Ketua KPK Firli Bicara Kepala Basarnas Tersangka: Sesuai Prosedur dan Libatkan POM TNI
Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan penetapan tersangka Kepala Basarnas sudah melibatkan TNI.
Mabes TNI menyatakan keberatan atas penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka oleh KPK
Ketua KPK Firli Bicara Kepala Basarnas Tersangka: Sesuai Prosedur dan Libatkan POM TNI
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri buka suara soal gaduh penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi.
Menurut Firli, seluruh rangkaian pengungkapan kasus korupsi Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfandi sudah sesuai dengan prosedur, termasuk melibatkan POM TNI.
“Seluruh rangkaian kegiatan oleh KPK dalam kegiatan operasi tangkap tangan, penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan para pelaku sebagai tersangka telah sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku,”
tutur Firli dalam keterangannya, Sabtu (29/7)
merdeka.com
Firli Bicara Aturan Hukum
Menurut Firli, tentu pengertian tertangkap tangan menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya. Setelah dilakukan tangkap tangan, maka terhadap peristiwa dugaan tindak pidana tersebut harus sudah dapat ditentukan dan ditetapkan sebagai peristiwa tindak pidana korupsi, serta status hukum para pihak terkait dalam waktu satu kali 24 jam.
“Memahami bahwa para pihak tersebut diantaranya terdapat oknum TNI yang juga memiliki mekanisme peradilan militer, maka dalam proses gelar perkara pada kegiatan tangkap tangan di Basarnas ini, KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait,” jelas dia.
Kemudian, KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta yakni non-TNI atau militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan anggota militer TNI kepada pihak TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut.
Aturan di UU KPK
Adapun kewenangan KPK dalam mengkoordinasikan proses hukum tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindakpidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum juncto Pasal 89 KUHAP.
“Sehingga seluruh proses hukum yang dilakukan oleh KPK dalam kegiatan tangkap tangan ini telah sesuai dasar hukum dan mekanisme yang berlaku,” katanya.
“Kami menegaskan, seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK, serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi, adalah tanggung jawab penuh Pimpinan KPK,” Firli menandaskan.
Mabes TNI menyatakan keberatan atas penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, militer mempunyai aturan sendiri.
Penetapan tersangka seorang prajurit militer harus dilakukan oleh TNI.
Tak hanya Marsekal Madya Henri, KPK turut menetapkan tersangka Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi dan Kabasarnas atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kabasarnas.
"Kita dari tim Puspom TNI dengan KPK, kita rapat gelar perkara. Yang pada saat gelar perkara tersebut akan diputuskan bahwa seluruhnya yang terkait saat OTT tersebut akan ditetapkan sebagai tersangka. Karena berdasarkan alat bukti yang sudah cukup," kata Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko saat jumpa pers, Jumat (28/7)."Dari tim kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer."
"Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri," kata Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko.