Kisah Bajak Laut di Perairan Gorontalo, Bekerja Sama hingga Timbul Kerugian Bagi Perdagangan VOC
Para bajak laut menempati kedudukan penting dalam kegiatan penyelundupan perdagangan gelap.
Para bajak laut menempati kedudukan penting dalam kegiatan penyelundupan perdagangan gelap.
Kisah Bajak Laut di Perairan Gorontalo, Bekerja Sama hingga Timbul Kerugian Bagi Perdagangan VOC
Pada zaman dahulu kala tepatnya pada abad ke-18, para bajak laut beraktivitas di perairan Teluk Tomini Pulau Sulawesi. Mereka banyak bermukim di perairan dekat Gorontalo.
Saat itu sedang ramai perdagangan emas. Para bangsawan Gorontalo saat itu terlibat dalam penjualan emas kepada para pedagang Bugis dan bajak laut yang berkeliaran di pantai Gorontalo.
-
Bagaimana VOC mengendalikan perdagangan di Pulau Cingkuak? Pulau Cingkuak ini menjadi gerbang utama dalam perdagangan emas maupun lada. Selain itu, peran dari pulau ini menjadi gudang rempah-rempah milik VOC sebelum melakukan pelayaran menuju Batavia.
-
Dimana VOC berlabuh di Sumatra Barat? Selain Palembang, wilayah Sumatra Barat juga menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal dagang milik VOC.
-
Dimana VOC membangun loji perdagangan di Sumatera Barat? Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah yang menjadi basis besar perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Tak heran jika Belanda serta Portugis banyak mendirikan sebuah loji yang difungsikan sebagai pendukung perdagangan rempah serta emas.
-
Kenapa para pelaut Indonesia membajak kapal De Zeven Provincien? Mereka yang membajak kapal ini sudah diperingatkan untuk bersandar, tetapi mereka tidak menggubris karena alasan hanya berunjuk rasa atas pemotongan gaji dan penangkapan teman-temannya.
-
Kenapa perdagangan Inggris di Nusantara kacau? Aktivitas perdagangan Inggris di Nusantara pun mengalami kekacauan mulai dari tubuh perserikatan dagangnya sampai komoditas yang dijual juga tidak ada harganya.
-
Kenapa VOC memburu Suropati? Sejak peristiwa itu, Suropati jadi musuh sekaligus buronan yang paling dicari VOC di Pulau Jawa.
Bajak laut yang berkeliaran di perairan laut Gorontalo berasal dari berbagai tempat seperti Bugis, Makassar, Mandar, Mindanao, dan Tobelo.
Pada 27 September 1677, dalam kunjungan Gubernur Maluku, Robertus Padtbrugge, ke Gorontalo secara khusus membahas masalah aktivitas para bajak laut dengan Olongia atau para raja di sana.
Padtbrugge menyampaikan bahwa keamanan di Teluk Tomini dan pantai utara Sulawesi sangat rawan bagi pelayaran di sana.
Hal ini menunjukkan banyaknya bajak laut yang berkeliaran di Teluk Tomini dan sulit ditaklukkan oleh raja-raja di sana.
Untuk mengamankan pelayaran di Gorontalo, VOC mengontrol langsung kawasan perairan itu agar mencegah timbulnya kerugian yang lebih besar.
Selan itu, VOC juga menekan Olongia agar menjaga keamanan wilayahnya dari gangguan bajak laut dan menyerahkan para bajak laut yang ditangkap kepada VOC.
Para bajak laut Bugis dan Makassar punya strategi serta cara kerja yang baik.
Di sepanjang wilayah operasinya, mereka mendirikan pangkalan-pangkalan yang letaknya strategis di antara pelabuhan besar atau dekat dari tempat transit kapal dagang.
Setiap pangkalan ada pemimpinnya. Merekapun membentuk jaringan dan saling membantu ketika menghadapi musuhnya.
Walaupun sudah diperingatkan VOC, para Ongolia dan bangsawan Gorontalo tetap menjalin kerja sama dengan para bajak laut. Akibatnya VOC mengalami kerugian besar.
Para bangsawan Gorontalo sendiri lebih suka berhubungan dengan para pedagang dari Bugis dan Mandar yang lebih banyak memberikan keuntungan dari pada menjalin hubungan dagang dengan VOC.
Maka tidak mengherankan apabila beberapa bangsawan memberikan kemudahan bagi aktifitas para bajak laut dalam melakukan penyelundupan dan memberi perlindungan. Sehingga bajak laut sulit ditangkap VOC.
Aktivitas perompakan oleh para bajak laut di Teluk Tomini dan pantai utara Sulawesi sering dianggap sebagai bentuk menentang penindasan oleh pihak yang lemah terhadap mereka yang mendominasi.
Dalam catatan Asisten Residen Gorontalo, pada tahun 1824, 1832,1833, dan 1834 terjadi perampokan yang cukup besar.
Akibat peristiwa ini, Asisten Residen Gorontalo menyurat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk meminta bantuan dalam menumpas bajak laut.
Laporan ini ditanggapi serius oleh Gubernur Jenderal di Batavia dengan menempatkan sebuah kapal perang di perairan Gorontalo.
Pada saat itu, para bajak laut menempati kedudukan penting dalam kegiatan penyelundupan perdagangan gelap. Mereka membawa kain, candu, dan beras ke Gorontalo dan mengangkut damar, lilin, teripang, sagu, dan kulit kerang.