Sritex Bangkrut, Pengusaha Harap Ini ke Pemerintah Soal Nasib Industri Padat Karya Dalam Negeri
Pengusaha ingin agar pemerintah melakukan kebijakan untuk menekan angka PHK.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah bergerak cepat melakukan langkah efektif menyelamatkan industri padat karya tanah air. Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani menuturkan, titik balik perbaikan industri padat karya, khususnya tekstil bisa dimulai dari kondisi PT Sri Rejeki Isman (Sritex) yang dinyatakan bangkrut.
"Kami cuma ingatkan bahwa memang saat ini kondisi terutama PHK dan lain-lain itu saja akan sangat memengaruhi. Jadi kami harapkan bahwa akan bisa diminimalisasi unsur-unsur seperti PHK yang besar seperti ini," ujar Shinta dikutip Kamis (31/10).
Tuntutan agar pemerintah bisa menekan angkat pemutusan hubungan kerja (PHK), sudah disampaikan Shinta kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Namun, shinta enggan menyampaikan perihal rekomendasi atau saran yang diusulkan Apindo kepada pemerintah.
"Kita sekarang hanya mencoba jangan sampai peningkatan daripada PHK ini kan yang sekarang kita jaga. Makanya kenapa kita sekarang juga terus memberikan masukan dari industri padat karya. Kan kita tidak mau sesuatu yang buruk terjadi," ujarnya.
Shinta juga menyampaikan harapannya agar kondisi yang dialami Sritex bisa mendapatkan solusi terbaik tanpa ada eskalasi PHK besar-besaran terhadap karyawan dari pabrik tekstil legendaries Indonesia itu.
"Jadi, kita kembali lagi kalau urusan seperti itu (upaya penyelamatan Sritex) kan serahkan kepada pemerintah ya. Jadi, saya rasa ada proses yang harus dihadapi," kata dia.
Pemerintah Pasang Badan untuk Sritex
Pemerintah akan berkomunikasi dengan kurator yang ditunjuk dalam proses pailit PT Sritex. Tujuannya, agar pembatalan penyelesaian pengadilan dapat dilakukan terkait Sritex.
“Sritex yang sudah berproses di pengadilan jadi sudah ditunjuk kurator, sehingga dengan demikian Pemerintah akan berbicara dengan kurator,” kata Airlangga usai menghadiri ISEF ke-11 tahun 2024, di JCC, Jakarta, Rabu (30/10).
Adapun saat ini pemerintah tengah mempertahankan kondisi Sritex . Langkah awal yang akan dilakukan adalah meminta Bea Cukai membuka izin ekspor-impornya sehingga rantai bisnis dari perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut kembali berjalan.
"Kemarin sudah berbicara dengan Dirjen Bea Cukai bahwa going concern atau pabrik itu harus tetap berjalan. Oleh karena itu, impor ekspornya akan terus berjalan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Airlangga mengatakan, Pemerintah akan terus mengikuti proses hukum Sritex yang sedang berjalan di pengadilan. Jika telah memasuki proses kasasi, saya berharap Sritex dapat beroperasi kembali.
“Tahap selanjutnya adalah ada proses kasasi, dan kita ikuti saja proses hukum yang sedang berjalan.Tetapi kita tetap menjaga agar tidak ada kegiatan dari pabrik yang terhenti,” ujarnya.
Airlangga optimistis Sritex akan tetap berproduksi seperti sediakala, karena izin ekspor impor dari Bea Cukai tetap berjalan. Hanya saja, dia enggan berkomentar lebih jauh terkait isu mengenai Sritex akan di Bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kita belum bicara sampai sana,” kata Airlangga.
Utang Menggunung
Dari laporan keuangan terbaru, utang yang dimiliki Sritex sekitar Rp25 triliun. Di sisi lain, kerugian yang ditanggung perusahaan tersebut sampai dengan pertengahan tahun ini mencapai Rp402,66 miliar.
Utang dan kerugian ini diperparah dengan lambatnya penjualan akibat pandemi Covid-19 dan persaingan produk tekstil dan produk tekstil (TPT) antarnegara.
Meski mengandung kerugian dan kerugian yang menggunung hingga dinyatakan pailit oleh pengadilan, manajemen PT Sritex memastikan operasional pabrik masih berjalan normal hingga saat ini.
General Manager Human Resource Development (GM HRD) Sritex Group Haryo Ngadiyono mengatakan, ada empat perusahaan yang tergabung dalam Sritex Group, yakni Sritex yang berlokasi di Sukoharjo, PT Sinar Pantja Djaja di Semarang, PT Bitratex Industries di Semarang, dan PT Primayudha Mandirijaya di Boyolali .
Meski sudah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang, empat perusahaan ini masih beroperasi secara normal. Manajemen perusahaan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang saat ini juga masih berproses.
Soal nasib karyawan, manajemen telah mengumpulkan dan memberikan penjelasan mengenai kondisi perusahaan.
"Kami minta karyawan bekerja seperti biasa, normal saja. Proses hukum biar jalan, itu sudah ada yang menangani," katanya.
Dengan efisiensi karyawan, perusahaan masih akan melihat situasi di masa depan. Jika produksi masih berjalan baik, pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak akan dilakukan.
Namun demikian, jika ada efisiensi karyawan maka akan dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturanan. Perusahaan memastikan hak-hak karyawan akan tetap terpenuhi sesuai dengan aturan.