Ternyata, Praktik Korupsi Sudah Merajalela Sejak Masa Kekuasaan VOC
Pejabat dari Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang Belanda, banyak yang dipecat dari jabatannya karena terbukti melakukan praktik korupsi.
Sejak masa kolonial Belanda di Indonesia, praktik korupsi oleh pejabat sudah marak terjadi.
Ternyata, Praktik Korupsi Sudah Merajalela Sejak Masa Kekuasaan VOC
Pejabat dari Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang Belanda, banyak yang dipecat dari jabatannya karena terbukti melakukan praktik korupsi.
- DPR Minta Kolaborasi KPK-Polri dalam Berantas Korupsi Tak Hanya Formalitas
- Letjen TNI saat Perwira Muda Digendong Capres Darah Kopassus, Sebentar Lagi Promosi Kasad?
- Blak-blakan Mahfud MD Ungkap Modus Jual Beli Suara di Pemilu, Ada Borongan dan Eceran
- MA Anulir Vonis Bebas Perkara Korupsi Pengadaan Alat Berat, Eks Pejabat DLH Bekasi Dijebloskan ke Penjara
Mengutip Historia.id, mengulas bahwa runtuhnya VOC bukan hanya karena wabah, tapi tindakan dari pejabat internal sendiri yang meruntuhkan kejayaan VOC di Nusantara. Sejarawan bernama Susan Blackburn dalam bukunya yang berjudul "Jakarta: Sejarah 400 Tahun" menulis orang-orang Eropa di Batavia yang melakukan praktik korupsi, membangun kediaman mewah.
"Mereka berpartisipasi dalam bisnis ilegal yang menyebar luas dan menggerogoti monopoli VOC dan keuntungannya. Sebagian dana untuk membangun kediaman-kediaman mewah di luar kota berasal dari usaha-usaha pribadi para pegawai VOC yang menyelundupkan barang dagangan mereka ke dalam kapal-kapal perusahaan dan menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi."
Bentuk praktik korupsi para Gubernur Jenderal VOC, di antaranya memonopoli dan mengadakan pembatasan-pembatasan perdagangan. Sebagai contoh, para pedagang semula membeli 500 pon empah-rempah seharga R$40-60 atas nama kompeni.
Kemudian meminta pada si penjual untuk menyerahkan 550 atau 600 pon. Selisih berat yang berkisar 50 hingga 100 pon itu lalu dikirimkan dengan kapal-kapal kompeni sebagai muatan pribadi dan dijual untuk keuntungan sendiri.
Sejarawan lainnya, Ko Unoki dalam buku berjudul "Mergers Accuisition and Global Empires: Tolerance Diversity and Success of M&A menulis, faktor meluasnya praktik korupsi di lingkup pejabat VOC di antaranya kurangnya tata kelola perusahaan. Masifnya praktik korupsi bahkan membuat VOC diplesetkan menjadi Vergaan Onder Corruptie yang berarti binasa oleh korupsi.
Sejumlah Gubernur Jenderal VOC yang dituding melakukan korupsi diantaranya Cornelis Janszoon Speelman, menjabat (1681-1684). Speelman yang lahir di Rotterdam 3 Maret 1628 dikenal sebagai pemimpin ekspedisi militer untuk ekspansi VOC di Nusantara. Namanya tercatat dalam penaklukan Kesultanan Gowa dan Makassar, Ambon, Banda dan Ternate.
Kritik terhadap kepemimpinannya mulai bermunculan ketika Frederick Willem stapel menulis dalam buku berjudul Cornelis Janszoon Speelman Bijdragen tot de Taal, Land, en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie (1936). Dalam buku itu tertulis bahwa Speelman seringkali menunda keberangkatan kapal-kapal yang seharusnya membawa rombongan kembali ke Belanda. Spellman juga dianggap memerintah semaunya tanpa meminta saran maupun berembuk dengan dewan Hindia.
Dia juga memanipulasi uang dengan perintah membayar para serdadu yang kenyataannya, tidak ada atau pembayaran kerja yang tidak dilakukan pun dibongkar. Pasokan lada dari pedagang pribumi juga dibayar dengan murah.
"Dengan cara-cara seperti itu dia memanipulasi sejumlah besar uang ditambah lagi di masa pemerintahannya tidak membawa keuntungan apa-apa bagi VOC."
Ditulis buku berjudul "Mergers Accuisition and Global Empires: Tolerance Diversity and Success of M&A
Gubernur Jenderal lainnya yang berperilaku koruptif yaitu Joan van Hoorn, menjabat 1704-1709. Sejarawan Nonza Peters dalam buku berjudul The Christian Slaves of Depok: Colonial Unravel menyebut tuduhan tersebut juga pernah diarahkan kepada ayahnya Pieter Hoorn yang pernah menjabat sebagai anggota dewan Hindia "Gubernur Jenderal Joan Maetsuyker memberhentikan Pieter dari dewan Hindia atas tuduhan korupsi dan kekayaan yang konon diwariskan putranya Joan kepada putrinya Pieternelltje," tulis Nonza.
Selanjutnya, Gubernur Jenderal yang terlibat korupsi yaitu Diederick Durven, menjabat 1729-1732. Durven dituding terlibat dalam perdagangan gelap yang pada masa itu marak dilakukan oleh para pejabat tinggi VOC. Imbas tuduhan itu, Durven dipecat dari jabatannya sebagai Gubernur Jenderal pada 9 Oktober 1731.