Warga Grand Mutiara Naggerang kirim somasi ke pengembang
"Somasi pertama kami kirimkan pada tanggal 25 Oktober 2016 kepada Abdullah Sany selaku Direktur PT Pratama Mega Konstruksindo. Kami kirimkan ke kantor mereka yang beralamat di Jalan Kartini No 80, Pancoranmas, Depok."
Warga komplek Perumahan Grand Mutiara Naggerang mencoba mencari titik terang atas permasalahan mereka dengan pengembang. Sebab masih ada beberapa pembeli yang rumahnya tak kunjung jadi, bahkan ada juga rumah sudah dihuni namun tak ada bersertifikat.
Koordinator warga Andi Triatna mengatakan, telah mengirimkan dua kali somasi kepada PT Pratama Mega Konstruksindo. Harapannya Abdullah Sany selaku direktur dapat memberikan penjelasan mengenai status perumahan yang selama tiga bulan terakhir tidak ada pekerjaan.
-
Bagaimana pertumbuhan permintaan terhadap rumah di Jakarta? “Pada Juni 2024, pertumbuhan permintaan (enquiries) terhadap rumah di Jakarta yang disewa tumbuh 59,8 persen dan hunian yang dijual sebesar 114,9 persen secara tahunan,” kata Head of Research Rumah123 Marisa Jaya dilansir Antara, Selasa (30/7).
-
Di mana saja kawasan perumahan elit di Jakarta yang disebutkan dalam konteks ini? Berikut 5 kawasan perumahan elit di Jakarta: 1. Pondok Indah 2. Kemang 3. Menteng 4. Pantai Indah Kapuk (PIK) 5. Kelapa Gading
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Siapa yang menemukan pendatang yang menjadi pemulung di Jakarta? "Ada juga yang beberapa waktu lalu ketemu ya kita pemulung segala macam. Kita kembalikan,"
-
Di mana letak permukiman terbengkalai di Jakarta yang diulas dalam video? Baru-baru ini sebuah kawasan di wilayah Jakarta Timur yang terbengkalai terungkap, dengan deretan rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya.
-
Siapa yang memulai usaha peternakan di Jakarta Selatan? Hidup di perkotaan padat seperti Jakarta, hampir mustahil rasanya merintis usaha peternakan. Namun, hal yang tidak mungkin itu justru bisa dimentahkan oleh Abdul Latif.Dilansir dari akun youtube Naik Kelas, pria Betawi ini memilih usaha penggemukan atau peternakan sapi di Jalan Palem 2, Petukangan Utara, Jakarta Selatan.
"Somasi pertama kami kirimkan pada tanggal 25 Oktober 2016 kepada Abdullah Sany selaku Direktur PT Pratama Mega Konstruksindo. Kami kirimkan ke kantor mereka yang beralamat di Jalan Kartini No 80, Pancoranmas, Depok," katanya di Nanggerang, Tajurhalang, Senin (7/11).
Karena tidak mendapatkan tanggapan positif, akhirnya warga yang tergabung dalam grup What's Up ini memutuskan mengganti alamat pengiriman somasi kedua. Tujuannya agar bapak tiga orang putri tersebut mau untuk menyelesaikan pembangunan rumah dan sertifikat milik mereka.
Andi mengungkapkan, somasi kedua dikirimkan ke kediaman dan rumah mertua dari Abdullah Sany pada tanggal 31 Oktober 2016. Kedua surat tersebut diterima dengan baik oleh pihak keluarga yang tinggal Kalibata Utara, sedangkan somasi yang ditujukan ke rumahnya, Jalan Kalibata Utara 5 Blok C 10 RT 07/02.
"Surat somasi sudah diterima sama ibu mertua, tapi sayangnya rumah Abdullah Sany kosong jadi kami selipkan ke rumah dan kami juga serahkan kepada pihak RT dan Satpam yang berada di komplek perumahan itu," terangnya.
Rencana surat somasi ketiga akan kembali dikirimkan pekan depan dengan harapan pihak kembang memiliki etikat baik. Namun jika tidak ada tindakan lebih lanjut maka warga yang sudah tergabung sebanyak 15 orang ini akan melanjutkan kasus ke Bareskrim Polda Metro Jaya.
"Kami juga akan mengirimkan bukti somasi ke Bank BTN cabang Bogor. Jadi kami bisa mendapatkan informasi mengenai keberadaan Abdullah Sany lebih luas. Tapi kalau gak ada etikat baik, berdasarkan keputusan bersama akan kami bawa ke pihak berwenang," tutup Andi.
Sebelumnya, Malang nian nasib Fikri Faqih. Keinginan pekerja media 28 tahun itu untuk segera memiliki hunian sederhana setelah menikah harus kandas di tangan pengembang nakal.
Bapak beranak satu tersebut butuh berbulan-bulan untuk memburu griya dengan harga sesuai kantong hingga akhirnya tertarik membeli rumah seharga Rp 140 juta di Grand Mutiara, Nanggerang, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat. PT Pratama Mega Kontruksindo selaku pengembang menjanjikan rumah subsidi pemerintah tipe 36/72 itu bakal tuntas dalam enam bulan.
"Sepanjang nggak ada masalah dengan pembiayaan bank," kata Faqih menirukan ucapan pihak pengembang, ketika berbincang denganmerdeka.com, pekan lalu.
Faqih, kemudian, menyerahkan semua berkas yang diperlukan dan membayar uang muka puluhan juta pada April 2016. Seharusnya, rumah yang diidamkannya sudah terbangun pada September lalu.
"Tapi, nasib saya masih terkatung-katung karena pengembang hilang dan tidak dapat dihubungi," katanya.
"Saya sudah memenuhi kewajiban saya untuk menyerahkan berkas, uang muka serta booking fee. Setidaknya sudah lebih dari Rp 30 juta saya keluarkan."
Menurut Faqih, ada sebanyak 15 orang bernasib serupa dengannya. Mereka rata-rata sudah membayar uang muka. Bahkan, ada yang sudah membeli rumah secara tunai. "Kami pun bikin grup WhatsApp."
Sepanjang percapakapan, Faqih mengetahu sudah ada tiga orang mencoba konfirmasi ke Bank Tabungan Negara cabang Bogor. Berdasarkan keterangan petugas bank, pengembang sebenarnya sudah memasukkan berkas semua calon pemilik rumah ke institusinya.
Anehnya, pengembang kemudian mencabut berkas usai wawancara dengan petugas bank. "Alasannya nggak tahu apa," kata faqih.
Alhasil, akad antara pihak bank dan pembeli pun tak terjadi. Sehingga, bank merasa tak perlu bertanggung jawab atas raibnya uang konsumen.
"Kami juga jadi tahu bahwa pengembang itu punya pengacara, tapi bank tak mau membeberkannya," katanya. "Kami akan mencari tahu, setelah itu akan mengirim somasi dua kali dan menempuh jalur hukum."
Celakanya, kantor Pratama Mega Konstruksindo tak jelas keberadaannya. Berdasarkan informasi terdapat di salah satu portal online lowongan kerja, pada Juni 2015, kantor pengembang tersebut beralamat di Jalan Raya kartini (Raya Citayam) Ruko No 80, Pancoran Mas-Depok.
Namun, setelah ditelusuri, ternyata hanya toko alumunium. Tak ada kantor pengembang yang dimaksud, bahkan di sekitar alamat tersebut. Direktur PT Pratama Mega Kontruksindo, Abdullah Sany saat dihubungi telepon genggamnya mati, sempat aktif tetapi tak diangkat.
"Dua tahun sudah menjadi toko itu, bukan kantor," kata Andi, pemilik warung bakso di samping toko alumunium.
Baca juga:
Menteri Basuki: Kita sudah bangun 400.000 rumah hingga 17 Agustus
SBY mengaku rumah mewah dari negara luasnya kurang dari 1.500 meter
Pengusaha keberatan bayar iuran Tapera
Menengok dampak paket kebijakan XIII pada program satu juta rumah
Agar rumah menjadi lokomotif ekonomi negara