Sektor Jasa Keuangan RI Terjaga di Tengah Ancaman Geopolitik Timur Tengah & Pelemahan Ekonomi Global
Mahendra menyampaikan, kondisi ini dipengaruhi oleh dinamika ekonomi yang beragam di negara-negara utama, seperti Amerika Serikat, Eropa dan China.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar mencatat bahwa stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia tetap terjaga dengan baik di tengah meningkatnya risiko geopolitik dan melemahnya perekonomian global.
Mahendra menyampaikan, kondisi ini dipengaruhi oleh dinamika ekonomi yang beragam di negara-negara utama, seperti Amerika Serikat, Eropa dan China, serta risiko-risiko eksternal yang terus berkembang.
- Ekonomi Global Masih Dihantui Ketidakpastian, Begini Dampaknya ke Sektor Jasa Keuangan RI
- Ketua OJK: Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil di Tengah Ketidakpastian Global
- Geopolitik Global Memanas, Bos OJK Klaim Kinerja Sektor Jasa Keuangan Tetap Stabil
- Jasa Marga Simpan Laba 2023 Sebesar Rp6,5 Triliun, Dananya Bakal Digunakan untuk Ini
"OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan terjaga baik di tengah meningkatnya risiko geopolitik dan melemahnya aktivitas perekonomian secara global," kata Mahendra dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB), Jumat (1/11).
Ia menjelaskan, ekonomi global saat ini menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat, perekonomian menunjukkan kinerja yang lebih baik dari ekspektasi, didukung oleh solidnya pasar tenaga kerja dan meningkatnya permintaan domestik.
Sementara di Eropa, aktivitas ekonomi mulai menunjukkan pemulihan yang ditandai oleh kenaikan penjualan ritel, meskipun sektor manufaktur masih berada dalam tekanan.
"Di Eropa aktivitas perekonomian mulai membaik yang terlihat dari naiknya penjualan ritel namun dari sisi manufaktur masih relatif tertekan," jelas Mahendra.
Sebaliknya, dia bilang ekonomi China pada triwulan ketiga terus melambat baik dari sisi permintaan maupun pasokan, sehingga pemerintah dan Bank Sentral Tiongkok terus mendorong berbagai stimulus untuk menggerakkan perekonomian.
"Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan ketiga masih menunjukkan perlambatan, baik dari sisi permintaan (demand) maupun pasokan sehingga mendorong pemerintah dan Bank Sentral terus mengeluarkan berbagai stimulus di Tiongkok," papar dia.
Risiko Geopolitik Global
Mahendra juga menyoroti risiko geopolitik global yang meningkat, yang menurutnya dapat menjadi tantangan serius bagi prospek ekonomi ke depan. Instabilitas di kawasan Timur Tengah, misalnya, telah menyebabkan lonjakan harga komoditas seperti emas yang sering dianggap sebagai aset aman (safe haven).
Menurutnya, situasi ini berdampak pada peningkatan premi risiko dan kenaikan imbal hasil (yield) secara global, yang pada gilirannya mendorong aliran modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Perkembangan tersebut menyebabkan premi risiko meningkat dan kenaikan yield secara global sehingga mendorong aliran modal keluar dari negara emarging dan negara berkembang termasuk Indonesia," terangnya.
Meski demikian, Mahendra menilai kinerja perekonomian dalam negeri masih stabil meski dihadapkan pada tantangan eksternal. Inflasi inti tetap terkendali, sementara neraca perdagangan masih mencatat surplus pada Juli 2024.
Namun, ia menekankan perlunya perhatian terhadap Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur yang masih berada di zona kontraksi serta pemulihan daya beli masyarakat yang berlangsung relatif lambat.
"Namun perlu dicermati purchasing manajer indeks atau PMI manufaktur yang masih berada di zona kontraksi serta pemulihan daya beli yang berlangsung relatif lambat," katanya.
OJK Cermati Sektor Jasa Keuangan
Di tengah proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang relatif stagnan dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah, serta perlambatan ekonomi China, OJK terus memantau perkembangan terkini dan dampaknya terhadap sektor jasa keuangan domestik.
Dia menyebut OJK telah melakukan penilaian menyeluruh terhadap sektor ini untuk memastikan ketahanan keuangan tetap terjaga.
"OJK terus mencermati perkembangan terkini dan dampak terhadap sektor jasa keuangan domestik serta melakukan power looking assement atas kinerja sektor jasa keuangan," beber Mahendra.
Selain itu, OJK telah meminta lembaga jasa keuangan untuk mewaspadai potensi risiko di masa depan dan menerapkan langkah mitigasi risiko yang diperlukan.
Dalam rangka memperkuat kerangka infrastruktur sektor jasa keuangan, OJK juga telah menerbitkan surat edaran mengenai pelaporan dan permintaan informasi debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Kebijakan ini mengatur penambahan kewajiban pelaporan dalam SLIK untuk memberikan informasi lebih komprehensif mengenai kondisi debitur, yang diharapkan dapat mendukung pengawasan dan stabilitas sektor jasa keuangan di Indonesia.
"Dalam rangka memperkuat kerangka pengaturan infrastrutur sektor jasa keuangan, OJK telah menerbitkan surat ederan OJK tentang pelaporan dan permintaan informasi debitur melalui sistem layanan informasi keuangan (SLIK) terkait penambahan pelapiran wajib SLIK sehingga diharapkan SLIK dapat memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi debitur," pungkas Mahendra.