Cerita Serikat Pekerja Sritex Tetap Fokus Bekerja di Tengah Badai Pailit
Bayang-bayang pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan kini menghantui puluhan ribu pekerja pabrik tekstil terbesar tanah air.
Status pailit yang dialami PT Sritex, Sukoharjo belum menemui titik terang. Bayang-bayang pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan kini menghantui puluhan ribu pekerja pabrik tekstil terbesar tanah air.
Pasalnya bahan baku yang ada saat ini hanya cukup untuk 3 minggu ke depan. Manajemen dan karyawan berharap kurator dan hakim pengawas menyetujui usulan going concern atau asas keberlanjutan usaha. Perusahaan butuh beroperasi demi menjamin hajat hidup ribuan pekerja.
Koordinator Serikat Pekerja se-Sritex Group, Slamet Kaswanto mengatakan saat ini prioritas utama mereka adalah menjaga keberlangsungan kerja puluhan ribuan karyawan. Para karyawan tidak pernah berpikir adanya PHK hingga kemudian mendapatkan pesangon.
"Kami tidak memprioritaskan pesangon atau kompensasi lain. Fokus kami adalah bekerja kembali secara normal. Banyak pihak yang masuk, sebut saja Partai Buruh yang ingin membatu mengurus pesangon dan lainnya. Ini kan rumah kami, mau kami selesaikan. Kita itu pinginnya kan kerja. Kami itu ada dan sedang memperjuangkan kelangsungan kerja," ujar Slamet, Jumat (15/11) malam.
Slamet melanjutkan, sebelum Sritex diputus pailit oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang, serikat pekerja telah berkomunikasi intensif dengan manajemen untuk menjaga kelangsungan operasional perusahaan.
"Kami sangat mengapresiasi empati berbagai elemen masyarakat, termasuk serikat pekerja lain, LSM, dan partai non-parlemen. Tapi dukungan nyata lebih kami butuhkan untuk menyelamatkan operasional Sritex. Kami percaya pada langkah konkret yang didorong oleh Komisi VII DPR RI. Dukungan mereka sangat berarti dalam memperjuangkan keberlangsungan perusahaan,” ujar Slamet.
Terkait kabar PHK massal yang ramai dibicarakan, tidak dibenarkan Slamet. Menurutnya, yang terjadi saat ini adalah perumahan sementara bagi 2.500 karyawan akibat terganggunya arus bahan baku.
“2.500 karyawan itu bukan PHK, tetapi dirumahkan sementara. Ini dampak dari kondisi produksi yang terkendala. Kami berharap kurator dan hakim pengawas segera mengambil langkah untuk membuka kembali jalur distribusi,” katanya.
Dikatakannya, manajemen dan pekerja berharap Mahkamah Agung segera memutuskan kasasi yang diajukan Sritex untuk membatalkan status pailit. Dengan begitu aktivitas produksi dapat kembali normal.
“Yang kami inginkan hanya kembali bekerja. Tidak ada lagi polemik soal PHK,” tutupnya.
Direktur Utama PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto menambahkan, pihaknya berharap kurator dan hakim pengawas menyetujui usulan going concern atau asas keberlanjutan usaha. Menurutnya, perusahaan butuh beroperasi demi menjamin hajat hidup ribuan pekerja yang tengah dibayangi ancaman pemutusan hubungan kerja.
Upaya kasasi ke Mahkamah Agung menjadi tumpuan pencabutan putusan pailit. Usulan terkait going concern diajukan para kreditor dan buruh PT Sritex dalam rapat kreditor di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis lalu.
"Kalau dari hakim pengawas tidak mengizinkan keberlanjutan usaha, atau going concern itu, dalam tiga minggu ke depan kami kehabisan bahan baku. Dari 2.500 karyawan yang sudah kami rumahkan, itu jumlahnya akan bertambah seiring berjalannya waktu,” kata Iwan.