Venezuela krisis, banyak warga putus asa jadi bajak laut
Merdeka.com - Kapal-kapal yang berlayar di sekitar Trinidad dan Tobago --negara kepulauan yang terletak di Laut Karibia bagian selatan, seberang laut Utara Venezuela-- kini berada dalam ancaman.
Mereka yang melintasi perairan di wilayah tersebut dihantui oleh teror bajak laut, meski pada tahun 1700-an pernah terdapat kasus pembajakan kapal di teritori itu. Demikian seperti dikutip dari The Daily Caller, Sabtu (1/9).
Menurut laporan dari Washington Post, di tengah keruntuhan ekonomi dan krisis sosial Venezuela, para penjahat yang putus asa beralih profesi menjadi perompak dengan menyerang kapal pesiar mewah (yacht) dan kapal nelayan di sepanjang pantai Amerika Selatan.
-
Dimana para bajak laut bermukim? Mereka banyak bermukim di perairan dekat Gorontalo.
-
Siapa pemangsa manusia di laut? Ikan hiu besar ketiga di dunia, dikenal sebagai ikan hiu putih, memiliki berat maksimal mencapai 3,32 ton dan bisa tumbuh hingga panjang sekitar 15 hingga 20 kaki.
-
Siapa yang disebut bajak laut terkaya? Black Sam disebut sebagai bajak laut terkaya dalam sejarah.
-
Bagaimana cara kerja para bajak laut di wilayah operasinya? Di sepanjang wilayah operasinya, mereka mendirikan pangkalan-pangkalan yang letaknya strategis di antara pelabuhan besar atau dekat dari tempat transit kapal dagang. Setiap pangkalan ada pemimpinnya. Merekapun membentuk jaringan dan saling membantu ketika menghadapi musuhnya.
-
Kenapa Suku Orang Laut dikenal sebagai perompak? Tugas mereka pun menjaga selat-selat, mengusir dan berhadapan langsung dengan para bajak laut hingga memandu para pedagang ke pelabuhan kerajaan di wilayah penjagaan. Tak heran jika dulunya suku ini dikenal sebagai perompak.
-
Siapa yang terlibat dalam perdagangan emas dengan bajak laut? Para bangsawan Gorontalo saat itu terlibat dalam penjualan emas kepada para pedagang Bugis dan bajak laut yang berkeliaran di pantai Gorontalo.
Jeremy McDermott dari Insight Crime, lembaga non-pemerintah yang mempelajari kejahatan terorganisasi di wilayah itu mengatakan, "Ini adalah kekacauan kriminal, menjadikan semuanya bebas untuk dilakukan di sepanjang pantai Venezuela."
Meskipun belum ada banyak penelitian tentang pembajakan di Laut Karibia, sebuah studi dari lembaga nirlaba Oceans Beyond Piracy menemukan, serangan bajak laut di wilayah itu meningkat sebesar 163 persen antara tahun 2016 dan 2017.
Beberapa ahli khawatir bahwa aktivitas bajak laut dan kejahatan lainnya di Laut Karibia akan terus naik, seiring memburuknya situasi dan kondisi di Venezuela.
"Apa yang kami lihat --pembajakan, penyelundupan-- ini adalah imbas dari keruntuhan politik dan ekonomi Venezuela," kata Roodal Moonilal, seorang politikus dari Trinidad dan Tobago.
Seorang saksi menceritakan pengalamannya diserang oleh bajak laut kepada wartawan dan menyatakan bahwa mereka disiram dengan minyak panas, dirampok dengan ancaman senjata tajam dan dibuang ke laut. Setelah itu, perahu mereka dicuri.
Meskipun Venezuela memiliki penjaga pantai, namun seorang pejabat pelabuhan yang tak disebutkan namanya memberikan pernyataan kepada Washington Post, "Petugas penjaga pantai Venezuela ikut naik ke kapal yang sedang berlabuh, memaksa penumpang di dalamnya untuk memberikan uang dan makanan." "Mereka membuat kapal dagang dan kapal penangkap ikan berlabuh lebih jauh dari pantai," pungkasnya.
Laporan investigasi yang dilakukan oleh stasiun televisi Sky News, menemukan fakta bahwa banyak wanita Venezuela --yang mengungsi karena kondisi negara carut marut-- terpaksa menjajakan diri di Kolombia untuk bertahan hidup.
Banyak dari mereka ditemukan kerap menjajakan diri di jalan-jalan di kota perbatasan Cucuta. Bahkan, beberapa klub di sana banyak yang merekrut mereka karena alasan harga murah, dan "bersedia dieksploitasi' demi bisa mendapat peso --mata uang resmi Kolombia.
Bahkan, sebagaimana dikutip dari Sky News pada Jumat 24 Agustus 2018, sebuah rumah bordil setempat diketahui hanya mempekerjakan dua orang wanita Kolombia di tengah 60-an lebih kupu-kupu malam dari Venezuela.
Salah seorang pekerja seks komersial (PSK) di sana merupakan ibu dengan dua anak, yang dulunya berprofesi sebagai balerina. Ia memutuskan keluar dari Venezuela karena kondisi di sana semakin tidak menentu, yang berdampak pada kehidupan ekonomi.
"Saya akan melepaskan (pekerjaan) ini jika ada pilihan lain untuk bertahan hidup," ujarnya.
"Ini adalah pekerjaan yang memalukan tetapi pilihan apa yang saya miliki? Tidak ada," lanjutnya seraya menyeka air mata.
Ia beralasan harus menghasilkan uang untuk merawat anak-anaknya, yang saat ini terpaksa tidak menempuh pendidikan secara formal karena statusnya sebagai pengungsi ilegal.
"Satu-satunya cara untuk tetap bisa memberi makanan anak-anakku adalah pergi ke sini, ke Kolombia dan menjual tubuhku," tambahnya.
Reporter: Afra Augesti
Sumber: Liputan6.com
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terjangan Baday Beryl memicu banjir dahsyat yang menyapu wilayah lepas pantai Venezuela.
Baca SelengkapnyaTak terkira, bayaran ke sejumlah tentara itu begitu fantastis.
Baca SelengkapnyaMasuknya modal asing dan kapitalisme modern mendorong munculnya pranata ekonomi baru di kalangan masyarakat nelayan.
Baca SelengkapnyaPara bajak laut menempati kedudukan penting dalam kegiatan penyelundupan perdagangan gelap.
Baca SelengkapnyaSekelompok anjing laut itu tampak menghadang mobil polisi antihuru-hara yang sibuk menangani aksi unjuk rasa nelayan.
Baca SelengkapnyaPemadaman listrik besar-besaran melanda seluruh negara bagian di Venezuela pada Jumat (30/8).
Baca SelengkapnyaPotret kehidupan nelayan di tengah laut saat mencari ikan. Terombang-ambing saat hujan badai.
Baca SelengkapnyaMereka adalah penumpang gelap kapal kargo. Dalam perjalanan terpaksa meminum air laut yang masuk dari bawah kapal mereka.
Baca SelengkapnyaPolisi masih menyelidiki motif pelaku melakukan penyanderaan terhadap 18 orang yang berada di kapal tersebut
Baca SelengkapnyaDemonstrasi ini berlangsung dengan intensitas yang tinggi. Situasi bertambah panas saat oposisi menentang kemenangan Maduro.
Baca SelengkapnyaJika kondisi di Terusan Suez dan Terusan Panama tidak kembali kondusif, bisa berdampak pada peningkatan inflasi.
Baca SelengkapnyaKurangnya penanganan sampah secara maksimal, ditambah dengan pencemaran limbah yang membuat air laut semakin hitam telah merugikan para nelayan.
Baca Selengkapnya