Muhammadiyah Siap Tuntut The Wall Street Journal karena Berita soal Muslim Uighur
Merdeka.com - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi menuntut media dan reporter harian asal Amerika Serikat the Wall Street Journal (WSJ) atas tulisannya tentang Uighur. Apabila tidak ada iktikad baik untuk klarifikasi, maka the Wall Street Journal berpotensi dibawa ke pengadilan.
Dalam artikel berjudul How China Persuaded One Muslim Nation to Keep Silent on Xinjiang Camps, ormas Islam seperti Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah dianggap berhasil dibungkam oleh pemerintah China setelah diajak berkunjung ke Xinjiang.
"Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak agar Wall Street Journal meralat berita tersebut dan meminta maaf kepada warga Muhammadiyah. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, Muhammadiyah akan mengambil langkah hukum sebagaimana mestinya," jelas Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti pada konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12).
-
Bagaimana China mengawasi warga Uighur? Lebih lanjut, Astrid juga menjelaskan bahwa perkembangan situasi terkini dari masyarakat Uighur di China, di mana masih banyak CCTV atau kamera pengawas yang mengamati kondisi atau pergerakan warga di sana, khususnya di provinsi Xinjiang. 'Kondisi saat ini masih terjadi pembatasan atau pengawasan, baik secara langsung ataupun tidak langsung menggunakan teknologi yang lebih canggih,' jelasnya.
-
Apa yang terjadi pada warga Uighur? 'Dan kemudian mereka tidak tahu tentang orang tuaku. Itu terakhir kali aku mendengar kabar dari mereka,' ujar Abdul ketika menjadi narasumber pada agenda konferensi pers dan dialog publik bertemakan 'Plight of Uyghur and Current Updates' diselenggarakan oleh OIC Youth Indonesia di Marrakesh Inn Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (19/12).
-
Bagaimana NU dan Muhammadiyah berdampak pada perkembangan Islam di Indonesia? NU dan Muhammadiyah berperan penting dalam sejarah perjalanan negara ini dan berpengaruh besar terhadap perkembangan Islam di Indonesia.
-
Kenapa warga Uighur dikriminalisasi? 'Penerintah komunis China mengkriminalisasi praktek Islam yang normal,' kata Abdul.
-
Siapa Tokoh Besar Muhammadiyah dari Minangkabau? Nama Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau dikenal dengan A.R. Sutan Mansur menjadi salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia. Beliau merupakan salah satu tokoh besar Muhammadiyah di Minang dan berkecimpung di dunia politik semasa perjuangan kemerdekaan.
-
Apa yang dilakukan polisi China? Sang polisi bahkan tak segan turun tangan mempromosikan dagangan sang penjual dengan pengeras suara. 'Enam mao per setengah kilogram,' katanya. Saat salah seorang calon pembeli melirik, sang polisi turut menggiring sosoknya ke lapak.'Silakan kalau mau lihat dulu,' ungkapnya.
Artikel di WSJ menyebut pejabat senior Muhammadiyah berubah sikapnya setelah ikut melawat ke Xinjiang pada Februari lalu. WSJ mengutip pernyataan pejabat Muhammadiyah yang berkata kamp Xinjiang memiliki kondisi "excellent" dan bukan penjara. WSJ tak menyebut siapa pejabat itu.
Tidak Ada yang Berjilbab di Xinjiang
Salah satu tokoh yang ikut ke Xinjiang adalah Muhyiddin Junaidi, Ketua Biro Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah. Dia berkata melihat banyak hal mencurigakan saat ikut ke mengecek kondisi Uighur seperti tulisan penunjuk kiblat di hotel yang tampaknya baru saja dipasang dan delegasi yang datang juga diawasi ketat.
"Di jalanan (Xinjiang) tidak ada orang menggunakan jilbab. Tidak ada, karena itu namanya radikal tidak boleh," ujar Muhyiddin Junaidi.
"Kami jarang menemukan ada restoran itu halal. Tidak ada. Karena Halal itu bahasa agama. Agama tak boleh berada di ruang umum," lanjutnya.
Muhyiddin menyebut konstitusi China memang dasarnya anti setiap agama. Kamp Xinjiang pun dianggap bukan deradikalisasi, melainkan de-agamisasi.
Muhammadiyah juga membantah sikapnya berubah terkait Uighur. Selama ini mereka mengaku tak ingin membuat pro dan kontra terkait kasus ini sehingga memilih menyampaikan dahulu ke pemerintah lewat Kementerian Luar Negeri.
Minta Klarifikasi
Sementara, Bendahara Umum PP Muhammadiyah Suyatno berkata akan menunggu iktikad baik dari Wall Street Journal. Bila tidak, pihaknya siap mengambil langkah hukum ke Wall Street Journal dan Amerika Serikat.
"Nanti setelah dia enggak ada respons, kita akan tunggu dulu, kita minta tuntut salah satunya kepada Journal dan pemerintah Amerika," ujarnya.
Meski siap melaporkan Wall Street Journal, Muhammadiyah menegaskan tak akan langsung membawa kasus ini ke meja hukum. Muhyiddin masih berprasangka baik bahwa niat reporter WSJ itu positif, yakni mengekspos HAM Uighur.
"Kami minta klarifikasi dari wartawan tersebut dari mana sumbernya agar beliau menjelaskan, karena tanpa memberikan sumbernya itu namanya provokasi dan tuduhan. Jangan-jangan dengan adanya berita itu maka kita mengadakan preskon, masalah Uighur terangkat kembali," jelasnya.
Sudah Melapor kepada Pemerintah soal Kejanggalan di Xinjiang
Laporan di Wall Street Journal menyebut diplomat-diplomat AS sempat turun tangan untuk bertemu para ulama Indonesia. Tujuannya untuk meyakinkan terkait pelanggaran HAM di Uighur.
Ketika ditanya apakah sudah ada diplomat AS yang bertemu Muhammadiyah, Muhyiddin berkata Kedutaan Besar AS sudah mengundang Muhammadiyah untuk membahas Uighur, namun belum dapat dipenuhi atas dasar netralitas.
"Kami belum tahu. Belum ada. Kami memang diundang. saya ketua delegasi atas nama MUI diundang kedutaan ebsar AS membahas masalah Ughur. Tapi kantornya di kantor kedutaan saya tolak. Saya minta di ruang terbuka dan netral," ujarnya.
Sebagai catatan, Oktober lalu Duta Besar AS untuk Republik Indonesia Joseph Donovan sempat berkunjung ke kantor Muhammadiyah untuk membahas Uighur.
"Kami membahas sejumlah isu internasional. Dan saya mendorong Muhammadiyah untuk tetap menyuarakan keprihatinan guna melawan opresi dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Uighur minoritas di China," jelas Donovan selepas lawatan ke Kantor PP Muhammadiyah.
Lebih lanjut, Muhyiddin juga menegaskan sudah melaporkan kepada pemerintah terkait kejanggalan di kamp Xinjiang tempat "pendidikan" warga Uighur. Laporan dibuat sepulangnya delegasi kembali dari China.
Pihaknya pun tak paham mengapa Kemenlu belum mengambil tindakan. Meski demikian, dia menyebut sikap Muhammadiyah konsisten mengecam pelanggaran HAM di Uighur.
"Saya enggak tahu (kenapa tak ada tindak lanjut). Tanyalah Bu Menlu, tanya pemerintah. Kami dari ormas, dari NGO, sama tidak berubah," tegasnya.
Reporter: Tommy Kurnia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Massa AMI menuntut PBB agar membawa kasus tindakan kekerasan China terhadap muslim Uighur ke Mahkamah Internasional.
Baca SelengkapnyaCerita Warga Uighur Hilang Kontak Tujuh Tahun dengan Keluarga Akibat Aksi Genosida
Baca SelengkapnyaLaporan AS mengklaim ada genosida di Xinjiang dan pembatasan kegiatan keagamaan tertentu serta menunjukkan peningkatan "anti-Semitisme" secara daring.
Baca SelengkapnyaChina menganggap kubah dan menara masjid sebagai bentuk pengaruh asing.
Baca SelengkapnyaDua organisasi ini dianggap sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Baca SelengkapnyaErick siap berada di dalam maupun di luar pemerintahan.
Baca SelengkapnyaZayed Award yang diberikan kepada Muhammadiyah dan NU menjadi berkah bagi 2 Ormas islam terbesar di Indonesia
Baca SelengkapnyaMuhammadiyah memutuskan menerima izin tambang dari Presiden Jokowi usai menggelar konsolidasi nasional.
Baca SelengkapnyaBahkan perusahaan pengelola tambang pun disebut Bahlil awalnya tidak mampu mengelola tambang.
Baca SelengkapnyaDin Syamsuddin memberikan catatan khusus terkait kebijakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dari Jokowi.
Baca SelengkapnyaPerbedaan NU dan Muhammadiyah dapat meningkatkan toleransi bangsa.
Baca SelengkapnyaDewan HAM PBB kemarin menyetujui resolusi tentang kebencian agama setelah insiden pembakaran Alquran di Swedia bulan lalu
Baca Selengkapnya