Kini Banyak PHK, Ternyata Industri Tekstil di Solo Ini Pernah Pasok Seragam Militer 30 Negara
Industri tekstil Tanah Air pernah berjaya. Bahkan perusahaan Indonesia sempat menyuplai seragam militer untuk 30 negara.
Kondisi industri tekstil di Indonesia kini berdarah-darah dan semakin merosot. Kondisi ini dikhawatirkan bakal berdampak pada lonjakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang signifikan.
Head of Center of Industry Trade and Invesment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho mengatakan, industri tekstil telah memberikan alarm sinyal tanda bahaya bagi para tenaga kerja.
Data terbaru dari Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI dan Jamsostek) Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa jumlah PHK hingga Juni 2024 telah mencapai lebih dari 30.000 orang. Angka ini meningkat drastis dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 25.000 orang.
"PHK yang tentunya menurut kami adalah alarm sinyal tanda bahaya, di mana tentunya kita melihat bahwa capaian tenaga kerja yg ter-PHK pada Januari hingga Juni ini capaiannya cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya (2023)," kata Andri dalam acara diskusi Indef "Industri Tekstil Menjerit, PHK melejit, Kamis (8/8).
Namun demikian, industri tekstil Tanah Air pernah berjaya. Bahkan perusahaan Indonesia sempat menyuplai seragam militer untuk 30 negara.
Ini Dia Perusahaan yang Suplai Baju Militer ke 30 Negara
Adalah PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Sukoharjo, yang didirikan almarhum H Muhammad Lukminto. Lukminto dikenal sebagai raja tekstil Indonesia, bahkan Asia Tenggara.
Tahun 1966, Lukminto hanya seorang pedagang pakaian di pasar klewer. Dengan keuntungan yang dimiliki, tahun 1968 Lukminto membangun pabrik tekstil di Solo.
Tahun 1982 Sritex mendirikan pabrik Weaving. 10 Tahun kemudian, tahun 1992 mereka memperbesar pabrik dan produksi besar-besaran. Mereka mulai memproduksi pakaian militer untuk kebutuhan TNI, Polri dan PNS.
Tahun 1994, Sritex mulai mengerjakan seragam pesanan pasukan negara-negara di bawah North Atlantic Treaty Organization (NATO). Mereka telah mengantongi sertifikat dari organisasi pakta pertahanan Atlantik Utara itu. Pesanan dari negara lain pun berdatangan.
Sritex lolos dari krisis ekonomi 1998, bisnis mereka makin berkembang hingga tujuh kali lipat dibanding tahun 1992.
Tahun 2013 lalu Sritex resmi melantai di bursa saham. Mereka mengumumkan laba perseroan pada 2012 sebesar Rp229 miliar. Capaian itu mengalami peningkatan sebesar Rp68 miliar dibanding tahun sebelumnya.
Sritex pernah memproduksi kebutuhan tekstil militer untuk sedikitnya 30 negara. Di antaranya Amerika, Jerman, Inggris, Australia, Swedia, Belanda, Indonesia, Norwegia, Saudi Arabia dan lain-lain.
Tak cuma itu Sritex juga memproduksi rompi anti peluru, seragam anti radiasi hingga tali senjata dan pelindung tubuh untuk militer.
Tak cuma militer, mereka juga memproduksi pakaian untuk berbagai merk dunia.