Tegas, Bahlil Mau Harga Nikel, Batubara dan Timah Ditentukan Indonesia Bukan Asing
Setelah menghentikan ekspor bijih nikel, Indonesia berhasil membangun smelter, yang meningkatkan nilai ekspor nikel secara signifikan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan harga nikel, batubara dan timah harus ditentukan oleh Indonesia. Mengingat negara ini merupakan produsen utama komoditas tersebut.
Tak hanya itu, sebelum dieskpor, negara harus mendapatkan nilai tambah yang optimal demi perekonomian nasional.
- Menteri Bahlil Perintahkan Smelter Tambang Ganti Sumber Energi Pakai Panel Surya Mulai 2025
- Ambisi Luhut Ingin Bawa Indonesia Jadi Penentu Harga Nikel
- Alami Tren Penurunan Harga, Bos IBC Percaya Diri Permintaan Nikel Tetap Tinggi
- Indonesia Simpan Harta Karun 1,2 Juta Hektare Tambang Nikel, Di mana Lokasinya?
"Saya pastikan, untuk harga timah, harga batu bara, harga nikel ke depan harus ditentukan oleh Pemerintah Republik Indonesia," kata Bahlil dalam dalam Green Initiative Conference 2024 di Jakarta, Rabu, (25/9).
Menurutnya, Indonesia juga harus menjadi pemimpin dalam perekonomian regional, khususnya di ASEAN. Bahlil menyatakan Indonesia tidak boleh hanya menjadi pengikut. Melainkan harus menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di kawasan ini.
Setop Ekspor Nikel Mentah
Salah satu langkah strategis yang telah diambil yakni menghentikan ekspor bijih nikel atau ore nikel. Keputusan tersebut diambil untuk mendorong hilirisasi industri dan meningkatkan nilai tambah nikel di dalam negeri.
Langkah ini telah memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia. Setelah menghentikan ekspor bijih nikel, Indonesia berhasil membangun smelter, yang meningkatkan nilai ekspor nikel secara signifikan.
"Kita ini harus jadi lokomotif ASEAN, bukan follower ASEAN. Ini sama dengan ketika kita menyetop ekspor ore nickel. Kita menyetop ekspor ore nikel, nikel ini kan sekarang kan menjadi sebuah komoditas critical mineral," kata Bahlil seperti dilansir dari Antara.
Dia menyebutkan pada tahun 2017-2018, nilai ekspor nikel Indonesia hanya mencapai USD3,3 miliar. Namun, pada 2023-2024, nilai ekspor tersebut diperkirakan mencapai minimal USD40 miliar.
Bukti Kesuksesan Setop Ekspor Nikel
Dengan nilai ekspor yang mencapai USD40 miliar tersebut, Indonesia akan mendapatkan pemasukan sekitar Rp600 triliun, berdasarkan asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS. Ini juga menjadikan Indonesia sebagai eksportir terbesar industri hilirisasi nikel di dunia.
"Kita dibawa ke WTO (World Trade Organization), tapi apa yang terjadi begitu kita membangun smelter, nilai ekspor kita dari tahun 2017-2018, itu hanya USD3,3 miliar. Dan di 2023-2024, saya pastikan minimum USD40 miliar. Sekarang sudah 34 miliar dolar AS," tutur Bahlil.
Menurutnya, keberhasilan itu tidak hanya meningkatkan posisi Indonesia di pasar global, tetapi juga memperkuat reputasi negara ini di hadapan China, Eropa, dan Amerika. Dalam waktu kurang dari 5 tahun, Indonesia berhasil mengubah posisi strategisnya di pasar nikel global.
Ia menuturkan hilirisasi industri merupakan bagian penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Bahlil pun menekankan hilirisasi hanyalah salah satu langkah dalam rencana besar untuk meningkatkan perekonomian nasional.
Selain itu, Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Bahan baku dan energi baru tersedia dengan baik, dan biaya logistik pun telah menjadi lebih kompetitif.
Teknologi Masih Dikuasai Asing
Meski demikian, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam penguasaan teknologi dan pasar yang masih didominasi oleh pihak asing. Teknologi yang dibutuhkan dalam industri hilirisasi masih mahal, dan penguasaan pasar masih berada di luar kendali Indonesia.
Oleh karena itu, Bahlil menegaskan pentingnya Indonesia untuk mengambil kendali dalam penentuan harga komoditas strategis seperti nikel, batubara, dan timah. Pemerintah tidak ingin harga komoditas ini terus dikendalikan oleh negara lain.
"Harga batubara Australia dengan kita, itu Australia lebih mahal, padahal kita eksportir batubara terbesar di dunia. Ini lucu-lucu. Nah, saya pikir ini bagian-bagian yang harus kita perbaiki. Sekarang sudah bagus, tapi kita mau yang lebih bagus lagi dan karena itu harus ada kesadaran kolektif dan kesadaran bertahap," tutur Bahlil.
Dengan mengambil alih kendali harga komoditas, Bahlil percaya Indonesia akan lebih mampu mencapai tujuan ekonomi yang diinginkan, baik untuk pemerintah maupun masyarakatnya.
"Saya tidak mau negara ini diatur orang lain. Yang tahu tujuan negara ini adalah kita. Pemerintah dan rakyat bangsa Indonesia," kata Bahlil.