Sederet tokoh ternama Indonesia kritik kehadiran kereta cepat
China berhasil ambil hati pemerintah dalam menggarap megaproyek tersebut.
Proyek kereta cepat telah direstui pemerintah. China berhasil ambil hati pemerintah dalam menggarap megaproyek tersebut.
Awalnya, China dan Jepang berebut untuk mengerjakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Namun, Presiden Joko Widodo menolak proposal yang diajukan kedua negara tersebut. Apabila, pembangunan kereta cepat butuh jaminan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Siapa yang meminta tanda tangan Presiden Jokowi? Pasangan artis Vino G Bastian dan Marsha Timothy kerap disebut sebagai orang tua idaman. Pasalnya demi impian sang anak, Jizzy Pearl Bastian, pasangan orang tua ini rela melakukan segala cara.
-
Kapan Presiden Jokowi meresmikan Bandara Panua Pohuwato? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato di Provinsi Gorontalo.
-
Siapa saja yang bertemu dengan Presiden Jokowi? Sejumlah petinggi PT Vale Indonesia Tbk bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/8) pagi. Petinggi PT Vale yang datang ke Istana di antaranya Direktur PT Vale Indonesia Febriany Eddy, Chairman Vale Base Metal Global Mark Cutifani, dan Chief Sustainable and Corp Affair Vale Base Metal Emily Olson.
-
Kenapa sapi Presiden Jokowi di Blora mengamuk? Diketahui, sapi tersebut mengamuk saat warga berupaya menjatuhkannya untuk kemudian disembelih.
-
Siapa yang mengunjungi Presiden Jokowi di Indonesia? Presiden Jokowi menerima kunjungan kenegaraan dari pemimpin Gereja Katolik sekaligus Kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus, di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 4 September 2024.
Jepang menawarkan biaya investasi proyek kereta cepat Shinkansen E5 USD 6,223 miliar atau setara Rp 87 triliun. Sedangkan China menawarkan harga lebih murah untuk HST CRH380A sebesar USD 5,585 miliar atau sekitar Rp 78 triliun.
Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan mengungkapkan, Presiden Jokowi sepakat dengan usulan dari para menteri dan tim penilai, bahwa pembangunan HST ini tidak akan menggunakan APBN sedikit pun. Pasalnya, moda transportasi massal untuk Jakarta-Bandung masih ada, seperti kereta api.
"Karena saat ini sudah ada jalur eksisting kereta api. Jadi kalau mau buat kereta api yang modelnya beda ya biar aja dunia usaha yang bangun. Mau BUMN, (atau) BUMN patungan dengan siapa. Selama tidak menggunakan APBN baik langsung ataupun tidak langsung," tegasnya.
Kemudian, pemerintah China memutar otak dan merayu Menteri BUMN Rini Soemarno untuk menyetujui pembangunan megaproyek ini. Rayuan China berhasil dan membuat Menteri Rini menyetujui proposalnya.
"Ini semua adalah investasi dari badan usaha dengan berpartner dengan China. Jadi betul-betul tidak ada beban kepada pemerintah," ujar Menteri Rini.
Kendati demikian, pembangunan kereta cepat mendapat banyak kritikan. Menteri Rini dituding merayu Presiden Jokowi untuk menyetujui proyek tersebut.
Banyak tokoh yang menyayangkan langkah pemerintah bangun megaproyek kereta cepat. Berikut tokoh-tokohnya seperti dirangkum merdeka.com:
Baca juga:
Megawati nilai Indonesia belum butuh kereta cepat
Ketika Yusril bicara ekonomi dan kritik keras kebijakan Jokowi
Dugaan kepentingan bisnis properti di balik proyek kereta cepat
Ngototnya Menteri Rini dorong proyek kereta cepat patut dicurigai
Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim
Ekonom yang juga mantan menteri era Presiden Soeharto Emil Salim menyindir proyek kereta super cepat atau High Speed Train (HST) rute Jakarta-Bandung. Emil Salim menuding proyek yang diperebutkan Jepang dan China ini berbau politis.
Alasannya, proyek ini tidak ada dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
"Bangun kereta cepat tidak ada di Nota Keuangan. Di Bappenas juga tidak. Dari mana? Dari politik," ungkapnya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (31/8).
Emil melihat, kecenderungan pemerintah saat ini menginginkan kecepatan dan efektivitas sehingga birokrasi cenderung dikesampingkan. Ini sekadar memuluskan kepentingan politik.
"Penyakit sekarang, pencipta proyek tidak lagi andalkan birokrasi, tapi politik. Semakin banyak demand uang, semakin banyak keganjilan," tutup Emil.
Ketua MPR Zulkifli Hasan
Rencana proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung mendapat kritikan dari Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Zulkifli Hasan. Di sela-sela memberikan orasi ilmiah Dies Natalis Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Solo ke-57, Jumat (16/10), Zulkifli mempertanyakan parameter Presiden Joko Widodo soal keadilan sosial dikaitkan pembangunan akses transportasi.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini membandingkan dengan keputusan Presiden Joko Widodo terkait pembatalan proyek jembatan Selat Sunda karena alasan keadilan sosial, tetapi malah memilih membangun Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
"Pak Jokowi dulu membatalkan proyek Jembatan Selat Sunda sesaat setelah menjabat. Alasannya tidak sesuai dengan keadilan sosial. Saat ini pemerintah merancang pengadaan kereta api cepat Jakarta-Bandung, sementara daerah lain masih kesulitan akses transportasi. Ini letak keadilannya sosialnya di mana?" kata Zulkifli.
Alasan pemerintah menyatakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan kerjasama antara dua pihak swasta, sehingga harus disetujui. Namun, Zulkifli mengingatkan supaya Presiden Jokowi konsisten dengan ucapannya, dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada seluruh warga Indonesia.
"Sehingga asas-asas di dalam setiap sila di dalam Pancasila benar-benar bisa menjadi landasan dalam bernegara," ujar Zulkifli.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra
Kritik terhadap rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung terus mengalir. Padahal, Presiden Joko Widodo telah membentuk konsorsium BUMN pembangunan kereta cepat yang dipimpin oleh PT Wijaya Karya dan disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015.
Kritikan kali ini datang dari Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra. Melalui akun twitternya, Yusril menyoroti besarnya dana pembangunan kereta cepat. Dana yang dibutuhkan disebut mencapai USD 5 miliar atau sekitar Rp 70 hingga Rp 80 triliun.
"Pertanyaan tentang urgensi ini perlu dijelaskan karena biaya pembangunan kereta cepat itu biayanya 5 miliar dolar AS atau 78 triliun," kicau Yusril dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd, Jumat (23/10).
"Biaya itu bukan berasal dari pengalihan subsidi bbm melainkan setoran equity 25 persen konsorsium 4 BUMN senilai hampir 19 triliun," tambah pakar hukum tata negara itu.
Menurut Yusril, sisa dana atau sekitar sebesar 75 persen yang didapat dari utang China nantinya akan diberatkan pada empat konsorsium BUMN. Utang ini baru akan lunas dalam waktu 60 tahun.
"Sementara sisanya 75 persen berasal pinjaman dari China kepada 4 BUMN tersebut yang harus dilunasi selama 60 tahun."
Dalam pembangunan kereta cepat, konsorsium China dipercayakan kepada China Railways Construction Corporation Limited dan konsorsium BUMN digawangi oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan anggota PT KAI (Persero), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
Presiden kelima Megawati Soekarnoputri
Presiden kelima Megawati Soekarnoputri turut mengkritisi proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Megawati mengatakan saat ini Indonesia belum saatnya memiliki kereta cepat.
"Kereta cepat apa bener sudah waktunya? apa bener untuk keadilan?," kata Megawati saat menjadi pembicara bedah buku 'Revolusi Pancasila' karya Yudi Latif di JCC, Senayan, Jakarta, Selasa (27/10).
Menurut dia, pemerintah lebih tepat mendorong pembangunan infrastruktur di Indonesia Timur ketimbang ngotot percepat proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Megawati juga berencana mengusulkan pembatalan proyek tersebut ke Presiden Joko Widodo.
"Jangan kereta cepat dulu lah, kasih ke Timur, boleh dong usul. Ntar saya ngomong sama presiden, untuk apa coba (kereta cepat Jakarta-bandung)," tegas Megawati.
Seperti diketahui, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akhirnya disetujui Presiden Joko Widodo. Soal kereta cepat menimbulkan kontroversi lantaran Jokowi yang awalnya menolak, kemudian menyetujui proposal dari China dan bahkan mengeluarkan Perpres.
Menteri BUMN Rini Soemarno dituding menjadi pihak yang mendorong China untuk menggarap megaproyek tersebut.