Pakar Siber AS Ungkap Bahaya AI, Warga Bisa Ditelepon dengan Suara Presiden
Pakar Siber AS Ungkap Bahaya AI, Warga Bisa Ditelepon dengan Suara Presiden
Teknologi kecerdasan buatan (AI) di ruang redaksi merevolusi lanskap media dengan membantu jurnalis dalam menulis, mengedit, dan menganalisis sumber.
Pakar Siber AS Ungkap Bahaya AI, Warga Bisa Ditelepon dengan Suara Presiden
Pakar bidang keamanan siber dan manajemen risiko digital terkemuka di Amerika Serikat, Melissa Hathaway mengungkap berbagai risiko bahaya penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) di dunia saat ini, termasuk di bidang jurnalistik.
Namun, AI juga menimbulkan ancaman terhadap integritas jurnalisme, berpotensi membahayakan validitas berita dan berdampak pada publik sebagai konsumen informasi dan pembentuk opini.
“Jika komputer benar-benar dapat menulis berita, kita harus benar-benar mengajukan pertanyaan tentang dari mana informasi yang kita pikirkan berasal? Apa itu kebenaran, apa yang tidak benar? Bagaimana kita berpikir tentang integritas dan sejenisnya?” kata Melissa, dalam diskusi bersama mahasiswa dan sejumlah wartawan yang digelar Kedutaan Besar AS di Jakarta kemarin.
“Dan itu benar-benar mulai mempertanyakan bagaimana kita berpikir tentang demokrasi atau keragaman ide jika komputer sudah memiliki bias untuk memberi Anda jenis jawaban tertentu berdasarkan data yang telah dihasilkan untuk persamaan matematika ini atau untuk sistem komputer.”
Melissa dalam presentasinya juga menyebutkan dampak negatif AI yang bisa menukar wajah atau merias wajah seseorang dengan mudahnya, dan bisa memanipulasi suara seseorang yang bisa dilakukan persekian detik, dan memanipulasi foto dan video.
Sebagai contoh, di AS sebentar lagi akan diadakan pemilihan umum presiden. Di mana ada panggilan telepon penipuan yang menggunakan suara Calon Presiden Biden, dan itu adalah buatan AI.
Melissa mengatakan, hal seperti ini sangat mudah dilakukan oleh AI di zaman sekarang, AI dengan mudah bisa meniru suara seseorang hanya berdasarkan video yang beredar di sosial media.
“Kita mulai melihat berita palsu akan menyebar seperti virus, 70% lebih mungkin menyebar daripada berita yang benar karena ada sesuatu di dalamnya, yang saya sebut sebagai sesuatu yang lengket, sesuatu yang menimbulkan ketertarikan sehingga orang ingin membagikannya, bukan karena mereka harus membagikannya, tetapi mereka ingin membagikannya karena berita tersebut sangat memalukan atau sangat informatif dan sebagainya,” ungkap Melissa.Di bidang jurnalistik, Melissa menyebutkan AI juga bisa menjadi media penyebaran informasi hoaks. Konten yang dihasilkan AI, termasuk artikel, foto, dan video, berkontribusi pada penyebaran informasi yang salah, sehingga merusak kredibilitas jurnalisme dan media tradisional.
Penggunaan AI juga dapat mengakibatkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme, dan menurut Melissa, AI sangat tidak cocok apabila menggantikan manusia di bidang jurnalisme.