Angka Pernikahan di China Catat Rekor Terendah dalam 12 Tahun Terakhir, Ini Penyabab Utamanya
Jumlah pernikahan di China erat kaitannya dengan angka kelahiran
Jumlah pasangan yang menikah di China selama enam bulan pertama tahun ini mencapai angka terendah sejak 2013, berdasarkan data resmi.
Menurut laporan dari VOA Indonesia pada Selasa (6/8/2024), fenomena ini terjadi karena semakin banyak generasi muda yang memilih untuk menunda pernikahan akibat kondisi ekonomi yang melambat dan tingginya biaya hidup.
-
Mengapa pasangan muda di China memilih pernikahan sederhana? Menurut laporan dari SCMP pada Senin (21/10/2024), pernikahan tradisional di China dikenal dengan kemewahan yang mencolok, namun generasi muda saat ini lebih memilih cara yang lebih praktis dan minimalis dalam memilih lokasi.
-
Apa yang terjadi dengan pernikahan di Indonesia? Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah menyaksikan penurunan tajam dalam jumlah pernikahan.
-
Di mana angka kelahiran terendah di dunia berada? Eropa, benua megah dengan arsitektur klasik, memiliki angka kelahiran terendah di dunia.
-
Apa yang dilakukan pasangan muda di China untuk pernikahan mereka? Banyak pasangan muda di China kini meninggalkan tradisi pernikahan yang megah dan beralih ke perayaan yang lebih sederhana dan terjangkau, seperti yang diadakan di restoran cepat saji atau tempat hotpot.
-
Apa saja penyebab perceraian? Perceraian seringkali menjadi jalan keluar yang dipilih ketika konflik tak kunjung terselesaikan. Padahal, dengan pemahaman yang tepat dan usaha yang sungguh-sungguh, banyak permasalahan rumah tangga dapat diatasi tanpa harus berujung pada perceraian.
-
Apa yang viral dari pernikahan? Pernikahan Ryan Harris dan Gwen Ashley di Surabaya, Sabtu (18/11), telah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Kehebohan ini disebabkan oleh kehadiran penyanyi terkenal dari luar negeri, Brian Westlife dan Nichole Scherzinger, yang diundang dalam pernikahan tersebut.
Penurunan angka pernikahan di China berkaitan erat dengan tingkat kelahiran, dan hal ini mungkin menjadi kekhawatiran bagi para pembuat kebijakan yang berupaya meningkatkan populasi, yang telah mengalami penurunan selama dua tahun terakhir. Data pendaftaran pernikahan mencatat sebanyak 3,43 juta pasangan menikah dalam enam bulan pertama tahun ini, berkurang 498.000 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pernikahan dianggap sebagai langkah penting untuk memiliki anak, mengingat berbagai insentif dan kebijakan yang ada, termasuk kewajiban bagi orang tua untuk menunjukkan akta nikah saat mendaftarkan anak dan mengakses tunjangan dari negara.
Banyak anak muda di China memilih untuk tetap melajang atau menunda pernikahan karena ketidakpastian dalam pekerjaan dan kekhawatiran mengenai masa depan di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi negara yang merupakan yang terbesar kedua di dunia.
Sejak 2014, jumlah pernikahan di China terus menurun. Meskipun ada sedikit peningkatan pada 2023 setelah pelonggaran pembatasan akibat pandemi, angka pernikahan tahun ini diprediksi akan kembali turun ke level terendah sejak 1980, menurut pakar demografi He Yafu dalam wawancaranya dengan surat kabar yang didukung pemerintah, Global Times.
Penyebab Utama
He Yafu mengungkapkan bahwa penurunan jumlah pendaftaran pernikahan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain berkurangnya populasi anak muda, ketidakseimbangan antara jumlah pria dan wanita yang bisa menikah, tingginya biaya pernikahan, serta perubahan dalam pandangan masyarakat.
"Tren penurunan angka kelahiran di China dalam jangka panjang akan sulit untuk dibalik secara signifikan, kecuali jika kebijakan dukungan untuk persalinan yang lebih kuat diterapkan di masa depan untuk menghadapi tantangan ini," ujar He.
Untuk mengatasi isu tersebut, Universitas Urusan Sipil China telah meluncurkan program sarjana baru yang berfokus pada perkawinan guna mengembangkan industri dan budaya terkait. Namun, inisiatif ini mendapat kritik dari pengguna media sosial yang meragukan relevansi program tersebut mengingat penurunan angka pernikahan.