Sentilan pedas Jokowi soal ekonomi ke kepala daerah termasuk Ahok
Ahok paling banyak 'simpan' dana APBD.
Presiden Joko Widodo kemarin menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ke-VII Tim Pengendalian Inflasi Daerah tahun 2016 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (4/8). Selain Jokowi, acara ini juga dihadiri jajaran pejabat seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri ESDM Archandra Tahar, serta kepala daerah.
Dalam acara ini, Jokowi menjelaskan secara blak-blakan soal kondisi ekonomi Indonesia terkini. Bahkan, Jokowi menyentil kepala daerah, termasuk Ahok yang lamban dalam menggunakan atau mencairkan anggaran daerah, sehingga tidak membantu pertumbuhan ekonomi.
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 meningkat dibandingkan dengan kuartal I-2023? “Pertumbuhan ekonomi kita secara kuartal (q-to-q) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang ini sejalan dengan pola yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, yaitu pertumbuhan triwulan II selalu lebih tinggi dibandingkan di triwulan I,” terang Edy.
-
Mengapa Jokowi mendorong kerja sama ekonomi biru dengan India? "Potensi kerja sama tersebut bisa kita dorong menuju ekonomi biru, ketahanan pangan, konektivitas maritim dan sumber daya energi laut yang berkelanjutan,"
-
Bagaimana perubahan di industri otomotif Indonesia pada era Jokowi? Terjadi perubahan besar dalam kepemilikan usaha di industri otomotif Indonesia. Variabelnya banyak.Menariknya, merek otomotif China mulai masuk pada 2017 lewat Wuling dan DFSK. Disusul Hyundai (Korea) pada 2021.Yang terbaru, merek China kembali masuk pada 2022-2023: Chery, Neta, Great Wall Motor (GWM), dan lain-lain. Varialebel utama antara lain krisis moneter 1998, krisis industri keuangan 2008, dan sebagainya. Variabel ini cukup mengubah potret raja otomotif Indonesia di era Jokowi:Dari pengusaha ke kelompok usaha (konglomerasi).
-
Apa yang Airlangga Hartarto katakan tentang target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22 persen hingga 2045," kata Airlangga di Jakarta, Kamis (4/7).
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya? Jika dibandingkan dengan kuartal II-2022, ekonomi RI mengalami perlambatan. Sebab tahun lalu di periode yang sama, ekonomi mampu tumbuh 5,46 persen (yoy).
"Segera itu keluarkan anggaran APBD, seawal mungkin setiap tahunnya. Karena uang itu akan beredar dan akan menambah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota, dan provinsi," kata Jokowi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka waktu tiga bulan ke depan akan mengalami perbaikan. Sektor infrastruktur akan menjadi pendorong masuknya investasi dalam negeri, sehingga tercipta pertumbuhan.
"Saya melihat 2-3 bulan ekonomi sudah menggeliat, tapi memang belum kelihatan membaik betul. Jika ditarik ke belakang, Indonesia memang bukan terbaik tapi satu di antara yang terbaik di antara negara lainnya," ujar Darmin kemarin malam.
Darmin mengakui, perekonomian dunia masih belum stabil dan menemukan titik terang, bahkan International Moneter Funf (IMF) kerap kali merevisi pertumbuhan ekonomi global. "Kita hidup di masa ekonomi dunia belum ketemu jalan keluar, semua negara hadapi masalah, tiap tiga bulan IMF turunkan lagi (angka ekonomi dunia)," jelas Darmin.
Meski demikian, sentilan Jokowi tak berhenti di situ kepada kepala daerah.
Berikut uraiannya:
Kepala daerah jangan besar kepala
Presiden Joko Widodo menyindir semua kepala daerah agar tidak besar kepala saat daerah yang dipimpinnya memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sebab, pencapaian tersebut akan sia-sia bila angka inflasinya lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
Jokowi mencontohkan, di satu daerah tercatat angka inflasi sebesar 8,53 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen. Sementara di daerah lainnya angka pertumbuhan sebesar 4,9 persen dan inflasinya 3,53 persen.
"Pilih yang mana? pertumbuhan ekonomi 6 persen tapi inflasi 8,5 persen dengan pertumbuhan yang 4,9 persen tapi inflasi 3,53 persen? Pilih yang kedua. Jangan hanya melihat pertumbuhan ekonomi yang tinggi," kata Jokowi di Grand Sahid, Jakarta, Kamis (4/8).
Jokowi menceritakan, ada kepala daerah yang melapor ke pihaknya mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 9 persen, sayangnya pertumbuhan yang besar tersebut juga diikuti oleh angka inflasi yang tinggi.
"Inflasi tinggi rakyat tekor. Kalau pertumbuhan 9 persen inflasi 3 persen itu yang kita cari. Berarti rakyat belinya mudah sekali. Ini yang harus kita ketahui kenapa pertumbuhan dan inflasi penting. Hati-hati jangan bangga dulu terhadap pertumbuhan kalau tidak bisa kendalikan inflasi," pungkasnya.
Jalan rusak buat harga mahal
Presiden Joko Widodo menyentil Pemerintah Daerah (Pemda) yang hadir dalam Rapat Koordinasi VII Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) 2016 soal banyaknya infrastruktur jalan dan jembatan rusak. Presiden Jokowi meminta agar Pemda mendorong perbaikan beberapa infrastruktur jalan yang masih rusak.
"Apakah jalannya rusak, apakah jembatannya masih ada yang menggunakan kayu, itu kalau di Kabupaten/Kota bisa melakukan percepatan perbaikan, silakan. Kalau (kepala daerah) tidak mau (perbaiki), lapor ke kita, biar pemerintah pusat yang kerjakan," kata Presiden Jokowi di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (4/8).
Presiden mengatakan jalan rusak menjadi salah satu penyebab tingginya biaya logistik di Tanah Air. Imbasnya harga barang turut terkerek naik.
"Kalau masih ada jalan yang becek seperti itu, namanya harga jasa transportasi biayanya tinggi karena menghabiskan bahan bakar yang banyak," sambungnya.
Selain infrastruktur, mantan wali kota Solo ini, juga meminta kepada kepala daerah untuk memantau distribusi pasokan pangan di pasar. "Distribusi pasokan coba dilihat bener atau tidak bener. Harga kita contoh, kenapa bawang kita di Brebes harganya Rp 12.000 - Rp 14.000 tapi tiba di pasar sini sampai Rp 40.000 harganya. Ternyata bukan transportasi saja masalahnya, tapi juga di penyimpanan barang, di bongkar muat. Bimbing petani, ini juga perlu ada intervensi dari daerah," jelasnya.
Banyak yang lupa soal pertumbuhan ekonomi dan inflasi
Presiden Joko Widodo menekankan kepada pemerintah daerah (Pemda) akan pentingnya memonitor angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi agar tetap terjaga. Bahkan, Presiden Jokowi mengaku angka-angka tersebut sudah seperti menu sarapannya.
"Banyak orang lupa pentingnya dua hal tadi. Setiap hari, setiap pagi, makanan sehari-hari saya adalah melihat angka baik angka pertumbuhan ekonomi maupun inflasi," ujarnya di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (4/8).
Mantan Walikota Solo ini menyebut, saat ini dirinya bangga, perlahan mulai banyak Pemda sudah menyadari akan pentingnya menjaga inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, Presiden Jokowi meminta kepada seluruh Pemda wajib memiliki Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
"Setiap daerah harus memiliki TPID. Bagi daerah yang belum membentuk TPID, segera bentuk," tegas Presiden Jokowi.
Dana Pemda mengendap Rp 214 triliun
Presiden Joko Widodo meminta kepada seluruh pemerintah daerah untuk segera mengeluarkan dan menggunakan anggaran APBD yang masih mengendap. Sebab, dengan semakin cepatnya uang yang dikeluarkan dari APBD, akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
"Segera itu keluarkan anggaran APBD, seawal mungkin setiap tahunnya. Karena uang itu akan beredar dan akan menambah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota, dan provinsi," kata Jokowi dalam Rakornas TPID di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (4/8).
Mantan Walikota Solo ini menyebut, pada Mei 2016 lalu, uang mengendap yang ada di APBD kabupaten/kota dan provinsi secara keseluruhan masih ada sebesar Rp 246 triliun. Sedangkan pada Juni 2016, mengalami penurunan menjadi Rp 214 triliun.
"Uang Rp 264 triliun itu besar sekali. Kalau uang ini keluar semua, pertumbuhan ekonomi kita akan terdongkrak naik. Juni turun jadi Rp 214 triliun tapi masih di atas Rp 200 triliun, hati-hati bapak ibu Gubernur, Bupati maupun Walikota. Ini keterlambatan realisasi seperti ini jangan diteruskan. Stop. Harus segera dikeluarkan," jelasnya.
Selain itu, kata Jokowi, semakin cepatnya uang yang mengendap dikeluarkan oleh pemerintah daerah, maka akan sangat membantu daerah-daerah yang sangat lemah dalam sektor swasta.
"Tanpa uang ini dikeluarkan, dari mana uang beredar di daerah apalagi daerah yang tidak punya kekuatan di sektor swastanya akan lebih berat lagi. Jadi penting. Segera keluarkan, segera lelang uang di Mei Rp 246 triliun, dan Juni Rp 214 triliun. Juli saya belum dapat angkanya. Ini masalah yang berkaitan dengan APBD," pungkasnya.
Ahok paling banyak simpan APBD
Presiden Joko Widodo menyindir Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang masih lambat mencairkan atau menggunakan dana APBD. Padahal, penyerapan anggaran daerah sangat diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Pak Ahok, duitnya memang banyak tapi nyimpannya juga banyak. Masih ada 13,9 triliun. Ini harus dikeluarkan," ucap Jokowi dalam Rakornas TPID di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (4/8).
Menurut Jokowi, banyaknya dana daerah yang masih mengendap tak hanya terjadi di DKI Jakarta. Jokowi meminta kepada seluruh kepala daerah, tak hanya Ahok, untuk segera atau mempercepat pencairan dana APBD.
Berikut daftar Provinsi paling tinggi yang memiliki simpanan uang yang mengendap :
1. DKI Jakarta (Rp 13,9 triliun)
2. Jawa Barat (Rp 8 triliun)
3. Jawa Timur (Rp 3,95 triliun)
4. Riau (Rp 2,86 triliun)
5. Papua (Rp 2,6 triliun)
6. Jawa Tengah (Rp 2,46 triliun)
7. Kalimantan Timur (Rp 1,57 triliun)
8. Banten (Rp 1,5 triliun)
9. Bali (Rp 1,46 triliun)
10. Aceh (Rp 1,4 triliun).
Â
(mdk/idr)