Tiru Jerman, YLKI Usulkan Pemerintah Terapkan Hari Kerja 4 Hari Bagi Pegawai
Sistem kerja 4 hari dalam sepekan telah ditetapkan Jerman mulai 1 Februari 2024.
Sistem kerja 4 hari dalam sepekan telah ditetapkan Jerman mulai 1 Februari 2024.
- Demi Menunjukkan Penemuannya Aman, Ilmuwan ini Rela Hirup Asap Beracun di Hadapan Jurnalis, Endingnya Dibawa ke RS
- Sudah Kuasai Sistem Kerja Birokrasi, Eman Suherman Dinilai Bisa Pimpin Majalengka
- Gelar Sidak, Pj Gubernur Kaltim Kecewa Banyak ASN Tidak Masuk Kerja
- Pejabat KKP Dituduh Terima Suap dari Perusahaan Jerman, Begini Respons Menteri Trenggono
Tiru Jerman, YLKI Usulkan Pemerintah Terapkan Hari Kerja 4 Hari Bagi Pegawai
YLKI Usulkan Pemerintah Terapkan Hari Kerja 4 Hari
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengusulkan agar Pemerintah Indonesia menerapkan sistem kerja yang dipakai Jerman. Dalam sepekan, waktu kerja hanya 4 hari saja.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, sistem kerja 3 hari libur tersebut telah ditetapkan Jerman mulai 1 Februari 2024.
Menurutnya, kebijakan 4 hari kerja bisa mendongkrak produktivitas para pekerja.
"Per 1/2/2024, Jerman menerapkan uji coba sistem 4 hari kerja. Tujuannya agar pekerja lebih bahagia dan produktif," tulis Tulus dalam status WhatsApp miliknya, dikutip Senin (12/2).
Tulus lantas mengusulkan agar sistem kerja 4 hari tersebut bisa diujicoba di wilayah Jabodetabek.
Mengingat saat ini masih jadi patron dari kegiatan dan ekonomi di lingkup nasional.
"Bagaimana kalau hal serupa juga diterapkan di Jakarta, dan Bodetabek?" usul dia.
merdeka.com
Dalam pertimbangannya, penambahan waktu libur kerja 1 hari itu bakal turut berkontribusi terhadap angka penyebaran polusi di Jabodetabek.
Sekaligus memberi waktu lebih banyak bagi para pekerja asal daerah untuk bisa pulang ke kampung halamannya masing-masing.
"Bukan hanya agar warganya lebih bahagia dan produktif, tapi juga lingkungan di Jakarta dan Bodetabek agar beristirahat sejenak dari eksploitasi dan polusi (udara, suara, air, tanah)," ungkap Tulus.
"Karena warganya akan otw pulkam, wisata, mudik, dan lain-lain. Setuju?" kata Tulus.
Namun, di sisi lain Tulus tak ingin Indonesia hanya sekadar latah menerapkan sistem kerja seperti itu. Menurutnya, pemerintah perlu mengkaji lebih lanjut imbas dari penerapan kebijakan tersebut.
"Tentu tak bisa serta merta disamakan dengan Jerman. Harus ada kajian mendalam dari berbagai sisi, baik ekonomi, sosial, dan kesiapan-kesiapan regulasinya, karena menyangkut jam kerja dan lain-lain," kata Tulus.
Dalam keterangan terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat, sistem 4 hari kerja dalam seminggu merupakan langkah yang positif.
Bhima mengatakan, sistem tersebut dapat di coba berlakukan di sektor non-esensial terlebih dahulu, terutama di pekerja sektor jasa.
“Selama bukan sektor non-esensial seperti kesehatan, pemadam kebakaran, kemudian layanan masyarakat maka boleh saja dicoba sistem 4 hari kerja,” kata Bhima kepada Liputan6.com dalam pesan singkat pada Senin (12/2).
Menurutnya, dampak positif 4 hari kerja sudah bisa dilihat dalam banyak studi di berbagai negara.
Di antaranya tingkat stres pekerja yang menurun, produktivitas meningkat, dan waktu yang dihabiskan dengan keluarga meningkat.
Adapun dukungan pada permintaan untuk sektor rekreasi atau pariwisata yang berpotensi naik hingga mendorong kualitas ekonomi yang lebih baik.
“Pemerintah dan pelaku usaha sebaiknya mulai menerapkan wacana ini di beberapa perusahaan untuk di kaji dampak positif negatifnya,” imbuh Bhima.
Namun Bhima juga menambahkan, jika sistem 4 hari kerja diberlakukan, Pemerintah perlu memastikan pengaturan soal upah minimum tidak berubah.
“Jangan sampai perubahan hari membuat upah minimum jadi lebih rendah, padahal produktivitas yang dihasilkan sama,” kata Bhima.
Dia juga berharap agar Pemerintah melakukan sosialisasi ke pelaku usaha sehingga tidak menimbulkan celah PHK sepihak dengan adanya sistem 4 hari kerja.