Terkait akuisisi, PGN pasrahkan nasib pada pemerintah
"Kewenangan ada di pemerintah selaku pemegang saham," kata Direktur Utama PGN, Hendi Prio Santoso.
Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Hendi Prio Santoso mengaku belum mendapat perintah dari pemegang saham untuk menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membahas isu akuisisi. Dia menegaskan semua langkah yang ditempuh oleh PGN harus didasarkan pada hasil RUPS.
"Kita sebagai perusahaan terbuka, setiap aksi kita harus lewat mekanisme RUPS. Sementara kan pemegang saham kita belum mengamanahkan untuk menggelar RUPS," ujar Hendi di Graha PGN, Jakarta, Kamis (6/2),
Hendi mengatakan, pihaknya tidak dapat mengambil langkah apapun terkait isu akuisisi PGN oleh Pertamina. Dia menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada pemegang saham.
"Kita tidak bisa komentar (perihal akuisisi oleh PT Pertamina). Kewenangan ada di pemerintah selaku pemegang saham," kata dia.
Namun demikian, Hendi menerangkan pihaknya telah menjalankan kewajiban menyampaikan informasi terkait kondisi perusahaan kepada otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI). Selanjutnya, informasi tersebut juga telah disampaikan melalui keterbukaan informasi publik.
"Kita kan hanya supir, yang punya kewenangan tetap pemerintah. Tapi memang sampai sekarang belum ada mandat untuk RUPS dari pemerintah sebagai pemegang saham utama kami," pungkas Hendi.
Saat ini komposisi saham PGN ialah 57 persen milik pemerintah dan 43 persen milik publik. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan menyebut dapat membatalkan rencana tersebut jika pemilik saham publik PGN yang sebanyak 43 persen tidak menyetujui aksi korporasi tersebut.
"Ya dibatalkan. Tapi ini untuk kepentingan publik kita," ujar Dahlan.
Proses akhir merger ini tetap berada di tangan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan akan memutuskan nasib merger antara PT Pertagas, anak usaha Pertamina, dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) berdasarkan rekomendasi yang diberikan Menteri BUMN Dahlan Iskan.
"Jadi tidak sepenuhnya di sini (Kemenkeu)," kata Wakil Menteri Keuangan II Bambang Brodjonegoro di Jakarta.
Dia menuturkan pihaknya sejauh ini belum menerima rekomendasi dari Kementerian BUMN. Atas dasar itu, Bambang belum bisa mengungkapkan perihal kelanjutan merger tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, kantor berita Antara, Minggu (12/1) melansir salinan risalah rapat Dahlan Iskan dengan dewan direksi serta komisaris Pertamina. Risalah itu menyebut bahwa pemerintah setuju Pertagas mengakuisisi PGN.
Selanjutnya, pemerintah meminta secepatnya dibuat analisa dan kajian atas aksi korporasi tersebut.
Dalam risalah rapat tersebut, Komisaris Utama Pertamina Sugiharto mengatakan akuisisi ini tidak akan menimbulkan keberatan publik selaku pemegang saham minoritas PGN.
Komisaris Pertamina lainnya Mahmuddin Yasin memaparkan proses akuisisi diperkirakan memerlukan waktu selama 8 bulan, termasuk eksekusi 3,5 bulan. Skenarionya, perusahaan hasil penggabungan Pertagas dengan PGN akan menjadi anak perusahaan Pertamina.
Komposisi saham perusahaan hasil merger Pertagas-PGN adalah Pertamina memiliki sebesar 30 persen-38 persen sebagai hasil konversi 100 persen saham Pertamina di Pertagas. Lalu, pemerintah selaku pemegang 57 persen saham mayoritas PGN, bakal memiliki saham sebesar 36-40 persen.
Sementara, publik yang menguasai 43 persen saham minoritas PGN, akan memiliki 26 persen-30 persen saham di perusahaan hasil merger Pertagas-PGN tersebut.
Ditemui terpisah, Dahlan Iskan mengaku tidak tahu sama sekali mengenai persetujuan pemerintah atas rencana akuisisi tersebut. Dia membantah menggelar rapat terkait itu pada 7 Januari 2014 di Pertamina.