KPK Minta Maaf Kepala Basarnas Jadi Tersangka: Penyelidik Kami Khilaf
Permintaan maaf disampaikan usai Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko mendatangi markas antirasuah.
Permintaan maaf disampaikan usai Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko mendatangi markas antirasuah.
KPK Minta Maaf Kepala Basarnas Jadi Tersangka: Penyelidik Kami Khilaf
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui khilaf atas penetapan tersangka dua prajurit TNI, Kepala Basarnas Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi.
Karena telah melampaui kewenangan dari aturan yang berlaku.
"Dalam melaksanakan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI. Dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan bahwasannya manakala melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI,"
kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat jumpa pers di kantornya, Jumat (27/8).
Sebab, Tanak mengakui dalam lingkup prajurit TNI memiliki aturan sendiri atau disebut peradilan militer. Sesuai dengan aturan Pasal 10 Undang-undang No 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok peradilan ada empat lembaga peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama.
"Peradilan militer tentunya khusus anggota militer dan peradilan umum untuk sipil. Ketika ada melibatkan militer maka sipil harus menyerahkan kepada militer," tutur Tanak.
Oleh karena itu, Tanak mengatakan kedepannya untuk proses hukum terhadap Kepala Basarnas Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC akan dilakukan koordinasi lebih lanjut oleh pihak TNI.
"Atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan, dan kedepan kami berupaya kerjasama yang baik antara tni dengan kpk dan aparat penegak hukum lain," tuturnya.
Sementara itu, Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko memastikan pihaknya akan memproses kasus dugaan suap ini secara transparan.
Termasuk, dalam mengusut Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC.
"Dalam proses penyelesaian prajurit tni kita dari penyidik dan aparat hukum di lingkungan hukum TNI akan melaksanakan secara transparan. Jadi itu yang tadi hasil pertemuan kita sulaya dalam hasil penyelesaian ini tidak ada celah lagi," terangnya.
Dasar hukum
Sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro menilai penetapan tersangka kedua prajurit TNI oleh KPK menyalahi aturan. “Di Indonesia itu mengenal empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara. Untuk militer, itu kemudian ditindaklanjuti dengan UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” kata Kresno.
Sebab, dalam UU Peradilan Militer mengatur mengenai masalah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan, dan pelaksanaan eksekusi. “Selain itu, juga tunduk kepada KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981,” tutur Kresno.
"Oleh karena itu di sana juga dengan tegas ditetapkan bahwa bagaimana itu penyelidikan, penangkapan, penahanan. Khusus untuk penahanan, yang bisa melakukan penahanan itu ada tiga," kata dia.
"Pertama adalah Ankum Atasan yang Berhak Menghukum. Kedua adalah Polisi Militer. Ketiga adalah Oditur Militer. Jadi selain tiga ini, itu tidak punya kewenangan melakukan penangkapan dan penahanan," tambahnya. Sehingga, Kresno menjelaskan kedepannya akan ada koordinasi untuk penanganan perkara, salah satunya displitsing atau dipisah. Dimana KPK mengusut tersangka sipil dan Puspom TNI menindak anggotanya.
"Jadi sebetulnya ketika bicara pemberantasan korupsi itu sudah ada prosedur yang saya kira berjalan dengan baik. Karena apa? Karena semuanya berakhir dengan putusan yang saya kira sangat baik," tuturnya. Selain itu, ada juga Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) yang ada pada Kejaksaan Agung (Kejagung). Skema ini juga bisa dijalankan untuk memproses hukum anggota TNI yang dikenal dalam konteks koneksitas. "Pengalaman juga bahwa Jampidmil sampai sekarang ini anda tahu juga memproses perkara TWP dan juga Satelit Orbit 123," tuturnya.