Mahfud soal Kisruh KPK vs TNI: Setop Perdebatan Prosedural, Jangan Sampai Substansi Perkara Kabur
Mahfud yakin TNI akan mengganjar hukuman tegas untuk prajurit yang bersalah.
Penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi oleh KPK menjadi perdebatan di publik.
Mahfud soal Kisruh KPK vs TNI: Setop Perdebatan Prosedural, Jangan Sampai Substansi Perkara Kabur
Sesalkan Polemik yang Terjadi
Menko Polhukam Mahfud MD meminta semua pihak menyudahi perdebatan antara KPK dengan TNI soal penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi. "Meskipun harus disesalkan, problem yang sudah terjadi itu tak perlu lagi diperdebatkan berpanjang-panjang. Yang penting kelanjutannya yakni agar terus dilakukan penegakan hukum atas substansi masalahnya yakni korupsi," kata Mahfud dalam keterangannya, Sabtu (29/7).
Mahfud menilai KPK telah mengakui kekhilafannya akibat melampaui kewenangan soal penepatan tersangka Kabasarnas. Sementara, TNI juga telah mendapatkan masalah pokok dari kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas TA 2021-2023. "KPK sudah mengaku khilaf secara prosedural. Sedangkan di lain pihak TNI juga sudah menerima substansi masalahnya, yakni sangkaan korupsi untuk ditindaklanjuti berdasar kompetensi peradilan militer," kata Mahfud.
Sehingga substansi korupsi telah diinformasikan dan dikoordinasikan kepada TNI oleh KPK. Kemudian TNI akan menindaklanjuti dan menuntaskannya melalui Pengadilan Militer.
"Perdebatan tentang ini di ruang publik jangan sampai menyebabkan substansi perkaranya kabur sehingga tak berujung ke Pengadilan Militer," ujar Mahfud.
Mahfud menyadari kritik yang terjadi karena khawatir sulit membawa prajurit terjerat kasus ke peradilan militer. Namun untuk kasus ini, dia yakin TNI akan mengganjar hukuman tegas untuk prajurit yang bersalah. "Meskipun terkadang ada kritik bahwa sulit membawa oknum militer ke pengadilan. Tetapi biasanya jika suatu kasus sudah bisa masuk ke pengadilan militer sanksinya sangat tegas dengan konstruksi hukum yang jelas," tuturnya.KPK Ngaku Khilaf
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui khilaf atas penetapan tersangka dua prajurit TNI, Kepala Basarnas Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi. Karena telah melampaui kewenangan dari aturan yang berlaku. "Dalam melaksanakan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI. Dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan bahwasannya manakala melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat jumpa pers di kantornya, Jumat (27/8).
Sebab, Tanak mengakui dalam lingkup prajurit TNI memiliki aturan sendiri atau disebut peradilan militer. Sesuai dengan aturan Pasal 10 Undang-undang No 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok peradilan ada empat lembaga peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama. "Peradilan militer tentunya khusus anggota militer dan peradilan umum untuk sipil. Ketika ada melibatkan militer maka sipil harus menyerahkan kepada militer," tuturnya.Respons TNI
Sementara, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro menilai penetapan tersangka kedua prajurit TNI oleh KPK menyalahi aturan. “Di Indonesia itu mengenal empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara. Untuk militer, itu kemudian ditindaklanjuti dengan UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” kata Kresno.
Dalam UU Peradilan Militer mengatur mengenai masalah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan, dan pelaksanaan eksekusi. “Selain itu, juga tunduk kepada KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981,” tutur Kresno. Meskipun demikian, kata Kresno, pada intinya tidak ada prajurit TNI yang kebal hukum. Termasuk mengenai masalah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai pasa proses persidangan, dan juga melaksanakan eksekusi.
Sekadar informasi KPK telah mengembangan kasus sampai akhirnya juga menetapkan Kabasarnas Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas TA 2021-2023.
Selain Henri, KPK juga telah menetapkan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Basarnas RI tersangka dan 3 pihak swasta.