaraannya, agar kebijakan ini tidak lantas menghambat kinerja industri pembayaran di Indonesia, dan sekaligus memberikan keuntungan maksimal bagi nasabah.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) meluncurkan kajian mengenai karakteristik desain dan dampak penerapan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) terhadap industri pembayaran.
Kajian independen yang dilakukan selama enam bulan ini melibatkan enam ahli ekonomi, dan ini merupakan respons para pemerhati industri pembayaran di lingkup kampus UI terhadap Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/8/PBI/2017 tentang GPN. Terbitnya peraturan ini mewajibkan para pelaku industri pembayaran untuk mengintegrasikan sistem pembayaran ritel di Indonesia, dengan dampak langsung pada transaksi menggunakan kartu debit.
-
Kapan Gedung De Javasche Bank diresmikan? Gedung De Javasche Bank ini diresmikan pada 30 Juli 1907, disusul dua kantor cabang lainnya pada 15 Januari 1908 dan 3 Februari 1908.
-
Apa yang dilakukan Parsan saat Timnas Indonesia bertanding di GBK? Parsan, seorang pria asal Gombong, Jawa Tengah, selalu mengenakan kostum Gatotkaca saat menyaksikan pertandingan Timnas Indonesia.
-
Di mana Perpustakaan Bank Indonesia di Surabaya berada? Perpustakaan ini terletak di tengah kota, tepatnya di Jalan Taman Mayangkara, Kelurahan Darmo, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya.
-
Apa saja fungsi utama bank pemerintah di Indonesia? Bank pemerintah memiliki sejumlah fungsi penting dalam mengelola keuangan negara dan menyelenggarakan sistem keuangan. Berikut adalah beberapa fungsi utama bank pemerintah: 1. Manajemen Keuangan Publik Bank pemerintah bertanggung jawab untuk mengelola keuangan publik, termasuk penerimaan dan pengeluaran negara. Mereka memproses transaksi keuangan pemerintah, mengelola anggaran, dan memastikan keseimbangan keuangan yang sehat. 2. Penyediaan Layanan Perbankan untuk Pemerintah Bank pemerintah menyediakan layanan perbankan khusus untuk pemerintah. Ini termasuk penempatan dana pemerintah, pembiayaan proyek-proyek pembangunan, dan pelaksanaan transaksi keuangan pemerintah secara efisien. 3. Pelaksanaan Kebijakan Moneter Bank pemerintah seringkali menjadi pelaksana kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank sentral. Mereka dapat berpartisipasi dalam pengaturan suku bunga, kontrol uang beredar, dan kebijakan lainnya untuk mencapai tujuan stabilitas ekonomi. 4. Pembiayaan Pembangunan. Salah satu peran kunci bank pemerintah adalah memberikan pembiayaan untuk proyek-proyek pembangunan nasional. Mereka dapat memberikan pinjaman jangka panjang untuk mendukung sektor-sektor strategis seperti infrastruktur, energi, dan industri. 5. Dukungan terhadap Sektor-sektor Kunci. Bank pemerintah dapat memberikan dukungan finansial khusus untuk sektor-sektor yang dianggap strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat mencakup sektor pertanian, pendidikan, dan kesehatan. 6. Penyelenggaraan Program Pemerintah. Bank pemerintah dapat menjadi penyelenggara program-program pemerintah, seperti program bantuan sosial atau program kredit bagi sektor-sektor tertentu. 7. Pengelolaan Risiko Keuangan. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga keuangan yang besar, bank pemerintah juga berperan dalam mengelola risiko keuangan. Hal ini mencakup pemantauan dan penilaian risiko, serta penerapan strategi untuk mengurangi dampak risiko keuangan yang mungkin timbul. 8. Mendukung Kestabilan Sistem Keuangan. Bank pemerintah dapat berkontribusi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Mereka memiliki peran penting dalam menangani krisis keuangan dan memberikan dukungan finansial guna mencegah dampak yang lebih besar pada perekonomian.
-
Apa yang dilakukan Andika Perkasa di GBK? Andika Perkasa dan teman-temannya tampak sangat semangat dan mereka melakukan pemanasan untuk meregangkan otot sebelum berolahraga.
-
Di mana gedung Bank Indonesia Cirebon terletak? Jika melintasi Jalan Yos Sudarso nomor 5, Kota Cirebon, Anda akan mendapati sebuah gedung bergaya romawi kuno yang masih berdiri.
"Pada dasarnya kami menyambut baik penyelenggaraan GPN ini yang menandakan suatu kemajuan pada upaya pemerintah untuk lebih bergiat memindahkan sistem transaksi tunai menjadi non tunai. Namun, ada beberapa hal yang menurut kajian LPEM FEB UI masih perlu diperbaiki dalam penyelenggaraannya, agar kebijakan ini tidak lantas menghambat kinerja industri pembayaran di Indonesia, dan sekaligus memberikan keuntungan maksimal bagi nasabah," ujar Chaikal Nuryakin, salah satu peneliti LPEM FEB UI yang terlibat aktif dalam menyusun hasil kajian ini.
Hal yang disoroti pada hasil kajian ini termasuk dampak langsung (intended consequences) dan tidak langsung (unintended consequences) yang muncul dari penerapan skema tarif, mandat kepemilikan kartu debit GPN, dan pemrosesan melalui kelembagaan GPN.
Pertama, dari aspek tarif, GPN akan menurunkan biaya merchant discount rate atau MDR yang dibayarkan merchant secara agregat sebesar Rp 830 miliar atau 47 persen per tahun. Hal ini dinilai akan mendorong lebih banyak terjadinya transaksi non tunai. Namun di sisi lain, penurunan MDR berpotensi menggerus penerimaan bank hingga 77 persen (untuk bank issuer) dan 20 persen (untuk bank acquirer). Akibatnya, dorongan bagi bank issuer untuk berinovasi pada produk kartu debit dan bank acquirer untuk mengakusisi lebih banyak merchant terancam menurun.
Kedua, potensi inefisiensi biaya akibat nasabah yang diwajibkan untuk memiliki kartu debit berlogo GPN. Bagi bank issuer, pencetakan kartu baru akan memunculkan kemungkinan melonjaknya biaya operasional hingga Rp 585 miliar dalam empat tahun ke depan. Namun, semakin banyaknya kartu yang beredar belum dapat dilihat sebagai solusi efektif. Adanya kewajiban kepemilikan minimal satu kartu GPN untuk setiap nasabah akan berdampak pada terbitnya 22,5 juta kartu debit GPN yang tidak digunakan nasabah atau dormant karena tidak dianggap kompatibel, terutama untuk kebutuhan transaksi di luar negeri dan transaksi daring (e-commerce).
Sementara, yang tidak dapat dihindari adalah munculnya biaya administrasi yang akan dibebankan kepada nasabah untuk kepemilikan kartu tambahan tersebut. Diperkirakan secara total ada tambahan biaya administrasi yang akan timbul sebesar Rp 163 miliar per bulan, atau jika diakumulasikan menjadi Rp 1,96 triliun per tahun.
"Bagi nasabah yang melakukan perjalanan ke luar negeri ataupun pembelanjaan daring, penggunaan kartu berlogo GPN mungkin akan kurang menarik karena terbatasnya akses pembayaran jika dibandingkan dengan kartu berlogo internasional yang sudah mereka miliki. Hal ini perlu disikapi dengan baik, agar pencetakan kartu berlogo GPN tetap dapat digunakan secara maksimal oleh nasabah, dan bukan sekadar pemenuhan kewajiban atas kepemilikan minimal satu kartu berlogo GPN yang ditetapkan pemerintah," ujar Dono Iskandar, peneliti LPEM, anggota tim penyusun hasil kajian ini.
Aspek lain yang tidak kalah penting adalah pemrosesan transaksi. Desain GPN yang dibangun di atas empat lembaga switching domestik yang berbeda dinilai menghambat optimalisasi sistem pembayaran karena mendesak kebutuhan interoperabilitas dan interkoneksi. Padahal, switching merupakan industri dengan fixed cost yang besar sehingga memerlukan skala ekonomi yang optimal untuk dapat beroperasi dengan efisien. Studi kasus di negara-negara lain menunjukkan bahwa negara perlu menggelontorkan biaya investasi hingga Rp 675 miliar untuk membuat sistem pembayaran nasional seperti GPN.
Selain itu, kewajiban bagi seluruh pemrosesan transaksi domestik untuk melalui infrastruktur GPN juga dilihat akan mendistorsi kompetisi. LPEM menilai tujuan kedaulatan data dan kepentingan nasional sudah tercapai, mengingat BI telah memberlakukan kewajiban pemrosesan transaksi domestik untuk menggunakan infrastruktur dalam negeri.
Pemrosesan melalui lembaga switching domestik juga dikhawatirkan meningkatkan potensi terjadinya fraud, hacking, dan disrupsi terhadap infrastrukttur GPN, mengingat kebanyakan lembaga switching tersebut sebelumnya hanya merupakan penyelenggara jasa switching untuk jaringan ATM. Isu keamanan bertransaksi bagi nasabah saat ini masih menjadi salah satu kekhawatiran utama dan sekaligus pekerjaan rumah bagi ragam layanan keuangan di Indonesia. Cermat memilih lembaga yang diberikan mandat mengelola switching menjadi salah satu poin utama yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Menimbang hal-hal tersebut, LPEM merekomendasikan sejumlah kebijakan untuk meningkatkan optimalisasi sistem pembayaran di bawah GPN. Pertama, konsolidasi perusahaan switching domestik menjadi satu entitas yang dimiliki bersama oleh perbankan nasional. Hal ini bertujuan untuk mempermudah interoperabilitas dan interkoneksi, mendukung pengembangan inovasi, dan menjaga keberlanjutan industri sistem pembayaran.
Kedua, pemberlakuan kebijakan opt out kepemilikan kartu berlogo GPN bagi nasabah yang tidak memerlukannya dalam rangka mengeliminasi inefisiensi dari kartu dormant dan biaya administrasi berlebih. Kebijakan ini diperkirakan dapat menurunkan biaya administrasi sebesar Rp40 miliar per bulan atau Rp480 miliar per tahun. Terkait instrumentasi, LPEM juga merekomendasikan agar penerapan GPN tidak hanya berbasis kartu tapi juga berbasis peladen (server) sesuai perkembangan teknologi.
"Kami menilai perlu adanya peninjauan ulang terhadap kewajiban pemrosesan seluruh transaksi domestik melalui GPN. Penerapan GPN akan membawa berbagai dampak positif bagi sistem pembayaran di Indonesia namun belum optimal dari segi efisiensi, perlindungan konsumen, dan kompetisi, serta tidak sejalan dengan praktik internasional," tutup Ashintya Damayati, anggota tim penyusun hasil kajian ini.
Baca juga:
OJK soal kartu GPN: Cita-cita sejak 15 tahun yang lalu sudah terwujud
Per Mei, 400.000 kartu debit sudah berlogo GPN
Per April 2018, BNI terbitkan 1.000 kartu berlogo GPN
BNI siapkan 3 juta kartu berlogo GPN tahun ini