Pidato Perang Terhebat Sepanjang Masa dari Raja Kuno Ini Jadi Materi Pendidikan di Sekolah Militer AS
Pidato ini disampaikan untuk menyemangati pasukannya yang sedang terkepung musuh.
Pada tahun 480 SM, ketika Raja Sparta, Leonidas dan pasukannya terjepit ketika diserang Persia dalam pertempuran di Thermopylae, dia menggelorakan pidato untuk menyemangati pasukannya.
Ketika itu, pasukannya hanya tersisa puluhan orang dari 300 orang. Pidato penuh motivasi tersebut sangat terkenal dan menjadi materi di sekolah militer Amerika Serikat.
-
Apa tujuan pendidikan anak laki-laki Spartan? Agoge bertujuan mengubah anak laki-laki menjadi prajurit Spartan yang loyal kepada negara dan rekan-rekan mereka, bukan keluarga. Setelah lulus, mereka diperbolehkan menikah dan memulai keluarga.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pendidikan Spartan? Agoge bertujuan mengubah anak laki-laki menjadi prajurit Spartan yang loyal kepada negara dan rekan-rekan mereka, bukan keluarga.
-
Apa yang membuat Sparta unik di Yunani kuno? Namun, hal yang menarik adalah Sparta terkenal di dunia kuno bukan karena tembok-tembok kokohnya, tetapi justru karena ketiadaan temboknya.
-
Bagaimana cara bangsa Spartan mendidik anak laki-laki mereka? Latihan fisik bagi anak laki-laki Spartan sangat brutal. Mereka ditempatkan dalam situasi berbahaya dan diajarkan untuk mengatasi rasa takut. Tujuannya adalah menjadikan mereka prajurit yang tangguh dan pemberani.
-
Dimana pangkalan militer Romawi kuno ditemukan? Arkeolog menemukan reruntuhan pangkalan legiun Romawi kuno berusia 1.800 tahun di Israel utara, seperti yang diumumkan Badan Kepurbakalaan Israel.
-
Dimana Raja Leonidas berpidato? Pada 480 SM, Raja Leonidas dari Sparta, yang masih bertahan bersama beberapa lusin pejuang yang tersisa dari 300 pejuang asli di Thermopylae, menyampaikan pidato yang kekuatan motivasinya terdengar hingga ribuan tahun kemudian.
Sebenarnya tidak ada yang tahu persis apa yang disampaikan Leonidas kepada pasukannya. Pasalnya, tidak ada seorang pun yang selamat di hari terakhir pertempuran untuk menceritakan kisah tersebut—selain seorang utusan yang dikirim kembali ke Sparta dan, tentu saja, pengkhianat yang menyerahkan kedudukan Leonidas kepada musuh.
Leonidas dikenal bukan hanya sebagai raja dan pejuang, tapi dia juga orator yang lembut. Dia juga seorang pria yang dihormati dan didengarkan oleh seluruh warganya.
Bangsa Sparta menghadapi kehancuran di tangan ratusan ribu tentara Persia di Thermopylae. Pagi hari sebelum serangan terakhir Persia, Leonidas mengumpulkan seluruh sisa paukannya dan mencoba mengobarkan semangat mereka.
Titik Darah Penghabisan
Dengan berjuang sampai titik darah penghabisan, ia berharap dapat menunda pergerakan pasukan Persia ke seluruh Yunani; pengorbanan besarnya berhasil pada akhirnya dengan kekalahan Persia di Salamis.
Dikutip dari Greek Reporter, dalam pidatonya, Leonidas mengatakan pasukan Sparta akan dikenang atas apa yang mereka lakukan saat itu.
“Seribu, dua ribu, tiga ribu tahun dari sekarang, seratus generasi yang belum lahir dapat melakukan perjalanan ke negara kita (Sparta) untuk tujuan pribadi mereka,” cetusnya.
“Mereka akan datang, mungkin para cendekiawan, atau para pelancong dari luar negeri, didorong oleh rasa ingin tahu mengenai masa lalu atau keinginan untuk mengetahui pengetahuan dari zaman dahulu,” lanjutnya.
Gaung Terompet Musuh
“Mereka akan mengintip ke seberang dataran kita dan menyelidiki di antara bebatuan dan puing-puing bangsa kita. Apa yang akan mereka pelajari dari kita?”
“Sekop-sekop mereka tidak akan mampu menggali istana-istana maupun kuil-kuil yang cemerlang; pilihan mereka tidak akan menghasilkan arsitektur atau seni yang abadi.”
“Apa yang tersisa dari Spartan? Bukan monumen marmer atau perunggu, tapi inilah yang kami lakukan di sini hari ini.”
Di luar Thermopylae yang berarti "gerbang panas", terompet musuh dibunyikan. Kini barisan depan Persia, kereta, dan konvoi lapis baja raja mereka dapat terlihat dengan jelas.
Materi Pelajaran
Dalam pidatonya, Leonidas juga menyatakan akan makan malam di Hades bersama pasukannya, berseloroh mereka akan dijamu dengan makanan yang lezat.
Pidato terakhir Leonidas itu diungkap dalam kisah fiksi karya Steven Pressfield berjudul Gates of Fire.
Novel epik pertempuran Thermopylae, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1999, telah masuk dalam daftar bacaan Komandan Korps Marinir AS.
Materi ini diajarkan di West Point, Akademi Angkatan Laut Amerika Serikat, dan di Sekolah Pelatihan Dasar Korps Marinir. Novel ini menekankan tema sastra tentang nasib dan ironi serta tema militer tentang kehormatan, tugas, ketabahan, dan esprit de corps.