Mikroplastik Jadi Ancaman Serius Kehidupan Laut Setelah Keluar dari Nafas Lumba-lumba Liar
Mikroplastik kini jadi ancaman serius terutama untuk kehidupan laut. Sampah plastik yang terbawa ke laut bisa jadi ancaman untuk para ikan dan binatang.
Para peneliti telah menemukan bukti baru yang menunjukkan bahwa mamalia laut dapat menghirup mikroplastik. Penelitian ini mendeteksi partikel-partikel berbahaya dalam napas lumba-lumba hidung botol yang berada di lepas pantai Louisiana dan Florida, Amerika Serikat. Berdasarkan laporan dari CNN pada Minggu, 20 Oktober 2024, mikroplastik merupakan potongan plastik kecil berukuran kurang dari lima milimeter yang diketahui dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan hewan.
Sebelumnya, penelitian telah menemukan partikel kecil ini dalam jaringan mamalia laut akibat konsumsi, yang kemudian berpindah dari saluran pencernaan ke organ-organ lainnya. Namun, penelitian terbaru yang dipublikasikan pada Rabu, 16 Oktober 2024, dalam jurnal PLOS One merupakan yang pertama kali meneliti inhalasi sebagai cara cetacea terpapar mikroplastik.
-
Apa dampak sampah plastik bagi kehidupan laut? Kehidupan di dalam laut pun juga terancam. Sampah plastik yang terbuang ke laut dapat menyebabkan kematian hewan laut karena banyak hal, misalnya terjerat atau menelan plastik. Selain itu, mikroplastik yang terbentuk dari sampah plastik dapat masuk ke dalam rantai makanan manusia.
-
Mengapa mikroplastik di atmosfer berbahaya? 'Mikroplastik di troposfer bebas diangkut dan berkontribusi pada polusi global. Jika masalah 'polusi udara plastik' tidak ditangani secara proaktif, perubahan iklim dan risiko ekologis dapat menjadi kenyataan, menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dibalikkan dan serius di masa depan.'
-
Apa saja dampak mikroplastik? Dampak yang ditimbulkan dari hal ini cukup serius. Kita dapat mengalami gangguan pada sistem pencernaan, iritasi pada usus, dan bahkan ada kemungkinan terjadinya gangguan hormonal dalam tubuh kita.
-
Kenapa mikroplastik berbahaya? Zat kimia yang terdapat dalam mikroplastik, seperti bisphenol A (BPA) dan phthalates, bisa mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh dan berpotensi menyebabkan masalah reproduksi serta obesitas. Dalam jangka panjang, mikroplastik juga dapat memicu peradangan pada jaringan dan organ, bahkan meningkatkan risiko terjadinya kanker.
-
Kenapa mikroplastik berbahaya bagi kesehatan? Menurut laporan dari Phys pada Kamis (21/11), terdapat sekitar 16.000 bahan kimia plastik, di mana setidaknya 4.200 di antaranya dianggap 'sangat berbahaya' bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Ketika bahan kimia ini terurai di lingkungan, mereka berpotensi berubah menjadi mikroplastik, dan selanjutnya menjadi nanoplastik.
-
Mengapa sampah plastik berbahaya bagi ekosistem? Plastik di laut menyebabkan kerusakan ekosistem laut. Penyu sering memakan kantong plastik yang mengapung, mengiranya sebagai ubur-ubur, sementara burung laut dan ikan juga menelan serpihan plastik yang berakhir di perut mereka, yang dapat menyebabkan kematian karena kelaparan.
"Kami menemukan bahwa lumba-lumba mungkin menghirup mikroplastik, meskipun mereka berada di daerah yang jauh dari aktivitas manusia yang padat," ungkap Miranda Dziobak, salah satu penulis utama sekaligus ilmuwan lingkungan dan instruktur kesehatan masyarakat di College of Charleston, South Carolina, AS.
Dziobak menambahkan, "Hal ini menunjukkan bahwa partikel-partikel ini ada di mana-mana, terlepas dari urbanisasi dan pembangunan manusia." Mikroplastik yang terbang di udara telah terdeteksi di berbagai belahan dunia, termasuk di Kutub Utara dan lokasi-lokasi terpencil lainnya. Para peneliti masih meragukan dampak inhalasi mikroplastik terhadap lumba-lumba, tetapi mereka menduga bahwa hal itu dapat memengaruhi kesehatan paru-paru makhluk tersebut.
"Dengan temuan ini, kami merasa kecewa, tetapi tidak terkejut," kata Dziobak. Penemuan ini menegaskan bahwa masalah mikroplastik merupakan isu yang sangat luas dan perlu perhatian lebih dari berbagai pihak.
Mikroplastik Tidak Hanya dari Konsumsi
Dziobak menegaskan, "Kita tahu bahwa plastik telah mencemari hampir setiap bagian dunia, sehingga kontaminasi pada satwa liar tampaknya hampir tidak terelakkan." Para ilmuwan yang mempelajari mamalia laut dan konsumsi mikroplastik telah lama berteori bahwa salah satu cara cetacea mendapatkan mikroplastik dalam tubuhnya adalah melalui proses pernapasan.
"Kini, kami dapat menyatakan dengan pasti bahwa hal itu memang benar," ungkap Greg Merrill, seorang peneliti dan mahasiswa doktoral di bidang ekologi dari Duke University di Durham, North Carolina, yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru tersebut. "Ini membuka banyak pertanyaan mengenai dampak dari paparan tersebut," tambah Merrill, yang merupakan penulis utama studi yang dirilis pada Oktober 2023.
Studi tersebut menemukan bahwa lebih dari separuh mamalia laut yang diuji memiliki setidaknya satu partikel mikroplastik yang terakumulasi di jaringan tubuh mereka. Dalam penelitian ini, para peneliti melakukan pengujian pada napas lumba-lumba dengan mengambil sampel dari 11 ekor lumba-lumba hidung botol liar. Mereka mengambil enam sampel dari Teluk Barataria, Louisiana, dan lima sampel dari Teluk Sarasota, Florida, selama penilaian kesehatan yang dilakukan dengan metode tangkap-dan-lepas pada bulan Mei dan Juni 2023.
Penelitian ini menunjukkan betapa seriusnya masalah mikroplastik di lautan dan dampaknya terhadap kehidupan laut. Dengan data yang diperoleh, diharapkan dapat dilakukan langkah-langkah lebih lanjut untuk memahami dan mengatasi isu pencemaran plastik yang semakin mengkhawatirkan ini.
Jenis Plastik pada Nafas Lumba-Lumba
Tim peneliti mengangkat cawan petri ke lubang sembur mamalia, di mana lumba-lumba menghirup dan mengeluarkan napas. Setelah melakukan pemeriksaan cawan tersebut menggunakan mikroskop, para ilmuwan menemukan bahwa setiap lumba-lumba mengeluarkan setidaknya satu partikel mikroplastik.
Jenis plastik yang terdeteksi pada lumba-lumba itu serupa dengan yang ditemukan dalam penelitian inhalasi manusia sebelumnya, di mana poliester, yang umum digunakan dalam pakaian, menjadi yang paling sering dijumpai, kata Dziobak.
Merrill mengacu pada studi yang dilakukan pada November 2022, yang memperkirakan bahwa paus balin besar, seperti paus biru, dapat mengonsumsi hingga 10 juta mikroplastik setiap harinya. "Konfirmasi bahwa cetacea menghirup mikroplastik, serta mengonsumsinya, menunjukkan bahwa perkiraan kami mengenai total paparan mikroplastik pada spesies ini kemungkinan besar diremehkan," tambahnya.
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa mikroplastik di lautan dapat terlempar ke atmosfer akibat aktivitas gelombang, sehingga mamalia laut lain yang bernapas di permukaan, seperti lumba-lumba, berpotensi terpapar partikel tersebut, menurut Dziobak.
Namun, penulis studi tidak melakukan pemeriksaan terhadap mamalia laut atau darat lainnya. Oleh karena itu, dampak paparan mikroplastik pada hewan lain tidak dapat dipastikan, tambahnya. Ini menunjukkan pentingnya penelitian lebih lanjut untuk memahami sejauh mana mikroplastik mempengaruhi berbagai spesies di ekosistem laut dan darat.
Butuh Penelitian Lebih Lanjut
Para peneliti dalam studi terbaru ini berencana untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai dampak penghirupan mikroplastik pada lumba-lumba. Mereka ingin memahami jenis plastik yang dihadapi oleh mamalia ini serta potensi risiko kesehatan yang mungkin timbul, seperti yang diungkapkan oleh Dziobak.
Lumba-lumba hidung botol dikenal memiliki umur yang cukup panjang, mencapai setidaknya 40 tahun di habitat alaminya. Beberapa populasi bahkan menetap di area yang sama sepanjang tahun. Kawanan lumba-lumba yang tinggal di satu tempat dapat memberikan informasi penting mengenai gangguan yang terjadi di lingkungan sekitar mereka.
Hal ini juga dapat membantu manusia yang berenang di perairan tersebut, mengonsumsi ikan yang sama, dan tinggal di sepanjang pantai, seperti yang ditambahkan oleh Dziobak. "Ini adalah temuan penting, tapi tidak terlalu mengejutkan mengingat keberadaan mikroplastik di lingkungan," ungkap Merrill, penulis utama studi yang dipublikasikan Rabu lalu di jurnal Marine Pollution Bulletin.
Merrill dan rekan-rekannya menemukan bahwa serpihan plastik yang ada di air menghasilkan suara akustik yang mirip dengan suara cumi-cumi yang telah mati, yang merupakan mangsa utama bagi beberapa spesies paus yang berburu dengan menggunakan gelombang suara.
"Kita memiliki banyak kesamaan fisiologi dengan mamalia laut dan mengonsumsi banyak makanan laut yang mereka makan, jadi penelitian ini memiliki implikasi yang cukup besar bagi kesehatan manusia," jelasnya. Penelitian ini menunjukkan pentingnya memahami dampak mikroplastik tidak hanya pada ekosistem laut, tetapi juga pada kesehatan manusia.