Tren penjualan obat palsu di Indonesia terus meningkat
"Tahun 2017 jumlah rekomendasi 156 dan yang sudah ditindak lanjuti 81,4 persen. Tahun 2018 rekomendasi untuk ditutup 230 ditindak lanjuti 68,70 persen."
Praktik penjualan obat palsu di Tanah Air tercatat terus meningkat. Berdasarkan data Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pada tahun 2017 terdapat rekomendasi pencabutan izin kepada 177 penjual, dengan rincian 156 penyalur obat palsu dan 21 penjual NAFZA (Narkotika dan Zat Adiktif dan Psikotropika).
Angka penjualan obat palsu ini terus naik signifikan di tahun 2018. Hal ini tampak dari meningkatnya rekomendasi pencabutan izin oleh BPOM. Kuartal pertama 2018 BPOM telah mengeluarkan 230 rekomendasi pencabutan izin.
-
Apa yang diproyeksikan oleh Menkominfo terkait AI di Indonesia? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengatakan Artificial Intelligence (AI) memiliki peran besar dalam mengubah lanskap industri telekomunikasi. Kata dia, pada 2030 mendatang, diproyeksikan kontribusi AI terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) global mencapai USD 3 triliun.
-
Apa yang diungkapkan oleh Plt. Kepala BPOM tentang produk kosmetik dan obat herbal di Indonesia? “Indonesia memiliki banyak sekali produk obat-obatan herbal, suplemen kesehatan, maupun kosmetik yang bisa diproduksi dalam negeri dengan bahan baku lokal,” kata Rizka dikutip pada Minggu (4/8).
-
Bagaimana menurut Menkominfo, industri telekomunikasi Indonesia bisa menjadi lebih sehat? “Sudah bagus, tiga operator ini sehat. Dan saya minta jangan ada perang harga supaya industrinya sehat, investasinya berkelanjutan, perusahaannya lebih bagus, dan ujungnya, kan, ke pelayanan, ke masyarakat,”
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Kenapa Kominfo fokus menangani hoaks kesehatan? Isu yang berkaitan dengan penyebaran Covid-19 masih mendominasi dalam kategori ini. Selain itu ada banyak informasi yang menyesatkan berkaitan dengan obat-obatan dan produk kesehatan.
-
Kenapa Dirjen APTIKA Kominfo mundur? Keputusan itu diambil sebagai bentuk tanggung jawab moral atas insiden penyanderaan data di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya.
Direktur Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika dan Psikotropika BPOM, Hardaningsih mengatakan, pihaknya tidak akan memberi ampun bagi pelaku pengedaran obat palsu.
"Tahun 2017 jumlah rekomendasi 156 dan yang sudah ditindak lanjuti 81,4 persen. Tahun 2018 rekomendasi untuk ditutup 230 ditindak lanjuti 68,70 persen," ungkapnya dalam diskusi di Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Senin (30/4).
Khusus untuk NAFZA (Narkotika dan Zat Adiktif dan Psikotropika), kata dia, pada tahun 2017 telah ditemukan 21 kasus dan semuanya sudah ditutup. "Kalau untuk NAFZA (Narkotika dsn zat adikttif psikotropik) 2017 dari 21 rekomendasi ditindak lanjuti 100 persen. Kalau NAFZA itu kita tidak ada ampun," tegas dia.
Direktur Intelijen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Wildan Sagi mengatakan memang cukup sulit untuk membedakan antara obat palsu dan asli. Sebab mekanisme pengecekan cukup rumit.
"Itu sama kaya uang (palsu) saja. Kalau memang setiap hari bukan di bank, dia (konsumen) tidak akan tahu ini uang asli atau uang palsu. Jadi kita mesti bantu pake sinar UV. Apalagi obat, tidak ada pengamanannya seperti uang," jelas dia.
Karena itu, pihaknya akan terus melakukan pengecekan rutin kepada tiap penjual atau penyalur obat-obatan. Dia juga mengharapkan masyarakat lebih teliti ketika membeli obat.
"Di setiap kemasan obat ada kode produksi. Bisa melalui izin edar jadi bisa cek dari sana. Kau asli ada keterangannya. Kalau tidak terdaftar ya sudah negatif. Hal seperti itu kita cek izin edar, kode produksinya. Yang paling aman belilah ke sarana yang resmi," tandasnya.
(mdk/idr)