Pendeta Tua Bangka Nikahi Bocah 12 Tahun Tuai Kemarahan Warga, Begini Kisahnya
Pernikahan ini memicu perdebatan tentang tradisi dan nilai-nilai masyarakat.
Pernikahan ini memicu perdebatan tentang tradisi dan nilai-nilai masyarakat.
Pendeta Tua Bangka Nikahi Bocah 12 Tahun Tuai Kemarahan Warga, Begini Kisahnya
Kemarahan melanda Ghana setelah seorang pendeta tradisional berusia 63 tahun menikahi bocah perempuan yang masih 12 tahun. Pernikahan ini memicu perdebatan tentang tradisi dan nilai-nilai masyarakat.
Pendeta Nuumo Borketey Laweh Tsuru XXXIII melakukan pernikahan tersebut dalam sebuah upacara adat yang diselenggarakan pada Sabtu (30/3).
Sumber: BBC
Pernikahan ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan masyarakat, karena di Ghana, usia minimum yang sah untuk menikah adalah 18 tahun.
Meskipun prevalensi pernikahan anak telah menurun, namun kasus seperti ini masih terjadi. Menurut LSM global Girls Not Brides, sekitar 19 persen anak perempuan di Ghana menikah sebelum usia 18 tahun, sementara 5 persen bahkan menikah sebelum ulang tahun ke-15.
Kontroversi semakin memuncak ketika video dan foto-foto dari pernikahan tersebut beredar luas di media sosial. Dalam upacara tersebut, para wanita yang berbicara dalam bahasa lokal Ga mengarahkan gadis tersebut untuk berpakaian menggoda untuk suaminya. Mereka juga memberikan nasihat kepada gadis itu untuk bersiap-siap menjalankan tugas sebagai istri, bahkan memberikan parfum untuk meningkatkan daya tarik seksualnya di mata suami.
Masyarakat secara luas mengecam pernikahan tersebut, menyatakan ini bukanlah sekadar seremonial, melainkan penyalahgunaan anak di bawah umur. Kritikus bahkan meminta pihak berwenang untuk membubarkan pernikahan tersebut dan menyelidiki Tsuru.
Namun, ada juga suara-suara yang membela tindakan pendeta tersebut. Para pemimpin masyarakat adat Nungua, tempat tinggal gadis tersebut dan pendeta, menolak kritik tersebut dengan menyebutnya sebagai "ketidaktahuan".
Mereka bahkan mengklaim peran gadis tersebut sebagai istri pendeta adalah bagian dari tradisi dan adat istiadat.
Sementara itu, pemerintah Ghana belum memberikan tanggapan resmi terkait kontroversi ini. Meskipun hukum Ghana mengakui pernikahan adat, namun tidak memperbolehkan pernikahan anak dengan alasan budaya atau tradisi.
Meskipun beberapa pihak mencoba membenarkan tindakan tersebut sebagai bagian dari warisan budaya, banyak yang menegaskan perlunya perlindungan terhadap hak-hak anak dan penegakan hukum yang lebih ketat untuk mencegah penyalahgunaan seperti ini terjadi di masa depan.