Tinggalkan Level Rp14.000, Nilai Tukar Rupiah Perkasa ke Rp13.877 per USD
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, strategi bauran ekonomi yang sudah diterapkan Pemerintah dan Bank Indonesia saat ini menambah gaya gedor tersendiri bagi terlaksananya roda perekonomian.
Nilai tukar Rupiah menguat pada penutupan perdagangan hari ini, Jumat (5/6) ke level Rp13.877 per USD. Rupiah menguat sebesar 217 poin terhadap mata uang Paman Sam.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, strategi bauran ekonomi yang sudah diterapkan Pemerintah dan Bank Indonesia saat ini menambah gaya gedor tersendiri bagi terlaksananya roda perekonomian.
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Apa yang dimaksud dengan nilai tukar Dolar Singapura dan Rupiah? Nilai tukar antara Dolar Singapura dan Rupiah mencerminkan perbandingan nilai antara mata uang Singapura (SGD) dan mata uang Indonesia (IDR).
-
Kenapa Bank Indonesia mengembangkan Rupiah Digital? Selain menjadi mata uang yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal dalam ekosistem digital di masa depan, Rupiah Digital juga menjadi solusi yang memastikan Rupiah tetap menjadi satu-satunya mata uang yang sah di NKRI.
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia? Sebagai bank yang berfokus pada pemberdayaan UMKM, BRI memiliki jutaan database nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Ini menyebabkan BRI terpapar risiko data privacy breach dan cyber security system.
-
Bagaimana nilai IDR ditentukan? Perubahan nilai IDR dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan politik, seperti inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, dan faktor-faktor global seperti kondisi pasar internasional.
"Sehingga jalan menuju stabilitas sudah di depan mata apalagi pemerintah sudah memberlakukan new normal di bulan Juni ini walaupun Pemrov DKI memutuskan melanjutkan PSBB meski dengan pelonggaran, atau yang disebut masa transisi," ujarnya, Jakarta.
Keputusan ini akan menggeliatkan roda perekonomian di DKI Jakarta yang merupakan barometer ekonomi Indonesia dan ini akan menambah optimisme pelaku pasar terhadap pasar dalam negeri.
Di samping itu suku bunga obligasi yang tinggi akan menjadi magnet tersendiri bagi pelaku pasar sehingga wajar kalau di saat new normal diberlakukan arus modal asing masuk ke pasar dalam negeri begitu deras.
"Dan lagi-lagi yang dimenangkan mata Uang Garuda bahkan terus perkasa di minggu ini," tandasnya.
Masih Berpotensi Menguat
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo bersyukur atas penguatan nilai tukar Rupiah ini. Namun dirinya menilai, Rupiah masih berpotensi menguat karena saat ini nilainya masih dianggap terlalu murah (undervalued).
"Alhamdulillah sore siang ini sudah tembus di bawah Rp14.000, Alhamdulillah terus menunjukkan penguatan sejalan dengan pandangan kami, bahkan nilai tukar untuk hari ini kami pandang masih undervalued, sehingga ke depannya masih berpotensi menguat," ujar Perry dalam konferensi pers, Jumat (5/6).
Perry menjelaskan, ada beberapa indikator mengapa Rupiah diprediksi bisa terus menguat, yaitu inflasi, defisit transaksi berjalan, perbedaan suku bunga dan Credit Default Swap (CDS).
Dalam Survei Pemantauan Harga pekan pertama Juni, BI memperkirakan inflasi bulan Juni masih akan rendah di kisaran 0,4 persen month to month dan 1,81 persen year on year.
Defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD) juga terpantau semakin membaik. Sepanjang 2020, CAD diperkirakan lebih rendah 2 persen dari PDB.
"Perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri, SBN kita yang 10 tahun itu 7,06 persen, suku bunga US Treasury Bond 10 tahun itu 0,8 persen, bedanya 6,2 persen, itu tinggi kan dan imbal hasil investasi aset keuangan Indonesia ini masih tinggi," jelas Perry.
Kemudian CDS Indonesia juga masih berada di kisaran 126 basis point setelah sebelumnya naik ke level 245 basis point pada Maret lalu.
(mdk/idr)