Rupiah Pernah Hiperinflasi Saat Lengsernya Soekarno, Distabilkan oleh Soeharto
Sebelum Venezuela dan Zimbabwe mengalami hiperinflasi saat ini, Indonesia sudah terlebih dahulu mengalami hiperinflasi sebesar 635 persen di tahun 1963-1965.
Rupiah Pernah Hiperinflasi Saat Lengsernya Soekarno, Distabilkan oleh Soeharto
Mata uang negara Venezuela, dan Zimbabwe mengalami depresiasi sangat dalam terhadap nilai tukarnya dengan dolar Amerika Serikat. Mata uang kedua negara ini bahkan menjadi mata uang paling tidak berharga di dunia.
Kondisi ini disebabkan hiperinflasi pada negara tersebut yang mengakibatkan nilai tukar mata uang domestik terhadap dolar Amerika Serikat, terlampau tinggi.
Namun, sebelum Venezuela dan Zimbabwe mengalami hiperinflasi saat ini, Indonesia sudah terlebih dahulu mengalami hiperinflasi sebesar 635 persen di tahun 1963-1965.
Youtube Data Fakta
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Apa yang membuat Pejuang Rupiah istimewa? "Makin keras kamu bekerja untuk sesuatu, makin besar perasaanmu ketika kamu mencapainya."
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
-
Apa manfaat utama dari Redenominasi Rupiah untuk mata uang Indonesia? Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan manfaat utama dari redenominasi rupiah adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang negara lain.
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Siapa yang memimpin rencana redenominasi rupiah di Indonesia? Rencana penyederhanaan mata uang telah digulirkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
Di awal kemerdekaan Indonesia, sistem nilai tukar rupiah yang diterapkan yaitu kurs tetap.
Artinya, sebuah negara harus ada cadangan devisa yang terkontrol. Akan tetapi sebagai negara baru Indonesia hanya punya sedikit cadangan devisa.
Ekonomi Indonesia kemudian diperburuk saat bergulirnya agresi militer Belanda II.
Di saat itu, pemerintah mencetak uang lebih banyak karena itu nilai tukar Oeang Republik Indonesia atau ORI menjadi lebih mahal, dan betimbas terhadap berkurangnya devisa.
Pada 7 Maret 1946, pemerintah mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 29,12 persen, dari Rp1,88 per USD1 menjadi Rp2,65 per USD1.
Daya tukar ORI terhadap dolar Amerika Serikat terus anjlok. Mau tidak mau, pemerintah menarik ORI dari peredarannya dan menggantinya dengan rupiah. Pada September 1949 nilai tukar rupiah yaitu Rp3,8 per USD1. Akan tetapi kondisi tersebut tidak lama. Sebagai negara baru, dan masih semrawut, anggaran terus defisit, devisa terus berkurang. Akhirnya, pada tahun 1952 pemerintah mengambil kebijakan dengan mendevaluasi kembali nilai tukar dari Rp3,80 per USD1 menjadi Rp11,40 per USD1.
Pemerintah terus mengotak-atik sistem yang dianggap dapat membantu ekonomi Indonesia. Hingga pada 20 Juni tahun 1957 pemerintah menerapkan nilai tukar dengan sistem mengembang untuk pelaku ekonomi tertentu. Sistem mengambang ini meminimalisir peran pemerintah dalam menentukan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing. Yang menentukan harga itu adalah kebutuhan pasar melalui mekanisme permintaan dan penawaran. Akan tetapi perlu diingat bahwa sistem mengambang ini hanya berlaku di beberapa sektor, secara umum Indonesia masih menerapkan nilai tukar terhadap sistem kurs tetap.Di tahun 1963 hingga Soekarno lengser sebagai Presiden tahun 1965, Indonesia mengalami hiperinflasi sebesar 635 persen dengan nilai tukar rupiah saat itu berkisar Rp11 per USD1.
Jika dilihat saat ini, angka tersebut amat kecil, namun di tengah perekonomian Indonesia saat itu, nilai tersebut cukup membuat Indonesia kelimpungan.
Soeharto kemudian tampil menggantikan Soekarno sebagai presiden. Dia mampu menstabilkan perekonomian dengan memangkas angka inflasi dari 635 persen di tahun 1965 menjadi 9,90 persen di tahun 1969.
- Cak Imin: Kedatangan Pengungsi Rohingya Disetop Dulu, Bawa Ketidakstabilan di Aceh
- Sri Mulyani Waspadai Dampak Perang dan Inflasi Bisa Ganggu Rantai Pasok Global
- Sosialisasi Soal Penangan Inflasi Hingga Stunting, Gubernur Kalsel Pimpin Rombongan Turun ke Desa
- Singgung Harga Sembako Naik, Sekjen Gerindra Serukan Prabowo Presiden
Soeharto menerapkan sistem kerja pembangunan nasional dengan istilah "Repelita" yaitu rencana pembangunan lima tahun. Ini dibuat agar fokus kerja pemerintah lebih terarah di berbagai sektor. Perekonomian era Soeharto juga sangat kental dengan pro asing.
Youtube Data Fakta
Namun, stabilitas rupiah tidak berumur panjang di era Soeharto. Sebab, inflasi Indonesia yang terbilang masih cukup tinggi tidak sebanding dengan mitra dagangnya. Akhirnya nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar dan tidak ada negara yang mau bermitra dengan Indonesia.
Akhirnya, Soeharto menerapkan sistem mengambang terkendali yang membuat pemerintah turun tangan kalau nilai tukar rupiah bergerak melebihi batas atas dan bawah. Sistem ini yang kemudian masih dianut oleh Indonesia hingga sekarang.