Zulhas: Bertani Pakai Arit Bisa Bikin Food Loss 15 Persen
Pemanfaatan inovasi teknologi dapat meningkatkan produksi beras dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, menegaskan pentingnya penggunaan inovasi teknologi di sektor pertanian guna mengurangi hilangnya kuantitas atau food loss padi saat panen.
Zulkifli menilai penggunaan alat tradisional untuk memanen padi, justru biasanya dapat menghilangkan sebagian kuantitas padi. Oleh karena itu, ia sangat mengusulkan agar pengunaan teknologi di sektor pertanian semakin digencarkan.
- Sindiran Menko Zulhas: BRIN Malah Bicara Moderasi Beragama, Padahal Kita Butuh Bibit Padi Unggul
- Blusukan ke Subang, Zulhas Ungkap Masalah Pertanian karena Kualitas Bibit Tidak Merata
- Zulhas soal Anggaran Makan Bergizi Gratis: Ditentukan Ahli, Tiap Daerah Beda
- Tak Hanya Digoreng, Ini Hasil Inovasi Olahan Belalang dari Gunungkidul
"Jadi kalau pakai arit, itu food loss-nya bisa 15 persen, tapi kalau pakai mesin (mesin panen padi) itu 5 persen," kata Zulkifli saat meninjau lahan padi PT Sang Hyang Seri, Desa Sukamandi, Subang, Jawa Barat, Kamis (31/10).
Tak hanya mesin panen, petani juga bisa memanfaatkan teknologi drone untuk menebarkan pupuk lebih merata dan juga cepat dibandingkan secara manual.
Di samping itu, Indonesia bisa mencontoh Korea Selatan yang telah menggunakan teknologi greenhouse untuk meningkatkan produksi di sektor pertaniannya.
“Orang Korea sudah pakai teknik greenhouse, macam-macam lah ya, sehingga itu nggak tergantung musim, nggak tergantung panas (matahari), bisa dari lampu, dan memang inovasi teknologi itu harus," ujarnya.
Pasalnya saat ini Indonesia baru mampu memproduksi beras secara nasional sekitar 31 juta ton. Sehingga kebutuhan dalam negeri masih belum tercukupi, dan akhirnya melakukan impor beras.
Menko Pangan berharap, ke depannya melalui penggunaan inovasi teknologi juga mampu menghasilkan bibit padi yang bagus agar produksi beras dalam negeri meningkat.
"Jadi kalau 10 persen saja, kita kan 31 juta ton, kalau 10 persen saja kan 3 juta, berarti kita bisa 34 juta ton. Kalau 34 juta ton, kita nggak impor lagi. Jadi saya ke sini, apa sih problemnya pembibitan itu, kok tidak bisa lancar," pungkasnya.