Dikenal Jago Bertempur di Medan Perang, Begini Cara Bangsa Spartan Mendidik Anak-Anak Mereka
Anak-anak dilatih berperang sejak usia dini, melibatkan latihan fisik yang keras.
Anak-anak dilatih berperang sejak usia dini, melibatkan latihan fisik yang keras.
-
Apa yang membuat Sparta unik di Yunani kuno? Namun, hal yang menarik adalah Sparta terkenal di dunia kuno bukan karena tembok-tembok kokohnya, tetapi justru karena ketiadaan temboknya.
-
Bagaimana Sparta melindungi dirinya? Ketika Sparta dihadapkan pada ancaman, mereka tidak mengandalkan dinding batu, melainkan keberanian dan keterampilan bertempur para prajurit mereka.
-
Kenapa orang Yunani kuno berlatih angkat beban? Hal ini dikarenakan kepercayaan mereka terhadap kisah mitologi Yunani yaitu Hercules sang pahlawan, dengan demikian mereka sangat menyukai dan merayakan kekuatan fisik.
-
Bagaimana Bintara TNI mendidik anaknya? Dia diajarkan kedisiplinan hingga kini sukses menjadi calon abdi negara.
-
Bagaimana Serka Elias mendidik anaknya? Saat ditanya tentang pendidikan yang diterapkan kepada anaknya, Serka Elias mengaku selalu menerapkan disiplin yang tinggi kepada putranya agar menjadi orang yang sukses di kemudian hari. 'Disiplin. Disiplin dengan aturan yang sudah ditentukan. Disiplin, kerja keras,'
-
Siapa yang mendoktrin anak-anak? Tsania Marwa merasa sedih karena merasa dijauhkan dari kedua anak kandungnya oleh Atalarik, yang mendoktrin anak-anaknya dengan pikiran negatif terhadap ibunya.
Dikenal Jago Bertempur di Medan Perang, Begini Cara Bangsa Spartan Mendidik Anak-Anak Mereka
Bangsa Spartan, sebuah masyarakat militer yang kaku di Yunani Kuno, dikenal karena cara keras mereka dalam mendidik anak-anak, terutama anak laki-laki yang dilatih berperang sejak usia tujuh tahun.
Latihan fisik bagi anak laki-laki Spartan sangat brutal. Mereka ditempatkan dalam situasi berbahaya dan diajarkan untuk mengatasi rasa takut. Tujuannya adalah menjadikan mereka prajurit yang tangguh dan pemberani.
Konon, seorang wanita dari Attica pernah bertanya kepada Ratu Spartan, Gorgo, "Mengapa hanya wanita Spartan yang bisa memerintah pria?" Gorgo menjawab, "Karena kami adalah satu-satunya wanita yang melahirkan pria sejati."
Sparta adalah satu-satunya kota di Yunani Kuno yang tidak dikelilingi tembok. Pertahanan utama mereka adalah pasukan prajurit yang tidak kenal takut, yang sudah menjadi pria sejati sejak usia dini.
Mulai usia tujuh tahun, anak laki-laki Spartan dari kelas atas memulai pelatihan untuk karir sebagai prajurit profesional.
Mereka memasuki agoge, program pelatihan militer yang keras dan intensif yang didirikan oleh Lycurgus pada abad ke-9 SM.
Sebelum masuk agoge, orang tua Spartan membesarkan anak-anak mereka dengan keras, disiplin, dan mandiri. Mereka diajarkan ketaatan dan bagaimana melayani komunitas mereka, yang terpenting, mereka belajar menjadi tegas, gagah berani, dan berkomitmen kepada sesama prajurit Spartan.
Agoge bertujuan mengubah anak laki-laki menjadi prajurit Spartan yang loyal kepada negara dan rekan-rekan mereka, bukan keluarga. Setelah lulus, mereka diperbolehkan menikah dan memulai keluarga.
Kurikulum agoge tidak hanya mencakup teknik militer dan keterampilan bertahan hidup, tetapi juga literasi. Pada usia 10 tahun, mereka sudah diajarkan membaca dan menulis, serta berolahraga secara intensif.
Bagian penting dari pelatihan adalah menari dengan memegang senjata sehingga gerakan bersenjata menjadi alami. Pada usia 12 tahun, mereka mempelajari semua lagu perang Spartan dan pelatihan militer yang sesungguhnya.
Calon prajurit Spartan selalu berjalan tanpa alas kaki untuk mengeraskan kaki mereka dan makan sangat sedikit agar selalu lapar. Mereka dapat mencuri makanan, tetapi jika tertangkap, mereka dihukum karena tertangkap, bukan karena mencuri. Pelatihan yang keras ini menyebabkan banyak anak laki-laki meninggal. Namun, yang bertahan menjadi prajurit Spartan sejati yang tidak terkalahkan dalam pertempuran.
Setelah selesai agoge pada usia 20 tahun, seorang pemuda Spartan harus dipilih oleh kelompok rekan sebayanya yang lebih tua sebelum menjadi warga negara Spartan penuh.
Sejak itu, hidupnya didedikasikan untuk militer.
Wanita Spartan memainkan peran penting dalam masyarakat mereka, terutama dalam meningkatkan angka kelahiran. Mereka memiliki lebih banyak hak dan kebebasan dibandingkan wanita di kota-kota Yunani lainnya. Mereka bisa memiliki tanah, mewarisi properti, bertransaksi bisnis, mendapatkan pendidikan, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan politik.
Raja Lycurgus mereformasi hukum Spartan pada abad ke-9 SM, menekankan pentingnya kesetaraan di antara warga negara. Lycurgus meyakini peran paling penting seorang wanita adalah sebagai ibu. Agar menjadi ibu yang baik, seorang wanita harus terdidik dan banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka.
Anak perempuan Spartan diberikan program kebugaran fisik yang mirip dengan anak laki-laki, meskipun mereka tidak dilatih dalam senjata dan perang. Pendidikan mereka termasuk menyanyi, bermain alat musik, menari, dan mengarang puisi. Mereka juga berpartisipasi dalam paduan suara dan kompetisi, yang sering kali menjadi bagian dari festival keagamaan.
Keberanian prajurit Spartan menginspirasi banyak legenda, termasuk mitos bahwa mereka membunuh atau menelantarkan bayi laki-laki yang dianggap tidak layak menjadi prajurit. Mitos ini didasarkan pada tulisan sejarawan dan filsuf Yunani Kuno, Plutarch. Namun, tidak ada bukti arkeologis yang mendukung klaim ini, dan kemungkinan besar itu hanya mitos yang diciptakan kemudian.