Temukan lagi beras impor bermasalah, kemenkeu sindir kemendag
Bea Cukai menemukan 800 ton beras yang seharusnya datang dari Thailand, malah datang dari Vietnam.
Saat impor 16.900 ton beras premium asal Vietnam belum lama jadi sorotan, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan menemukan kasus baru impor beras jenis khusus yang terindikasi melanggar izin. Kali ini, 800 ton beras yang seharusnya datang dari Thailand, malah datang dari Vietnam.
Menteri Keuangan Chatib Basri menegaskan anak buahnya di Bea Cukai tidak kecolongan. Justru, setelah beras diperiksa lebih ketat, ditemukan kasus baru. Impor bahan pangan pokok ini juga tak bisa disebut ilegal.
Menkeu menilai, praktik importir yang aneh itu lebih pas ditanyakan pada kementerian teknis terkait, yaitu Kementerian Perdagangan. "Kenapa yang datang bukan beras Thailand, tapi malah Vietnam, ini bukan wewenang Bea Cukai. Kita musti tahu sumbernya, lebih menyeluruh," ujarnya di Gudang Kargo Bea Cukai, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (7/2).
Direktur Jenderal Bea Cukai Agung Kuswandono memastikan, kasus baru yang mereka temukan pekan ini tak merugikan negara. Masalahnya, tiga importir yang mendatangkan beras khusus itu sudah membayar bea masuk, Rp 450 per kilo.
"Kita ketemu dua barang ini, dari izin awalnya betul. Apakah ada pelanggaran, kita belum tahu. Nanti mesti dicek sama rekomendasi," ucapnya.
Agung juga menolak untuk menduga ada permasalahan dalam proses Kementerian Perdagangan mengeluarkan izin importasi. Importir dipastikan melanggar jika terbukti oleh Balai Pemeriksaan Padi di Subang, Jawa Barat bahwa varian beras yang bermasalah itu memang dari Vietnam.
"Kita belum bisa simpulkan ada pelanggaran. Tapi beras khusus ini ada istilahnya pembatasan impor. Kita akan crosscheck ke perdagangan apakah ini sesuai. Kita ini hanya di hulu," kata Agung.
Seandainya nanti otoritas perdagangan mengatakan bahwa aksi tiga importir ini menyalahi kuota dan perizinan, maka beras wangi Vietnam itu akan ditahan oleh pabean.
Tiga importir yang tercatat bermasalah, yakni CV PS (mendatangkan 200 ton), CV KFI (400 ton), dan PT TML (200 ton). Dugaan pelanggarannya, importir mengajukan izin impor beras Thai Hom Mali dari Thailand dengan pos tarif 1006.30.40.00. Tetapi yang datang justru beras wangi Vietnam dengan pos tarif 1006.30.99.00.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan Bea Cukai Susiwijono meyakini ada pelanggaran. Sebab, antara realisasi barang dengan Surat Persetujuan Impor (SPI) dan laporan surveyor berbeda.
Sampel beras bermasalah ini tetap diuji lab supaya pihaknya lebih yakin memang ada pelanggaran. "Kan kita enggak bisa memastikan hanya dari karungnya saja," kata Susiwijono.
Ada pula indikasi jika pelanggaran ini terbukti, maka harga beras di pasaran bisa terdistorsi. Sebab, harga Thai Hom Mali USD 1.100 per ton, sedangkan beras wangi Vietnam yang didatangkan harga pasarannya USD 550 per ton.
Dirjen Bea Cukai menegaskan, risiko semacam itu tak menjadi wewenangnya. Lagi-lagi, karena Kemendag lebih tahu bagaimana sebetulnya tata niaga yang diharapkan dari importasi beras khusus itu.
"Intinya kalau ini ada izinnya, berarti tidak melanggar. Hanya kalau mendistorsi pasar karena harganya lebih murah, itu bukan domainnya bukan bea cukai," kata Agung.
Untuk tahun lalu, impor beras khusus sebesar 445.259 ton. Untuk Thai Hom Mali, pada 2013 rekomendasi dari Kementan dan Kemendag 22.843 ton.