Sempat Sakit dan Putus Sekolah, Pemuda Ini Nekat Bisnis Kopi dan Kini Tembus Pasar Dubai Hingga Prancis
Perjalanan hidup Slamet yang penuh rintangan menjadikannya sebagai salah satu sosok inspiratif, terutama bagi masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi.
Tidak semua orang mampu mengatasi keterbatasan ekonomi, kesehatan dan pendidikan untuk meraih kesuksesan. Namun, Slamet Wahyuni, pemuda dari Dusun Babadan II, Desa Paten, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini berhasil mengubah nasib dan kehidupannya.
Perjalanan hidup Slamet yang penuh rintangan menjadikannya sebagai salah satu sosok inspiratif, terutama bagi masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi. Berawal dari sakit-sakitan dan putus sekolah, kini dia menjadi pengusaha sukses dengan produk kopi "Babadan Merapi Coffee" yang tidak hanya populer di Indonesia, tetapi juga diekspor hingga ke Dubai, Prancis, dan Amerika Serikat.
-
Bagaimana kata-kata inspiratif pengusaha muda membantu dalam membangun bisnis? "Memulai perlu keberanian, membesarkan perlu ilmu. Itulah kuncinya dalam berbisnis."
-
Apa pesan utama yang ingin disampaikan oleh kata-kata inspiratif pengusaha muda? "Alasanku menjadi pebisnis karena mau membuka banyak lapangan kerja dan banyak bermanfaat buat orang lain."
-
Mengapa para pengusaha muda termotivasi dengan kata-kata inspiratif? "Kesempatan bisnis itu bagaikan sebuah bis, sekali berhenti akan ada bis lain yang menyusul." - Richard Bronson
-
Apa yang membuat kisah ini menjadi inspiratif? Kisah anak sopir berhasil lolos seleksi anggota Polri ini sontak mencuri perhatian publik.
-
Apa yang menginspirasi dari kisah bisnis pempek ini? Kisah bisnis istri polisi ini seketika menuai beragam tanggapan dari publik. Banyak apresiasi hingga dukungan yang dilayangkan bagi keduanya.
-
Bagaimana cara kata-kata inspiratif memotivasi seseorang? Kata-kata inspiratif singkat umumnya berupa kalimat sederhana. Namun di balik kalimat-kalimat sederhana itu, terdapat makna yang mendalam.
Keterbatasan modal tak menjadi penghalang bagi Slamet untuk memulai usaha. Awalnya, dia memulai dengan modal Rp0 dan hanya memproduksi empat bungkus kopi tanpa merek. Kopi tersebut kemudian dipromosikan melalui WhatsApp, rupanya respons dari teman-teman dan orang-orang di sekitar sangat positif.
Tidak sedikit yang tertarik mencoba produknya, dan permintaan pun mulai meningkat secara bertahap. Dari empat bungkus, dia mulai menerima pesanan puluhan hingga ratusan bungkus kopi dalam berbagai ukuran.
Pernah Sakit-Sakitan dan Putus Sekolah
Sejak kecil, Slamet harus menghadapi tantangan besar, termasuk masalah kesehatan yang mengakibatkan dirinya sempat putus sekolah. Saat itu, Slamet sering kali jatuh sakit. Kondisinya yang lemah ini memburuk selama hampir 12 tahun, mulai dari usia 7 tahun hingga akhirnya berangsur sembuh di usia 19 tahun .
Selama masa-masa sulit tersebut, dia bahkan harus meninggalkan sekolah formal dan menempuh pendidikan melalui jalur paket. Kesulitan ini tak hanya menantang kesehatan fisiknya, tetapi juga mempengaruhi finansial keluarganya.
Namun, tekadnya yang kuat untuk meraih pendidikan tetap tumbuh di tengah keterbatasan tersebut. Bahkan di saat dia kesulitan biaya untuk bensin ke sekolah, semangatnya tak pernah surut.
- Hari Anak Nasional 2024, Mengasah Bakat Seni dan Menggali Nilai Empati Sejak Dini
- Kisah Inspiratif Pengusaha Kue Tenteng Khas Malino, Bisnis Turun Temurun untuk Berdayakan Anak Putus Sekolah
- Perjalanan Hidup Anak Pemulung Hingga Punya 47 Cabang Kedai Cokelat, Gagal Berkali-kali tapi Tak Pernah Menyerah
- Sempat Putus Sekolah hingga Berjualan Rokok dan Koran, Mantan Panglima ABRI Ini Terkenal Jujur Bersahaja
Di sela-sela kesembuhannya, Slamet mulai belajar tentang kopi dan bertani di lereng Gunung Merapi. Pada akhirnya, dia menemukan harapan baru dalam bidang ini.
Budidaya Kopi di Lahan 2 Hektare
Slamet bahkan menceritakan bahwa dirinya tidak langsung berorientasi pada keuntungan besar. Dia fokus membangun pasar dan kepercayaan konsumen terlebih dahulu.
Berkat ketekunan dan konsistensinya dalam menjaga kualitas kopi, saat ini dia mampu menjual hingga 50 bungkus per bulan ke berbagai wilayah, termasuk pengiriman rutin ke luar pulau dan ke luar negeri. Kafe-kafe di daerah Magelang dan Yogyakarta juga mulai tertarik memasukkan Babadan Merapi Coffee dalam menu mereka.
Dengan lahan kopi Arabica seluas sekitar dua hektare di kaki Gunung Merapi, Slamet bersama keluarganya mulai serius mengelola kebun kopinya pada tahun 2019. Sebagai ketua kelompok tani, ayahnya mendorong pengembangan pertanian kopi Arabica di dusun tersebut. Namun, meski tumbuh besar di tengah kebun kopi, Slamet awalnya kurang memahami proses pengolahan kopi secara menyeluruh.
Beruntung, dukungan dari Dinas Pertanian dan penyuluhan dari pemerintah membuka wawasan Slamet tentang budidaya dan proses pascapanen yang berkualitas. Dia pun mengikuti berbagai pelatihan yang diajarkan, mulai dari tahap pembibitan, pemetikan buah yang sudah matang, hingga teknik pengolahan kopi pasca panen.
"Dua sumber ilmu terbaik adalah pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain yang sudah lebih dulu memahami seluk-beluk kopi,” ujar Slamet dalam tayangan YouTube Lempar Dadu, Jumat (1/11).
Proses Produksi Kopi
Proses produksi Babadan Merapi Coffee membutuhkan ketelatenan. Setelah biji kopi matang dipetik, buah kopi melewati proses penjemuran selama 20-30 hari di bawah sinar matahari.
Hal tersebut bertujuan untuk mengeringkan buah kopi agar siap untuk proses selanjutnya. Setelah kering, biji kopi disortir dengan cermat untuk memisahkan biji yang berkualitas baik dari biji yang tidak memenuhi standar.
Proses roasting dilakukan secara mandiri menggunakan mesin roasting khusus yang diimpor. Slamet menekankan bahwa semua proses ini bertujuan untuk menjaga cita rasa kopi Arabica Merapi yang dikenal memiliki karakter fruity dan sedikit asam yang khas.
Menjalankan usaha di daerah pegunungan tidaklah mudah. Salah satu kendala terbesar yang dihadapi Slamet adalah transportasi. Lokasi Babadan Merapi Coffee berada sekitar lima kilometer dari puncak Gunung Merapi, dan akses ke perkotaan membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Untuk mengirim pesanan keluar kota, saya harus turun sekitar 15 kilometer dari lereng gunung. Ini menyulitkan ketika ada permintaan dalam jumlah besar dan waktu yang mendesak,” jelasnya.
Selain itu, Slamet juga menghadapi tantangan dalam edukasi pasar mengenai kopi Arabica. Banyak masyarakat yang kurang familiar dengan cita rasa kopi Arabica yang lebih asam dibandingkan kopi Robusta yang umumnya lebih pahit.
Kendati demikian, dia tetap konsisten memberikan edukasi tentang berbagai jenis kopi, termasuk perbedaan antara Arabica, Robusta, Excelsa, dan Liberica. Berkat edukasi yang konsisten, konsumen mulai memahami bahwa kopi Arabica, meski berkarakter asam, memiliki rasa yang unik dan bernilai tinggi.
Keberhasilan Slamet tidak terlepas dari dukungan keluarga dan petani lokal di Dusun Babadan. Dia menjalin kerja sama erat dengan para petani kopi di sekitarnya.
Menurutnya, kesejahteraan para petani adalah salah satu prioritas utama. Dalam setiap musim panen, Slamet tidak pernah memonopoli hasil pertanian kopi.
Dia dan para petani bekerja sama dalam pembagian tugas. Para petani bertugas merawat dan memanen kopi, sedangkan Slamet bertanggung jawab untuk memasarkan dan menjual kopi tersebut.
Kerja sama yang baik ini menjadi kunci keberhasilan Babadan Merapi Coffee. Dengan demikian para petani tidak hanya mendapat penghasilan tetap, tetapi juga memperoleh penghasilan yang layak untuk hasil jerih payah mereka dalam merawat kopi Arabica berkualitas tinggi.
Babadan Merapi Coffee di Pasar Internasional
Berawal dari usaha kecil, kini Babadan Merapi Coffee telah merambah pasar internasional. Kopi produksi Slamet telah dikirim ke berbagai negara, termasuk Dubai, Prancis, dan Amerika Serikat. Tidak hanya itu, banyak wisatawan asing yang berkunjung ke kedai Babadan Merapi Coffee untuk menikmati kopi khas Merapi secara langsung.
Melalui media sosial, Slamet semakin gencar mempromosikan produknya. Strategi pemasaran online membantunya memperluas jangkauan konsumen, dari kalangan lokal hingga mancanegara. Menurutnya, konsumen yang telah mencoba kopi Babadan Merapi Coffee memberikan respon yang sangat positif, bahkan tidak sedikit yang menjadi pelanggan tetap.
Slamet menyadari bahwa keberhasilannya saat ini bukanlah alasan untuk berpuas diri. Dia memiliki prinsip untuk selalu rendah hati dalam menghadapi kesuksesan dan tetap bersemangat menghadapi tantangan.
"Tidak perlu terlalu bangga ketika penjualan tinggi dan tidak perlu kecewa saat penjualan turun. Yang terpenting adalah konsistensi dalam kualitas produk dan pelayanan," tegas Slamet.
Bagi Slamet, kopi bukan hanya sekadar bisnis, tetapi juga bentuk kontribusinya untuk meningkatkan perekonomian di daerahnya. Slamet berharap Babadan Merapi Coffee dapat menjadi ikon kopi lokal yang dikenal luas dan terus berkembang.
Reporter Magang: Thalita Dewanty