Iwan Lukminto Ungkap Kondisi Sritex: Perusahaan Normal, PHK itu Tabu
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan pailit berdasarkan putusan sidang di Pengadilan Negeri Niaga Semarang.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan pailit berdasarkan putusan sidang di Pengadilan Negeri Niaga Semarang, Rabu (23/10). Perusahaan yang didirikan HM Lukminto dinyatakan bangkrut dalam kondisi utang lebih dari Rp25 triliun.
Komisaris Utama PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto mengungkapkan kondisi sebenarnya perusahaan raksasa tekstil Indonesia tersebut. Pernyataan Iwan disampaikan di hadapan ribuan buruh dan karyawan saat kunjungan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer (Noel), Senin (28/10) sore.
Iwan menceritakan kondisi perusahaan yang terlilit utang sejak tahun 2022. Dalam proses negosiasi, Sritex akhirnya memperoleh PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
"Jadi memang di tahun 2022 kami memasuki fase PKPU atau bisa disebut penundaan pembayaran utang. Dan melalui proses yang cukup panjang, utang-utang yang perusahaan kami punyai, mempunyai satu kesepakatan. Yaitu perjanjian homologasi atau perjanjian pembayaran utang. Istilahnya utang misalnya 5 tahun diperpanjang menjadi 7 tahun, jadi diberikan kesempatan waktu," ujar Iwan.
Lanjut Iwan, semua perjanjian perdamaian tersebut telah disahkan oleh PN Semarang dan semua sudah sesuai dengan aturan serta kewajiban untuk membayar sesuai perjanjian ini.
"Namun salah satu dari pihak yang bertanggung jawab, mereka melayangkan tuntutan untuk membatalkan perjanjian homologasi ini. Dan pada saat itu kita tidak tahu kenapa dari PN Semarang mengabulkan permintaan mereka," ungkapnya.
Sehingga, lanjut Iwan, surat homologasi yang di ditandatangani tahun 2022 lalu itu batal. Akibatnya PT Sritex dinyatakan pailit. Iwan juga membantah jika perusahaanya bangkrut.
"Bangkrut itu kalau kita tidak bisa membayar kewajiban kita. Syukur Alhamdulillah kita laporkan seluruh karyawan kami tidak ada yang mengalami keterlambatan pembayaran upah," tandasnya.
Iwan tak memungkiri jika di perusahaannya terjadi efisiensi. "Efisiensi memang dilaksanakan, tapi keputusan efisiensi itu karena keputusan bisnis. Di mana semua itu diputuskan karena market belum ada pembelian. Sehingga dilakukan efisiensi bukan karena kebangkrutan kita," tegasnya.
"PHK itu adalah kata yang sangat tabu, haram di dalam pelaksanaan usaha kita. Kami ingin yakinkan kepada seluruh karyawan usaha Sritex selama ini tetap normal," imbuhnya menegaskan.
Dikatakan Iwan, pihaknya menangani permasalahan perusahaan dengan serius. Pihaknya juga mengupayakan sekuat tenaga untuk naik banding ke MA agar memberi keputusan untuk mencabut atau membatalkan keputusan PN Semarang tanggal 21 Oktober lalu.
"Ini langkah hukum yang kita lalui saat ini. Kami terus menjalankan konsolidasi secara eksternal maupun internal dalam menanti keputusan MA," jelasnya.
Iwan menyadari jika akan dihadapkan kendala teknis. Pihaknya akan melakukan antisipasi untuk menormalisasi usaha Sritex.
"Kami mengkampanyekan dengan menggunakan pita hitam, dengan kata 'selamatkan Sritex'. Pita hitam ini bukanlah melambangkan kesedihan namun menandakan kita bersatu, kita harus melawan isu-isu dan harus bisa melalui masa sulit ini bersama-sama. Fokus kami kedepannya kami ingin terus beroperasi, bukan niat kami menutup pabrik ini," tegasnya.
"Karena kami melihat kondisi keuangan dan operasional perusahaan ini selama 2 tahun ini sudah mengalami perbaikan," pungkasnya.