Ternyata Ini Penyebab Maraknya PHK Massal di Industri Tekstil
Sedikitnya 11.000 buruh di industri tekstil pada perusahan besar mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebut Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang terjadi di industri tekstil dalam beberapa waktu terakhir disebabkan oleh dua faktor. Yakni mesin produksi yang sudah memasuki usia tua dan biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan negara lain.
"Masalahnya ada dua mesinnya sudah tua yang kedua biaya ekonominya sudah tinggi dibandingkan negara-negara lain," ucap Bahlil, Senin (29/7).
- 250.000 Karyawan Tekstil Kena PHK dalam Dua Tahun
- Kini Banyak PHK, Ternyata Industri Tekstil di Solo Ini Pernah Pasok Seragam Militer 30 Negara
- Industri Tekstil Indonesia Merosot, Waspada PHK Massal Mengintai
- 11.000 Tenaga Kerja Industri Tekstil Kena PHK Gara-Gara Aturan Baru Kementerian Perdagangan
Secara spesifik, lanjut Bahlil, tingginya biaya produksi ini berbanding terbalik dengan produktivitas pekerja.
Kondisi ini mengakibatkan terganggunya keuangan perusahaan yang akhirnya terpaksa melakukan efisiensi.
"Nah ini juga terkait dengan produktivitas kerja kita, jadi sebenarnya kita ini harus mencari jalan tengah hak-hak buruh tetap kita perhatikan, tapi buruh juga harus memperhatikan keberlangsungan perusahaan. Kalo ini tutup yang rugi kita semua," ujarnya.
Meski demikian, terdapat sejumlah investor baru di sektor industri tekstil yang akan beroperasi dalam waktu dekat. Dia pun meminta media untuk berimbang dalam memberitakan persoalan PHK massal di industri tekstil di ini.
"Tapi jangan sedih karena ada yang pergi, ada yang datang. Contoh kemarin kita meresmikan pabrik sepatu di kawasan industri Batang di Jawa tengah itu menciptakan lapangan pekerjaan 2.000 lebih, jadi jangan yang ditulis hanya yang perginya, yang datang juga ditulis," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bahwa sekitar 11.000 buruh di industri tekstil mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah ini terjadi di perusahaan-perusahaan berskala besar.
Menurut Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita, PHK ini terjadi setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.
Dengan aturan ini, beberapa barang kategori tekstil dan produk tekstil dapat masuk Indonesia dengan mudah.
"Jadi perkembangan isu PHK di industri TPT dapat kami sampaikan ini pasca terbitnya Permendag 8 Tahun 2024." jelas dia dikutip Selasa (9/7).
Dia juga memberikan rincian perusahaan yang melakukan PHK pegawai, dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari 500 orang hingga 8.000 orang. Beberapa di antaranya adalah PT S Dupantex, PT Alenatex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, dan PT Sai Apparel.