Ternyata, Ini Alasan di Balik Aturan Turis Asing Wajib Bayar Rp150.000 untuk Masuk Bali Berlaku Mulai Besok
Dengan pungutan wisman itu, Pemprov Bali memiliki ruang fiskal termasuk untuk membenahi daya tarik wisata, infrastruktur, jalan hingga promosi pariwisata.
Ketentuan ini merupakan pungutan wisatawan asing oleh pemerintah daerah pertama di Indonesia, setelah melalui perjalanan yang panjang.
Ternyata, Ini Alasan di Balik Aturan Turis Asing Wajib Bayar Rp150.000 untuk Masuk Bali Berlaku Mulai Besok
Ternyata, Ini Alasan di Balik Aturan Turis Asing Wajib Bayar Rp150.000 untuk Masuk Bali Berlaku Mulai Besok
Pemerintah Provinsi Bali secara resmi menarik pungutan wisatawan mancanegara (wisman) sebesar Rp150.000 per orang, mulai besok, 14 Februari 2024.
Ketentuan ini merupakan pungutan wisatawan asing oleh pemerintah daerah pertama di Indonesia, setelah melalui perjalanan yang panjang.
- Baru 40 Persen Wisman Bayar Pungutan, Dispar Bali Akan Lakukan Sidak di Obyek Wisata
- Turis Asing Masuk Bali Wajib Bayar Rp150.000 Mulai Besok, Ini Link dan Cara Membayarnya
- Pengusaha Khawatir Kebijakan Bali Pungut Rp150.000 ke Turis Asing Ditiru Provinsi Lain
- Turis Asing ke Bali Wajib Bayar Rp150 Ribu Mulai Februari 2024, Begini Mekanismenya
Setidaknya kebijakan itu bermula ketika ada Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kala itu, dalam UU tersebut dana perimbangan yang salah satunya dari dana bagi hasil, bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
Saat ini, UU itu sudah tidak berlaku dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dana bagi hasil dalam UU hasil revisi itu masuk dalam kategori transfer keuangan daerah yang intinya tak jauh berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni dana bagi hasil, terdiri dari pajak dan sumber daya alam.
Ada pun dana bagi hasil dari sumber daya alam, berasal dari kehutanan, perikanan, mineral dan batu bara, minyak bumi, dan gas bumi.
Untuk daerah yang memiliki sumber daya alam, tentunya dana bagi hasil yang sudah diatur dalam undang-undang diharapkan dapat menjadi landasan dalam upaya perlindungan, setelah potensi kekayaan alam daerah itu dieksplorasi.
Kondisi itu berbeda dengan Provinsi Bali yang tidak banyak memiliki sumber daya alam, seperti pertambangan, di antaranya minyak dan gas bumi, batu bara, mineral, serta panas bumi.
Pulau Dewata mayoritas ekonominya bergerak dari sektor pariwisata yang dihidupkan oleh pemandangan alam, budaya, adat, dan tradisi, dengan keunikan yang berbeda dari tujuan wisata lain di seluruh dunia.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Bali memiliki peran sentral bagi geliat Pariwisata tanah Air yang ditunjukkan dengan kunjungan turis mancanegara di Indonesia pada 2023 mencapai 9,5 juta orang, sebanyak 5,3 juta di antaranya berkunjung di Bali.
Bahkan, dari total sekitar USD 20 miliar pendapatan dari devisa pariwisata Indonesia per tahun, Bali berkontribusi sebesar 50 persen.
Upaya pemerintah daerah, wakil rakyatnya hingga sejumlah elemen masyarakat memperjuangkan hasil yang bisa dipetik dari kue pariwisata itu akhirnya terjawab setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali.
Pada pasal 8 UU itu, Pemerintah Daerah Provinsi Bali dapat memperoleh sumber pendanaan untuk perlindungan budaya dan lingkungan alam salah satunya dari pungutan wisatawan asing.
Dari UU itu, kemudian terbit aturan turunan di Bali yakni Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2023 tentang pungutan bagi wisatawan asing untuk perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali.
Kebudayaan dan lingkungan alam Bali yang sudah dinikmati dalam industri pariwisata, kini dapat dilindungi dengan lebih optimal melalui pendanaan berdikari dari pungutan wisman itu tanpa perlu berebut dengan pos belanja lain yang memiliki prioritas masing-masing di APBD.
Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya mengungkapkan Pemprov Bali memiliki keterbatasan fiskal di APBD Provinsi Bali dalam program perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali secara berkelanjutan.
Ada sejumlah program yang perlu digenjot di antaranya merestorasi warisan lontar, berbagai situs budaya, adat istiadat dan kesenian.
Kemudian menjaga lingkungan alam perlu lebih serius dalam mengatasi masalah sampah, penghijauan, pengendalian dan pemanfaatan tata ruang serta peningkatan kualitas pelayanan pariwisata Bali.
Dengan pungutan wisman itu, Pemprov Bali memiliki ruang fiskal termasuk untuk membenahi daya tarik wisata, infrastruktur, jalan hingga promosi pariwisata.