Kisah Perjalanan Ibnu Battuta Berkeliling Dunia dan Mengunjungi Kerajaan Samudera Pasai
Dalam perjalanannya yang terkenal, Ibnu Battutah sempat mampir ke Samudera Pasai dan menyaksikan bagaimana kemajuan di kerajaan tersebut.

Abu Abdullah Muhammad bin Battutah, atau yang dikenal sebagai Ibnu Battuta, adalah seorang penjelajah Muslim legendaris dari Tangier, Maroko. Lahir pada 24 Februari 1304 (703 Hijriah), Ibnu Battuta berasal dari keluarga ulama fikih Berber yang bermazhab Maliki. Sebagai seorang cendekiawan yang terdidik, ia awalnya dikenal karena kemampuan hukum Islamnya, tetapi namanya dikenang karena perjalanan epiknya menjelajahi dunia.
Menurut Dunn Ross E dalam The Adventures of Ibn Battuta, Ibnu Battuta memulai ekspedisi panjangnya pada tahun 1325 dengan tujuan menunaikan ibadah haji. Namun, perjalanan ini berubah menjadi eksplorasi yang mencakup lebih dari 120.000 kilometer, menjadikannya salah satu penjelajah terhebat dalam sejarah. Ia menelusuri Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tengah, India, Cina, dan wilayah Nusantara, termasuk Samudera Pasai, sebuah kerajaan Islam di utara Sumatera.
Jejak Ibnu Battuta di Nusantara
Pada tahun 1345, Ibnu Battuta tiba di Nusantara melalui jalur perdagangan maritim Samudra Hindia setelah sebelumnya singgah di India. Perjalanannya ke Nusantara, khususnya ke Samudera Pasai, menjadi catatan penting tentang hubungan awal dunia Islam dengan Asia Tenggara.
Samudera Pasai pada abad ke-14 adalah pusat perdagangan yang strategis di Selat Malaka, penghubung utama antara India, Arab, dan Cina. Ketika tiba di sana, Ibnu Battuta terkesan dengan penerapan hukum syariat Islam yang ketat di bawah kepemimpinan Sultan Malik al-Zahir. Ia menggambarkan kerajaan ini sebagai "ruang hijau dengan kota pelabuhan besar yang indah"—sebuah pengakuan akan keindahan alam dan kemegahan Samudera Pasai.
Sultan Malik al-Zahir menyambut Ibnu Battuta dengan penuh kehormatan. Dalam catatannya, ia menulis tentang kemurahan hati sang sultan serta perhatian besar yang diberikan kepada para ulama dan ahli fikih. Sultan Malik al-Zahir, yang menganut mazhab Syafi'i, bahkan aktif menyelenggarakan pengajian-pengajian Islam, menjadikan Samudera Pasai sebagai pusat intelektual Islam di Nusantara.

Pengalaman Spiritual dan Kehidupan di Samudera Pasai
Selama 15 hari di Samudera Pasai, Ibnu Battuta menyaksikan semangat keagamaan masyarakat yang mendalam. Penduduknya hidup dalam harmoni di bawah nilai-nilai Islam yang kuat. Kesultanan ini, menurut pengamatannya, memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Ibnu Battuta juga mencatat pertemuannya dengan tokoh-tokoh penting, seperti Amir (panglima) Daulasa, Qadi Syarif Amir Sayyir al-Syirazi, dan Tajuddin al-Asbahani. Tokoh-tokoh ini turut memperkuat kesan Ibnu Battuta terhadap Samudera Pasai sebagai kerajaan yang Islami dan kosmopolitan.
Ia menulis dengan kagum, "Ruang hijau dengan kota pelabuhan besar yang indah," menggambarkan keindahan Samudera Pasai yang membekas dalam ingatannya. Kehangatan sambutan para ulama dan pejabat setempat menunjukkan betapa besarnya penghormatan mereka terhadap seorang ulama besar dari dunia Islam.
Nusantara: Persimpangan Peradaban
Setelah meninggalkan Samudera Pasai, Ibnu Battuta melanjutkan perjalanan melalui jalur maritim Nusantara. Ia mencatat bahwa jalur ini merupakan pusat aktivitas perdagangan yang ramai, dengan kapal-kapal dari Cina, India, Persia, dan dunia Arab. Kekayaan Nusantara, terutama rempah-rempah seperti cengkeh, pala, dan lada, menjadikannya salah satu wilayah paling strategis dalam peta perdagangan internasional pada masa itu.
Meskipun Islam mulai berkembang, Ibnu Battuta mencatat bahwa penyebarannya masih dalam tahap awal di beberapa daerah. Wilayah seperti Samudera Pasai telah mengadopsi Islam secara mendalam, tetapi pengaruh Hindu-Buddha masih kuat di daerah-daerah lain. Ia mengamati bahwa Islam di Nusantara memiliki karakter moderat, yang memungkinkan agama ini berasimilasi dengan tradisi lokal tanpa kehilangan esensinya.
Kunjungan Ibnu Battuta ke Nusantara memperkuat pandangan bahwa wilayah ini telah lama menjadi persimpangan peradaban. Kedatangan pedagang, ulama, dan pengembara dari berbagai penjuru dunia menjadikan Nusantara sebagai tempat bertemunya beragam budaya dan agama.
Catatan perjalanan Ibnu Battuta adalah salah satu bukti awal tentang peran penting Nusantara dalam jaringan perdagangan dan penyebaran Islam global. Kehadirannya di Samudera Pasai mencerminkan transformasi besar yang terjadi di Asia Tenggara pada abad ke-14, di mana Islam mulai menggantikan kepercayaan lokal sebagai fondasi budaya dan politik.